Hari kemenangan telah tiba. Para pasukan Aesteler telah pulang dengan keberhasilan mereka. Sorakan kebahagiaan menyambut dengan penuh semangat. Nyanyian kebahagiaan menggema di seluruh penjuru ibu kota kerajaan Aesteler.
Antonio pulang dengan gagah berani menunggangi kuda putih dengan mengenakan jubah kerajaan. Saat mereka sampai di istana Asyla segera berlari memeluk Antonio dihadapan semua orang. Ia tersenyum bahagia. Sementara itu kakinya menginjak sepatu Antonio dengan sangat kuat namun tak ada yang memperhatikannya. Ia sengaja mengenakan hils yang paling runcing agar sakitnya lebih terasa.
"Seratus anak katamu? Silahkan saja asalkan kau tak menyentuhku, kau yang mengandung, dan melahirkannya," bisik Asyla dengan nada mengancam.
Antonio tersenyum miring mendengar perkataan Asyla. Ia ingin menghentikan amarah singa betina dihadapannya dengan mengelus rambut singa itu. Namun, saat ia hendak mengelus rambut gadis itu, ia melihat Asyla memperhatikan sesuatu yang ada di belakang dirinya dengan tatapan terkejut. Di sana ada Hamel yang sedang menunggang kuda bersama dengan seorang gadis yang terluka.
"Bagaimana bisa dia di sini?" Asyla berkata dengan sangat pelan. Fokus penglihatannya tertuju pada gadis itu.
"Apa yang kau lihat?"
"Bagaimana gadis itu bisa bersama kalian?" tanya Asyla.
"Apa kau mengenalnya?"
"Iya eh maksudku tidak aku baru pertama kali melihatnya sungguh aku tidak bohong"
Perkataannya sangat ambigu. Tidak ada yang menuduhnya berbohong. Meski mengatakan tidak kenal, Asyla terus terusan saja menatapnya dengan cemas.
"Aku menemukannya tergeletak tak berdaya di jalan"
"Apa karena serangan bandit?"
"Bagaimana kau bisa tau?"
"Kau kaisar bodoh coba fikir sendiri dengan otakmu," ucap Asyla berjalan menjauhi Antonio. Ia menghampiri gadis itu dan menyambutnya dengan hangat.
"Selamat datang di kekaisaran Aesteler. Namaku Asyla Khaira de Mocassion. Aku telah mendengar apa yang kau alami dari suamiku. Nona, izinkan aku mengantarmu ke kamarmu kau pasti kelelahan"
"I iya, terimakasih Asyla"
Hamel menatap gadis itu dengan tatapan tidak suka karena telah lancang memanggil nama depan seorang permaisuri. Namun Asyla dapat memahaminya. Felicia tidak tau kalau dia adalah seorang permaisuri. Ashe juga tak seperti Ashe yang ada dalam novel yang ia buat. Dulu saat kedatangan Felicia, Ashe menyambutnya dengan hangat tapi sekarang justru Ashe acuh tak acuh pada gadis itu.
Hamel dulu adalah pengikut setia Felicia yang bahkan mati karena memberontak pada Antonio. Asyla tersenyum samar melihat tatapan orang pada Felicia. Semua berjalan tak seperti novelnya. Bolehkah ia merasa lega?
Pesta perayaan kemenangan sedang berlangsung. Para bangsawan dan prajurit yang berperang diundang untuk merayakannya di istana bersama pasangannya sedangkan para rakyat biasa akan merayakan pesta itu di alun alun kota. Ada festival rakyat yang di biayai kerajaan di sana.
Asyla dengan anggun berjalan memasuki aula pesta dengan didampingi oleh Antonio. Satu hal yang ia benci dari pesta ini adalah kenyataan bahwa dirinya tak bisa berdansa. Ia tak mungkin membuat nama Aesteler menjadi buruk karena permaisurinya tak bisa berdansa. Dia bukannya tak bisa menari. Dansa bukanlah gaya Indonesia. Asyla cukup ahli dalam menarikan tari piring, tari pasambahan maupun tarian dari ranah minang lainnya. Beberapa tarian daerah Indonesia lainnya juga ia kuasai. Tapi sekali lagi dangsa bukanlah gaya Indonesia.
Saat sampai di Aula para tamu menyambut mereka dengan hormat. Sebagai pembukaan acara kaisar dan permaisuri haruslah berdansa terlebih dahulu. Namun, Asyla punya cara sendiri untuk menutupi kenyataan bahwa ia belum pernah berdansa sama sekali. Di sana ada Ana, dan Ashe. Ada sebuah payung besar yang berada di tangan Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penulis & Dunia Novel [Tamat]
FantasyStatus : Tamat Up date: - Penyihir? Itu kata pertama yang aku dengar saat berada di dunia ini. Tanpa diizinkan mengucapkan sepatah katapun mereka langsung menyeretku ke suatu tempat yang tak asing bagiku. Tempat dengan rumah-rumah pohon. Rambut mere...