Prolog

14.6K 1.2K 447
                                    

Seorang anak berusia 10 tahun tengah berlatih pedang dengan ayahnya. Rambut panjang sepinggangnya berayun mengikuti gerakan tubuhnya. Panas terik tak menurunkan semangatnya untuk berlatih.

"Hah...hah..." Deru nafas mulai tak beraturan.

"Baik cukup sampai disini."

"Ha'i, arigatou otou-san."

Sang ayah hanya tersenyum sebagai balasan sambil melihat putrinya berlari menuju teras tak berapa lama ia pun ikut beristirahat disana.

"Otou-san, aku ingin berlatih dengan pedang asli lain kali, boleh ya..." katanya sambil menggembungkan pipinya.

Melihat tingkah imut putrinya tentu saja ia tidak bisa menolaknya, "baiklah, nanti ayah akan meminta pamanmu menempa pedang untukmu."

"Hore..." Anak itu langsung memeluk ayahnya, "arigatou otou-san."

.
.
.

Kegiatan sehari-hari masih sama seperti sebelumnya, berlatih pedang hingga lelah. Tak terasa sudah 2 minggu waktu berlalu, seorang pria dengan tubuh pendek datang ke kediamannya.

"Paman..." Anak itu langsung berlari mengabaikan latihannya.

"Ah, (y/n) kamu sudah besar sekarang ya."

"Tentu saja," jawabnya sambil mengantar pamannya masuk kedalam rumah.

Mereka pun duduk disebuah ruangan. "Ini pedangmu." Katanya sambil memberikan sebuah pedang. Tanpa basa-basi anak itu langsung mengambilnya. Sang ayah yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Coba tarik pedangnya."

Anak itu menganggukkan kepalanya sembari menarik bilah pedang dari sarungnya. Pedang itu berubah warna menjadi merah sewarna darah. (lebih gelap dari pedang Yoriichi)

"Woah..., Lihat warnanya berubah."

"Merah darah?" Kedua pria itu terkejut dengan perubahan warna pada pedang yang disebut nichirin tersebut.

"Hm? Memangnya kenapa dengan warna ini?" Tanya anak itu penasaran.

"Aku belum pernah melihat pedang dengan warna ini sebelumnya," jawab lelaki pendek itu.

"..."

"Baiklah, aku kemari hanya untuk mengantar pedang saja, aku akan kembali sekarang. Jaga dirimu baik-baik dan giatlah berlatih."

"Ha'i"

.
.
.

Berlatih, berlatih dan berlatih, itulah yang dilakukan (y/n) setiap harinya. Tanpa kenal lelah ia terus berlatih. Disaat anak seumurannya sedang asik bermain ia hanya fokus berlatih, tidak salah jika ia dibilang maniak latihan.

Kali ini malam terasa lebih dingin dari sebelumnya, bukan karena susah memasuki musim dingin, tapi suasananya terasa mencekam, seakan-akan ada yang akan berkunjung malam ini. (y/n) yang tengah bersiap untuk tidur mendengar suara gaduh didepan rumahnya. Ia hanya mengintip dari celah pintu dan terkejut melihat apa yang ada dihadapannya. Ayahnya berlumuran darah sambil terus menyerang seseorang bertopi, (taulah siapa) sedangkan ibunya sudah tergeletak di tanah.

Menyadari kehadiran seseorang yang mengintip, orang itu langsung menyerang kearah pintu dan nyaris mengenai (y/n) jika tidak dihadang oleh ayah (y/n) namun hal itu membuat lukanya semakin parah.

"(y/n) larilah!"

(y/n) yang shock dengan apa yang dilihatnya hanya terdiam mematung hingga suara teriakan ayahnya membangunkannya.

"Lari!"

"Tidak! Aku akan membantumu." (y/n) mengambil nichirinnya mencoba menyerang orang tersebut.

Kimetsu no Yaiba: Silent AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang