Bagian 17 | Senyuman Cerah

28.4K 2.5K 179
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Updated on: Jum'at, 07 Agustus 2020
Republish: Selasa, 29 Maret 2022


***

Selamat membaca cerita Keisya dan Zemi.

Vote sebelum membaca dan tinggalkan komentar.

Follow Ig: ayusumbari

Bagian 17 | Senyuman Cerah

()()()

Berlian berteriak heboh ketika sang kakek mengatakan jika semalam uminya sudah sadar. Mata yang redup itu kembali bersinar, senyuman yang kemarin lenyap kembali terukir lebar. Kaki pendeknya berlari menuju kamar, mengganti baju dan memasang hijab instan yang menutupi dada. Berlian kembali turun, berjalan cepat ke arah kakek dan neneknya yang sedang sarapan. Anak kecil itu duduk di kursinya, menatap dua orang dewasa dengan bertopang dagu menambah kesan gemas di pipi putih kemerahannya.

Lila yang lebih dulu menyelesaikan makan, bertanya pada Berlian. "Lian gak makan?"

"Makan. Nanti sama Umi di rumah sakit," jawabnya semangat.

Lila tersenyum, mengelus lembut kepala yang tertutup hijab itu. "Makan dulu, nanti baru kita berangkat ke rumah sakit," ujar Lila perhatian.

Kepala Berlian menggeleng. "Mau makan sama Umi," jawab Berlian senang. Matanya menatap sang kakek yang juga sudah selesai makan. "Kakek, ayo pergi!" ajaknya semangat.

Harits tersenyum dan mengangguk. Kemudian, menggendong Berlian dan bersiap pergi. Cucu cantiknya itu tersenyum dan kembali ceria. Dia juga menceritakan apa yang akan dia lakukan bersama sang Umi nantinya.

***

Keisya memeluk Berlian erat, air mata kebahagiaannya luruh. Dia menciumi pipi tembem itu gemas, sang putri tertawa senang. Berlian menghalangi Keisya untuk menciumnya, dia menangkup pipi tirus Uminya dan menghapus air mata Keisya lembut. Berlian tersenyum manis, dia mencium kening Keisya lama. Zaid yang duduk di sofa hanya tersenyum melihat dua wanita yang paling berharga dalam hidupnya itu tersenyum dan tertawa berdua. Sedangkan, ayah Zaid tadi langsung pergi lagi karena ada urusan. Beliau hanya mengelus kepala Keisya sebentar dan berkata senang karena sang menantu sudah membuka mata.

"Umi gak boleh nangis lagi. Umi Lian itu kuat, jadi gak boleh nangis." Berlian berucap lembut.

Keisya mencium pipi Berlian cepat. "Hm, Umi nggak akan nangis lagi."

Berlian lagi-lagi mengukir senyuman. Dia menepuk-nepuk kepala Keisya seperti seorang Ibu yang bangga pada anaknya.

"Umi yang pintar."

Keisya tertawa, lalu menghujami wajah Berlian dengan kecupan cepat. Keisya tidak akan henti-hentinya bersyukur karena memiliki seorang putri seperti Berlian. Keduanya menoleh ketika Zaid mendekat. Keisya tersenyum ketika Zaid memeluknya dan juga Berlian. Ini kebahagiaan yang nyata, bukan lagi imajinasi yang dia buat di malam hari. Ini kebahagiaan yang selama ini dia impikan, selama ini dia khayalkan. Tetapi, kali ini Allah mengizinkannya untuk merasakan itu secara nyata. Allah sudah mencabut semua dukanya dan memberinya begitu banyak rasa bahagia.

KEISYA (Tolong, Cintai Aku Juga) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang