Perfect Family (Ending)

49.8K 2.1K 293
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Republish: Selasa, 09 Agustus 2022.

Selamat membaca kisah Keisya dan Zaid 🤍

Perfect Family (Ending)

***

Pagi ini setelah dua tahun lamanya dia tidak memasak untuk sang suami, kini dia sudah berada di dapur setelah selesai salat subuh untuk membuat sarapan. Keisya tersenyum senang, seperti tujuh tahun yang telah berlalu, setiap kali dia memasak untuk Zaid, dia merasa berbunga. Hatinya tenang dan sembari melantunkan shalawat, tangannya terus bekerja memasak nasi goreng sosis kesukaan Berlian dan juga suaminya. Setelah memastikan rasanya pas, Keisya memindahkannya ke dalam mangkuk besar dan meletakkannya di atas meja makan. Wanita itu menata piring, sendok, dan gelas dengan rapi di atas meja. Tidak lupa menuangkan susu di kelas sang putri, dan juga membuatkan teh untuk Zaid dan ayah mertua.

Setelah merasa semuanya selesai, Keisya berjalan ke arah tangga hendak memanggil Zaid. Namun, ternyata laki-laki itu sudah turun bersama Berlian. Keisya menyambut dengan senyuman termanisnya, lalu berjalan di samping Zaid menuju meja makan. Tidak lama setelah itu, ayah dan ibu mertuanya juga turun karena keduanya memang masih tinggal di sini berbeda dengan Asma yang sudah diajak pulang oleh suaminya kemarin.

"Selamat pagi, Bun, Yah." Keisya menyapa ramah.

Lila dan Haris membalas sapaan dengan senyuman serta usapan lembut di kepala sang menantu. Mereka semua duduk di tempatnya dan mulai makan setelah membaca doa. Keisya memperhatikan semuanya dalam diam, matanya berembun menahan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan dengan ungkapan kata-kata. Dulu dia selalu melakukan ini, menjadi istri dan menantu yang baik, tapi tidak pernah sebahagia hari ini. Mungkin karena hari ini mereka semua berkumpul karena cinta dan kasih satu sama lain, bukan lagi sebuah formalitas dan penghargaan saja.

Keisya masih ingat bagaimana dua tahun yang lalu, dia berkata dengan lirih meminta cinta Zaid,  tapi suaminya hanya membalas dengan memintanya beristirahat seolah rasanya hadir karena dirinya yang tidak sehat. Keisya enggan mengingat kejadian itu, namun tetap saja melupa bukanlah sebuah hal mudah dilakukan dalam waktu yang singkat.

"Sya, kenapa kamu menangis, Nak?" Lila yang menyadari sang menantu bukannya makan malah menangis bertanya.

Keisya menghapus air matanya, lalu tersenyum.

"Gak papa, Bunda. Keisya cuman ngerasa senang bisa ngelakuin kewajiban Keisya untuk melayani suami dan juga keluarga Keisya. Ini air mata bahagia, Bun."

Lila tersenyum. Zaid yang duduk di samping Keisya mengelus kepala sang istri lengkap dengan senyuman hangat yang dia beri.

"Kalau bahagia, tersenyumlah, Sya. Jangan menangis." Zaid berucap lembut.

Keisya mengangguk cepat, lalu mengukir senyuman sesuai permintaan sang suami. Selanjutnya, dia juga ikut makan ketika Berlian menyuapinya. Kebahagiaan yang indah itu sederhana, hanya dengan berkumpul bersama keluarga saja sudah terasa luar biasa. Apalagi untuk seorang Keisya yang tumbuh dengan luka, setiap bahagia terasa begitu berharga. Kebahagiaan itu memang tidak sama porsinya untuk setiap insan, tapi tergantung seberapa bisa seseorang bisa bersyukur atas apa yang Allah berikan. Karena jika diberi harta sebanyak apapun, kalau tidak bersyukur akan tetap terasa kurang. Tapi, jika dia bersyukur maka diberi sekecil apapun, dia mampu menyikapinya dengan sikap yang qanaah.

KEISYA (Tolong, Cintai Aku Juga) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang