Rey menaiki motor ninjanya, dibelakangnya Olin duduk sambil berpegangan pada bagian belakang motor. Tidak mungkin dia akan berpegangan pada pinggang Rey, rasanya canggung.
Bukannya menuju jalan pulang, tapi motor Rey malah berbelok ke sebuah cafe. Cafe milik Rey yang dulu pernah mereka kunjungi bersama.
"Lo inget nggak? Waktu disini, lo melu_"
"Inget" sahut Olin dengan cepat.
Dia terlalu malu untuk mengingat kejadian dulu. Entah mendapat hidayah darimana, Olin sengaja memeluk Rey sampai dia sendiri tertidur diatas motor pria itu.
"Lo nggak mau gitu lagi?" tanya Rey yang masih duduk diatas motornya yang menyala.
Olin menahan senyumnya, tapi mendadak dia ingat dengan kejadian kemarin. Senyuman yang awalnya dia tahan kini menghilang begitu saja.
Gadis itu turun lalu mencopot helmnya, Rey yang melihat itu seakan faham dengan isi fikiran Olin. Dia tau, dia harus perlahan dan bersabar untuk bisa mendapatkan kepercayaan Olin.
Rey turun dari atas motornya lalu menaruh helm fullfacenya. Dia menggandeng tangan Olin.
"Ayo"
Mereka berdua masuk kedalam. Baru satu langkah saja semua karyawan karyawati menatap keduanya kaget. Rey bawa pacar? Itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kedua pasangan itu memilih duduk dibangku yang berada dipojokan ruangan. Karena disana lebih sepi dan tenang.
"Rey, gue mau ngomong sesuatu"
Rey menatap Olin dengan tatapan bingung. Dia menaikkan kedua alisnya.
"Quenny tadi dateng ke UKS dan jelasin semuanya, dia balikin cincin ini"
Olin menyodorkan sebuah cincin emas kearah Rey yang diam terpaku.
"Gue minta maaf karena selalu ngambil kesimpulan duluan sebelum lo jelasin semua" sambung gadis itu.
"Maaf, ucapan gue tadi pasti menohok banget ya? Gue ketus banget?"
Rey tertawa pelan. Untuk urusan tertohok, memang pria itu sangat tertohok dengan ucapan Olin saat di roftoop tadi. Tapi apa boleh buat, dia sadar kalau dirinya-lah yang salah.
"Nggak masalah buat gue Lin, gue suka lihat lo ketus begitu. Karena ketika lo ungkapin semuanya, gue bisa mengubah sikap gue"
Olin mengangguk pelan. "Satu lagi.."
"Apa?" sahut Rey kepo.
"Gue sebenernya nggak boleh bilang ini sama lo, tapi gue rasa lo berhak tau Rey"
Pria itu semakin kepo. Dia berhak tau soal apa?
"Kakak lo, Kak Vinka. Cuma pura-pura gila" tutur Olin pelan.
Deg.
"K_kak.."
Rey tidak sanggup berkata-kata. Dia memegang kepalanya, kenapa dia tidak pernah tau soal itu? Padahal sudah lama Vinka berada di rumah sakit jiwa itu.
"Tapi kenapa?" tanya Rey dengan mata berkaca-kaca.
"Dia nggak mau bikin saudara lo, dan keluarga lo malu karena bahan gosipan tetangga" jawab Olin jujur.
Sekarang Rey mencoba mencerna semuanya. Begitu besar pengorbanan Vinka, dan Winda tidak pernah menganggap gadis itu sama sekali.
Rey mendongakkan wajahnya agar air matanya tidak menetes kebawah. Sementara Olin mengamati pria itu. Terbesit rasa lega dalam hatinya karena bisa memberi tau Rey sekarang.
"Lin, temenin gue ke rumah sakit jiwa ya. Gue mohon" ucap Rey sambil memegang tangan Olin.
Namun gadis itu menggeleng. "Jangan sekarang Rey, lo butuh istirahat dulu"
Olin mengelus-elus tangan Rey, pasti pria itu sangat ingin menangis.
"Lo nangis aja, biar hati lo lega" ucap Olin pelan.
Akhirnya satu tetes air mata mengalir dipipi Rey. Pria itu menutup matanya dengan satu tangan, merasa kalau dia terlalu mudah dibodohi Vinka.
"Dan saat gue nangis tanpa sebab hari itu. Itu karena gue salut sama pengorbanan Kak Vinka" terang Olin.
Rey mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Makasih lo udah kasih tau ini ke gue"
Kini Olin yang menganggukkan kepalanya sembari tersenyum manis.
"Kak Vinka curhat sama lo, berarti lo orang yang sangat dia percaya"
"Gue mohon, lo jangan pernah pergi dari sisi gue Lin"
"Gue butuh lo, gue rapuh tanpa lo" tutur Rey pelan.
"Kalau Tuhan mengkehendaki, kita bakalan terus bersama kok Rey"
Olin tersenyum kearah Rey, dibalas pria itu dengan senyuman manis.
Semoga aja kali ini lo nggak ngecewain gue lagi Rey. Gue udah penat, batin Olin.
"Gue pastiin, nggak akan ada air mata yang terbuang percuma lagi dari mata lo"
•••
Kevin duduk disebuah bangku kayu yang berada di dekat taman komplek. Fikirannya tadi kacau, bahkan dia merutuki diri sendiri karena dia memukuli Rey sampai babak belur.
"Goblok banget sih gue" ucap Kevin pelan.
"Kamu nggak goblok kok, cuma rada emosian aja" sahut suara dari belakang Kevin.
Pria itu menoleh, Nita tersenyum manis kearahnya. Gadis itu berjalan memutari bangku lalu duduk tepat disamping Kevin.
"Aku nyesel udah mukulin Rey" ucap Kevin lirih.
Nita mengelus-elus pundak kekasihnya itu. Dia tau Kevin melakukan itu untuk membela adiknya. Dan merasa tidak terima karena Olin kembali disakiti oleh Rey.
"Sekarang kamu telpun Rey, kamu minta maaf sama dia. Lelaki gentle itu yang berani minta maaf duluan" ucap Nita memberi semangat.
Kevin mengangguk-anggukkan kepalanya pelan lalu merogoh sakunya untuk mencari ponsel. Saat sudah ketemu, dia mencari kontak Rey lalu menghubunginya.
"Hallo? Ada apa Vin?" terdengar suara dari seberang.
"G_gue mau_ mau minta maaf,_ buat yang tadi_gue terlalu_emosian" Kevin tergagap.
"Santai aja Vin, gue ngerti perasaan lo"
"Gue akan lakuin hal yang sama kalo gue ada di posisi lo" tutur Rey.
"Thanks banget sob"
"Iya, sans"
Kevin mematikan sambungan telepun. Rasanya lega saat Rey sudah memaafkan dirinya.
"Makasih Nit, kamu selalu ada buat aku"
"Udah kewajiban aku sebagai pacar kamu" jawab Nita sembari tersenyum.
"Btw, kalo aku ikut-ikutan lamar kamu gimana?"
•••
Yukk komen...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Ketos |2| Lengkap✔
Romance"Apa?," sahut Rey tidak mengerti. Olin mendengus kesal. "Huft, anterin kekelas," rengek gadis itu bak anak kecil. "Emangnya kelas lo baru?. Lo lupa jalan kekelas?," pertanyaan dari Rey yang membuat Olin mati kutu. "Ihh!, romantis dikit kek. Kaya pas...