Part 3 - Dia Lagi

1.7K 101 0
                                    

Didalam bus Olin terus menerus menunduk karena dia menahan air matanya. Tidak mungkin dia akan menangis di bus umum. Dia masih punya urat malu juga, apalagi ini masalah pribadi.

Tanpa dia sadari ada seorang pria yang duduk tepat disampingnya. Pria itu mengulurkan sebuah sapu tangan bermotif pisang. Sangat menggemaskan.

Olin perlahan mendongakkan kepalanya menatap orang yang berada disampingnya. Manik matanya membesar untuk sejenak.

"Kak Azka? Ngapain disini kak?."

Azka tertawa pelan. "Terima dulu sapu tangannya,"

Dengan perasaan ragu dan canggung yang bercampur aduk Olin menerima sapu tangan itu. Dia mengusap air matanya perlahan. Aroma mint tercium dari sapu tangan yang dia pegang.

"Gue tadi jalan jalan didaerah sana." jawab Azka.

Olin hanya manggut manggut mengerti. Tangisannya sudah berhenti walau hatinya masih sangat sakit dan perih. Nyatanya dia juga sama seperti gadis lainnya yang cengeng dan manja.

"Eh, nanti sapu tangannya gue cuci dulu ya kak."

Kini Azka yang manggut manggut. Tidak masalah baginya, bahkan kalau Olin mau memiliki sapu tangan itu juga tidak apa apa.

"Lo kenapa nangis?." tanya Azka pelan.

Gadis itu menjawab dengan gelengan kepala lalu dia tersenyum tipis. "Cuma sedih tadi habis nonton drakor, ceritanya bikin baper. Hehe,"

Azka tau gadis ini berbohong, namun dia tidak ingin Olin risih jika dia memaksa untuk bertanya. Dia tau ini privasi bagi Olin. Walau sebenarnya dia sangat ingin tau dan ikut campur.

"Yaudah kak, gue turun duluan."

"Okey,"

•••

Rey tengah duduk didepan mamanya dengan tangan mengepal penuh emosi. Mamanya itu sedang marah marah padanya. Rey sendiri tidak tau, padahal mamanya yang salah.

"Kamu itu cari pasangan yang baik buat masa depan!. Nggak begajulan kaya Oliv itu,"

"Olin ma," Rey memberi penekanan.

Winda menghela nafas kasar, bahkan sempat pria itu membenarkan nama Olin. Dia tidak habis fikir, diberi pelet apa Rey, kenapa bisa dia sangat cinta dengan gadis bernama Olin itu.

"Pokoknya kamu harus putusin dia sekarang!. Apalagi dia adiknya Arkan!. Sadar Rey! Apa yang udah Arkan lakukan sama kakak kamu."

Memang Arkan telah membuat kakaknya mengalami gangguan jiwa. Tapi itu kan ulah arkan, bukan salah Olin. Lagipula Olin juga menjadi korban pria tidak berperikemanusiaan itu.

"Yang salah Arkan!, bukan Olin."

"Tetap saja!. Pokoknya mama nggak mau kamu bawa gadis itu kesini!."

Winda langsung melenggang pergi sesaat setelah dia mengatakan kalimat tegas itu. Sementara Rey tengah dibuat bimbang. Dia mengacak rambutnya frustasi, apa lagi ini?!

Rey meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja. Dia mencari nomor Olin. 'Pacar Tersayang' itu nama kontak Olin. Gadis itu sendiri yang menamainya.

Rey to Pacar Tersayang
Maaf soal tadi

Pacar Tersayang to Rey
No problem

Rey to Pacar Tersayang
Lo marah?

Tidak ada jawaban dari Olin selama beberapa menit. Bahkan pesan Rey tidak dibaca padahal gadis itu sedang online saat ini.

•••

Olin duduk dikasurnya dengan ponsel yang dia genggam dengan erat. Ada pesan masuk dari Rey, namun dia sengaja tidak membacanya. Dia sedang enggan membahas masalah tadi.

"Olin! Ngamar mulu!. Itu dicariin Rey!,"

Gadis itu hanya diam sambil menatap mamanya dengan tatapan datar. Biarkan saja Rey datang, kalau perlu suruh ngobrol sama mamanya saja.

"Mama aja gih temenin dia ngobrol,"

"Dia cariin kamu oneng!," Laras melenggang pergi.

Lagi lagi Olin menghela nafas pasrah. Dia berjalan menuju ruang tamu sambil memeluk boneka beruang yang sangat dia sayangi. Agar dia tidak menangis saat melihat wajah Rey.

Benar kata mamanya, Rey duduk diruang tamu dengan wajah cemas sesekali meremat remat tangannya. Dia merasa sangat bersalah kepada Olin. Apalagi dia tidak mengantarkan gadis itu pulang tadi.

"Lin,"

Olin menunduk menatap jari jemari kakinya. Benar kan, saat melihat wajah Rey saja Olin sudah teringat dengan kata kata makian mama Rey. Karena pria itu sangat mirip dengan mamanya.

"Maaf soal tadi. Lo marah?,"

Gadis itu menggeleng pelan lalu duduk dihadapan Rey masih dengan wajah menunduk. Dia tidak mau tangisnya pecah dihadapan pria ini.

"Lo mau nangis?."

"Enggak." sahut Olin cepat.

"Beneran?." goda Rey.

Olin menganggukkan kepalanya lalu meremas kaki boneka beruangnya. Rasanya dia sudah tidak tahan menahan tangisan. Dadanya terasa begitu sesak dan sakit.

"Liat gue dong kalo gitu."

Dengan terpaksa Olin mendongak dan menatap Rey, pria itu tetap dengan wajah datarnya dan suasana hati tenang. Walau sebenarnya dia hancur melihat Olin cuek padanya.

"Gue tanya sekali lagi, beneran nggak mau nangis?".

Hening untuk beberapa detik, kemudian..
.
.
.
.

"Huaaaaa!,"

Olin menangis dengan keras seperti anak kecil yang tidak dibelikan permen. Mulutnya menganga lebar dan matanya terpejam. Sangat menggemaskan menurut Rey, walau dia sendiri tidak tega.

Pria itu berjalan mendekat lalu memeluk Olin dan mengusap usap puncak kepala gadis itu. Gadis itu menangis sesenggukan dibalik dada bidang Rey. Sungguh hatinya hancur.

"Maafin gue Lin, maaf."

•••

Yang kepo kelanjutan ceritanya jangan lupa follow, coment, and vote.

Kalian mau cepet-cepet up?

Gampang kok, tinggal coment aja banyak-banyak biar author semangat up-nya.

Salam hangat dari author🤗

Cool Ketos |2| Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang