Bagian 29

374 60 5
                                    


Luka mental lebih menyakitkan dari luka fisik karena luka fisik terlihat sedangkan mental tersembunyi dalam hati

Happy Reading

Setelah 3 hari lamanya beristirahat, aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Untung saja aku dulu hidup di era modern jadi ilmu secuil apapun bisa sangat berguna saat ini. Aku harus menemukan ayahku sebelum duke bangkit. Hanya dia yang tau di mana duke terkubur.

Ada sesuatu masalah besar yang harus aku tangi terlebih dahulu. Ini tidak bisa diselesaikan oleh siapaun. Aku menatap benda tabung berisikan cairan hijau yang ada di hadapanku. Hamel menatapku dengan tersenyum penuh harapan.

"Haruskah ku minum?"

"Menurut anda" senyumnya tipis. Aku mencoba melirik ke arah Ashe namun tatapan yang aku dapatkan justru lebih mengerikan dibandingkan tatapan hamel.

Jus seledri, tidak ada minuman yang lebih mengerikan dibandingakn itu. Sejak aku sakit, Ashe dengan rutin membuat minuman itu. Mereka mencoba menghindarkanku dari pekerjaan berat.

Aku juga sudah mendapatkan surat dari Antonio yang mengatakan bahwa ia akan segera kembali. Aes dan Aster beberapa kali mengunjungiku. Antonio masih belum bisa sihir karena itu ia tak bisa ke sini semaunya.

Selama ini ayahku mengalami hal buruk. Akan tetapi aku tak membenarkan tindakannya ini. Dia tak seperti ayah yang aku kenal. Aku sudah mati bagi ayahku.

"Yang Mulia sebaiknya anda segera meminumnya," ucap Ashe sambil tersenyum.

Dengan sangat terpaksa aku meminum cairn hijau itu dengan membayangkan sedang meminum sebotol Spr*t* yang katanya nyegerin. Rasanya sungguh sangak iuh. Sudah 3 hari lamanya aku meminum itu. Mengenai kenyataan bahwa jiwaku ini ah bukan raga ini milik anaknya Rpbert masih menjadi rahasia.

Dewi Fortuna sangat aneh, padahal ia bisa mengirim kakakku saja, kenapa harus aku? Apalagi aku di sini karena menjadikan tubuh kakakku sebagai wadah.

Akhir akhir ini Stela jadi sulit diajak bicara. Mungkin karena kehadiranku selalu membuat Delado histeris. Gadis bodoh dan pemarah itu. Ayahnya padahal tidak gila. Bisa bisanya dia menganggap ayahnya gila sungguhan.

Mungkin jika bisa aku akan mengajaknya untuk melamar pekerjaan di Indo**ar sebagai pemeran film azab. Ah, tidak. Lebih bagus jika ada sebuah film yang terispirasi dari sifatnya. Baik kalau begitu judulnya adalah "Azab Seorang Bapak yang Berpura-Pura Gila pada Anaknya" atau bisa kita buat koran dengan judul "Gara Gara Berpura-pura Gila Seorang Pria Menjadi Gila Sungguhan" atau gini saja "Delado si Idiot Gila"

Kenapa aku jadi menyumpahi kakak dari kakekku. Oh kakek ampuni dosa cucumu ini. Seharusnya aku menyumpahi kakek buyut bukan kakakmu.

Setelah mengabiskan obat rasa racun itu aku melanjutkan kegiatanku dalam membaca berkas berkas negara. Banyak sekali surah permohonan yang harus aku baca, bahkan surat izin pun juga ada. Mungkin aku perlu mempertimbangkan untuk memberi tugas bangsawan layaknya para anggota DPR. KPK juga sangat perlu untuk didirikan.

Aku masih belum bisa fokus karena bebarapa hal. Pertama, aku habis minum jus saledri. Kedua, aku lapar karena melihat dokumen negara yang berisikan nama makanan semua. Ketiga, saat ini aku tidak sendirian di ruangan ini. Ada orang yang mengawasiku.

Penulis & Dunia Novel [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang