PART 27

34 2 0
                                    

"Gimana keadaan suamiku Karla?" tanyaku serius.

Karla menatapku sedih, apakah yang terjadi? Karla membaca beberapa data kesehatan Jack secara detail dan teliti.

Aku terus memperhatikan gerak-geriknya yang tampak serius.

"Apakah Jack bisa sembuh?" tanyaku lagi.

Karla menghembuskan nafas lelah lalu menatapku nanar.

"Maaf, Nhur suamimu kesehatannya semakin memburuk, walaupun kita sudah menjalankan beberapa terapi tapi belum tentu bisa menyembuhkan total hanya bisa memghambat sel kankernya apalagi kankernya sudah stadium akhir, aku benar-benar minta maaf," jelas Karla.

Hatiku hancur berantakan seperti tertimpa batu besar.

Setelah mendapatkan info tentang kesehatan Jack aku pun keluar dengan lunglai aku merasa putus asa, apakah ini takdir yang sudah ditentukan oleh allah?

Aku memesan taksi untuk pulang menuju rumahku, sesampai disana mataku terbelalak saat melihat Jack pingsan dilantai kamar.

"Mas!" jeritku keras, aku segera berlari kearahnya.

"Mas!" panggilku lagi, aku bingung apa yang harus aku lakukan?

Aku mencoba berpikir keras, alhasil terlintas namanya "James."
Aku pun menelpon James dengan wajah gusar.

"Kumohon angkat hiks pliss."

Tut tut tut ....

"Anj*ng," umpatku kesal dan menelponnya lagi.

Tut tut tut tiit ....

"Hallo, Nhur ada apa?"

"James cepat kesini, Jack hiks."

"Ada apa dengan Jack?"

"Gak usah banyak tanya sialan cepat kesini hiks!" bentak.

"Ba--baiklah g--gue segera kesana," jawab James gugup.

Aku tahu kalau aku sudah beberapa kali mengumpat bahkan sudah membentak James yang notabene gak tahu apa-apa.

Tapi makluminlah atas sikap karena aku melakukan itu ada alasannya yang super jelas.

James akhirnya sampai dan tanpa basa-basi kami segera membopong Jack ke rumah sakit.

Akhirnya yang ku takuti telah terjadi, apakah Jack bakal bener-bener ninggalin aku sendiri disini?

"Mas kumohon bertahan hiks," pintaku lelah.

Sesampai disana Jack langsung tangani oleh para dokter ke rungan VVIP dirumah sakit.

Aku dan James menunggu sampai beberapa jam tapi para dokter tak kunjung keluar dari ruangan itu, aku terus berdoa tanpa henti.

Aku sontak berdiri saat dokter sudah keluar dari ruangannya.

"Disini siapa yang bernama Nhur?"

"S--saya Pak, saya istrinya."

Dokter menatapku sendu dan berkata, "Tuan Jack ingin menemuimu."

Tak habis pikir aku langsung berlari ke dalam ruangan VVIP tempat suamiku berada saat ini.

"Uhuk-uhuk dek." panggil Jack seraya mengangkat kedua tangan mencari wajahku.

Aku langsung menghampirinya dan menggengam tangannya.

"Ya Mas?"

"Aku cinta kamu sayang."

"Mas, bisa gak jangan bilang gitu seakan-akan Mas bakal ninggalin aku hiks," tangisku mulai pecah.

Setelah lima bulan penyakitnya mulai parah, sepertinya hal yang ku takuti akan terjadi.

Aku terus mengenggam tangannya erat aku gak mau melepaskannya walau hanya sesaat.

"Dek, Mas boleh minta sesuatu gak?"

Aku menatapnya nanar, apa yang bakal ia minta? Kalaupun ia meminta hal aneh aku sanggup melaksanakannya.

"Apa Mas?"

"Kalau Mas sudah pergi, tolong menikahlah dengan pria yang tulus mencintaimu, menerima kamu apa adanya bukan ada apanya."

Aku menggelengkan kepala pelan, mengapa ia memintaku menikah lagi padahal aku ingin setia dengannya.
Aku terus menangis didalam dadanya, aku gak peduli sampai baju pasiennya basah karena air mataku.

Terdengar pintu terbuka dari belakang, aku menoleh sekilas ternyata mereka keluarga suamiku dan tak lupa bibi Nira juga ada disana menatapku sendu.

Aku terus menangis, ya allah aku ingin bahagia dengan suamiku tapi mengapa kau mengambil suamiku secepat itu padahal belum tentu aku bisa membahagiakannya.

"Dek, jangan nangis dong uhuk uhuk sebelum Mas pergi tolong tersenyumlah," pinta Jack

Aku gak bisa tersenyum pipi masih dibanjiri oleh lelehan hatiku.

"Kumohon tersenyumlah untukku," pintanya sekali lagi.

Aku tersenyum paksa didepannya seakan-akan gak ada beban hidup walaupun Jack tidak bisa melihat senyumanku tapi ia tetap bisa merasakannya,  Jack tersenyum menatapku.

"Sepertinya uhuk benar katamu percuma punya badan gede kalau imunitas lemah hehehe."

"Mas hiks."

"Nhur bisakah kau tuntun aku membaca syahadat untuk terakhir kalinya? aku ingin membaca al-qur an bersamamu seperti dulu, padahal aku memimpikan kita salat bersama anak-anak kita."

"I--iya Mas." Aku menyanggupi permintaannya.

Dan mulai menuntunnya membaca syahadat dari awal sampai akhir, Jack dengan nafas tersengal-sengal mengikuti dengan khidmat hingga terdengar suara.

Tiiiiit ....

"Mas," panggilku pelan sambil menguncang badannya pelan.

Namun tak ada reaksi darinya aku terus memanggil namanya.

"Mas, bercandakan hiks, kumohon buka matamu hiks."

Aku menangis keras ternyata Jack sudah pergi bersama malaikat izroil.

"Mas maafkan aku tidak bisa membahagiakan mu Mas hiks maafkan aku," ucapku.

Aku tak henti-henti menangis, semua orang berhamburan memanggil-manggil dokter.

Aku sedikit tersentak, dimana ia pergi dalam keadaan tersenyum, dengan terpaksa aku membalas senyumannya dengan keluh.

Itulah kehidupan, dimana ada dua fase yang harus dihadapi oleh manusia yaitu datang dan pergi.

Apakah ini rasanya fase kepergian sesungguhnya?

Dimana kita dalam fase sayang-sayange si doi malah diambil orang tapi yang ambil bukanlah manusia alias pelakor tapi ajal.

Hatiku gelap ....

Jack suamiku semoga kau berada disisi allah amin ....

BERSAMBUNG ....





Bossku Mantanku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang