Aku sedang berusaha menekuni apa yang sedang aku kerjakan. Tapi otakku tidak mau diajak kompromi. Otakku selalu memutar kejadian memalukan itu.
Aku menarik nafas dalam-dalam.
"Biar saya aja yang masak, kamu duduk disana aja." Tidak bisakah Xavi tidak mengejutkan ku? Entah dari mana dia muncul."Kamu mau masak apa?" Xavi mengambil alih pisau yang sedang ku pegang.
"Hah? Ohh iya" Iya juga, sebenarnya aku mau masak apa sih? Ternyata melamun membuatku tidak tau akan memasak apa.
"Aku masak nasi goreng aja ya." Mendengar kata 'nasi goreng' membuat perutku tiba-tiba demo.
Aku hanya mengangguk. Aku duduk, yang kulakukan sekarang adalah memandang punggung Xavi.Jika kami menikah karena cinta, mungkin aku akan memeluknya dari belakang. Seperti cerita-cerita yang pernah ku tulis. Pasti punggung itu nyaman untuk tempat bersandar. Sandarable banget.
"Tidak tidak" Aku memukul-mukul kepala ku yang mulai memikirkan hal-hal aneh. Hal yang mustahil akan terjadi dan yang tidak akan pernah terjadi kapanpun itu.
"Kenapa?" Mungkin Xavi menyadari hal yang barusan ku lakukan.
"Nggak kenapa kok" Aku masih waras untuk tidak memberitahunya.
Otakku bahkan tidak mau berhenti membayang hal-hal yang mustahil terjadi dan bayangan itu berhenti saat Xavi membawa dua piring berisi nasi goreng yang diatasnya terdapat omelet. Sangat menggoda.
Tanpa babibu aku menyantap nya, masa bodo dengan image. Dua kata untuk koki dan masakan nya
"Tampan, lezat" Tanpa sadar aku mengucapkan nya. Seketika aku menutup mulutku yang sangat lancang.
Xavi tersenyum, senyum yang tidak dapat ku artikan. "Nasi goreng nya enak. Aku duluan ya."
Dengan gerakan kilat aku menyimpan piring yang sudah kosong, aku juga tidak tau entah sejak kapan makananku sudah habis. Dan sedikit berlari menaiki tangga.
"Kenapa hari ini semua yang ku lakukan sangat memalukan?" Lebih baik aku cepat-cepat tidur. Daripada memikirkan kejadian hari ini.
-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-
Aku bangun jam lima. Aku langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Sebenarnya mulai dari jam empat aku sudah bangun. Aku terbangun karena aku memimpikan hal yang tidak-tidak.
Didalam mimpi itu, aku sedang memasak dan tiba-tiba Xavi memelukku dari belakang. Di dalam mimpi itu kami adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Masalahnya mimpi itu seperti nyata. Mungkin aku memimpikan hal ini karena semalam aku yang membayangkan memeluk Xavi dari belakang.
"Aw..." Mungkin inilah akibatnya kalau terus memikirkan mimpi itu. Bukannya mengiris bawang aku malah mengiris jari ku sendiri.
Aku melihat sekitar, ternyata Xavi tidak muncul. Ku pikir Xavi akan muncul saat aku berteriak kesakitan. Sepertinya membaca novel membuat semakin berhalusinasi. Aku melihat jariku yang mulai mengeluarkan banyak darah. Malang sekali nasibku.
Jariku terluka karena memikirkan Xavi, seharusnya Xavi harus datang mengobatinya. Karena dialah penyebab utama atas kejadian ini.
Tunggu, apa yang sedang aku pikirkan? Makin lama otakku makin rusak karna mikirin Xavi. Padahal Xavi tidak melakukan hal apapun.
Aku mengambil kotak P3K, dan membalut jariku dengan plester. Tidak butuh banyak waktu, aku kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaanku yang tertunda.
Setelah aku selesai memasak, aku menaiki tangga menuju kamar. Aku mau mandi untuk menghilangkan bau asap yang melekat pada pakaian dan kulitku.
Saat aku memasuki kamar ternyata Xavi masih belum bangun. Mungkin semalam dia kelelahan. Aku membuka lemari pakaian untuk mengambil pakaian ku.
Aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Karna masih ada kesalahan yang lain yang belum aku coba. Becanda :v
Saat aku sudah mengambil semua keperluanku, aku menutup pintu lemari dan berbalik.
"Astaga." Entah sudah sejak kapan Xavi ada di belakang ku? Jangan-jangan dia sudah melihat pakaian dalam ku. Tamat sudah.
"Tangan kamu kenapa?" Oh, jadi dia merhatiin tangan aku. Perhatian banget sih. Jadi salah mengartikan aku jadinya, yaelah. Ela kamu harus sadar. Tapi aku ingin menolak sadar.
"Tadi kena pisau. Nggak dalam kok." Kenapa aku memberitahu nya? Mungkin dia iseng doang nanya nya. Eh, aku malah menjelaskannya.
"Makanya kalau megang pisau itu harus hati-hati."
"Kamu mau mandi?" Aku menanyakan karena aku melihat dia sedang memegang handuk.
"Iya"
"Kamu duluan aja." Biarlah aku yang mengalah.
"Kenapa nggak bareng aja biar hemat waktu." Xavi mengucapkannya dengan nada datar. Bisa bisanya mengucapkan seperti itu tanpa ekspresi.
Sepertinya tuh mulut mau di sumpelin pake tissue bekas apa? Xavi masih waraskan, benar kan? Kenapa dia selalu membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat.
"Yaudah. Aku duluan aja." Sebelum wajahku berubah warna seperti bunglon, lebih baik menghindar saja.
"Lagian udah pernah liat kok." Lama-lama aku beneran akan menyumpal mulutnya dengan gulungan tissue, tissue bekas tapi.
Apa katanya, dia sudah melihatnya? Apa yang dia lihat? Semalam, walaupun aku telanjang tapi, tubuhku ditutupi oleh busa. Makin lama otak Xavi makin ngak beres aja. Sepertinya setelah ini aku akan membawanya ke dokter untuk diperiksa.
Sebelum aku mencapai pintu kamar mandi, aku berbalik. "Kamu mandi di kamar mandi bawah aja ya. Aku ngak mau diganggu." Biar saja dia mandi di bawah. Padahal aku tidak mau melakukan apapun.
Biar dia tau rasa, makanya jangan suka ngomong yang aneh-aneh.
Voment nya guys jangan lupa
ilo_man3
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Not ?¿ [END]
Teen Fiction'Perawan Janda (?)' Hmm... kedengarannya tidak terlalu buruk. Setahun lagi... tidak tidak, mungkin hanya 6 bulan lagi, maka gelar itu akan disematkan kepadaku. Start : 10-09-20 Finish : 17-05-22 Follow sebelum membaca ygy #10 perjodohan (01-08-22) ...