Pagi hari itu cerah namun dinginnya menggila. Triss terbangun dan kedinginan sekujur tubuhnya, dia kurang tidur, namun memantapkan hati.
Dia yang terakhir turun ke aula. Dia menerima tatapan mata yang menghargai usahanya – dia mengganti pakaian bepergiannya dengan gaun yang sederhana namun menarik, dan mengenakan parfum sihir dan kosmetik biasa namun mahal. Dia menyantap buburnya sembari berbincang dengan para witcher tentang hal yang tak penting dan sepele.
'Air lagi?' gumam Ciri tiba-tiba, mengintip isi termosnya. 'Gigiku kebas saat minum air! Aku ingin jus! Yang biru!'
'Jangan manja,' tukas Lambert, memandangi Triss dari sudut matanya. 'Dan jangan menyeka mulutmu dengan lengan bajumu! Habiskan makananmu; ini saatnya latihan. Hari-hari semakin singkat.'
'Geralt.' Triss menghabiskan buburnya. 'Ciri jatuh di Jejak kemarin. Tak ada yang serius, namun itu karena pakaian badut yang dikenakannya. Itu tak muat, dan mempengaruhi pergerakannya.'
Vesemir membersihkan tenggorokannya dan memalingkan pandangan. Aha, pikir sang pemikat, jadi itu hasil kerjamu, ahli pedang. Bisa ditebak, tunik pendek Ciri terlihat seperti dipotong dengan pisau dan dijahit menggunakan mata panah.
'Hari-hari memang semakin memendek,' lanjut Triss, tak menunggu komentar. 'Tapi kita akan mengakhiri hari ini lebih cepat. Ciri, kau sudah selesai? Ikutlah denganku, jika kau mau. Kita akan menyesuaikan seragammu.'
'Dia sudah berlarian kesana-kemari mengenakan itu selama setahun, Merigold,' ujar Lambert marah. 'Dan semuanya baik-baik saja sampai..'
'... sampai seorang wanita datang, yang mana dia tak tahan melihat pakaian berselera rendah yang tak muat? Kau benar, Lambert. Tapi seorang wanita telah tiba, dan orde lama pun runtuh; waktu perubahan besar sudah sampai. Kemarilah, Ciri.'
Anak itu ragu-ragu, memandangi Geralt. Geralt mengangguk tanda setuju dan tersenyum. Menyenangkan. Sama seperti senyumnya di masa lalu saat...
Triss membuang wajahnya. Senyuman Geralt bukanlah untuknya.
Kamar Ciri yang kecil adalah replika sempurna dari barak para witcher. Sama seperti milik mereka, isi ruangan itu hampir tak berisi perabot dan barang lainnya. Nyaris tak ada apapun di sana kecuali beberapa papan yang dipaku untuk membuat ranjang, bangku dan peti. Para witcher menghiasi dinding dan pintu barak mereka dengan kulit hewan yang mereka bunuh saat berburu – rusa, lynx, serigala, dan bahkan wolverine. Di pintu kamar Ciri, tergantung kulit tikus besar dengan ekor bersisik yang buruk rupa. Triss menahan keinginannya untuk merobek barang busuk itu dan melemparnya keluar jendela.
Anak itu berdiri di samping ranjang, memandangnya penuh harap.
'Kita akan mencoba membuat karung ini lebih cocok di badanmu,' ujar sang pemikat. 'Aku punya bakat memotong dan menjahit, karena itu kurasa aku bisa menangani kulit kambing ini. Dan, kau, gadis witcher kecil, pernahkah kau memegang jarum? Pernahkah kau diajari hal selain membuat lubang pada karung jerami dengan pedangmu?'
'Saat aku berada di Transriver, di Kagen, aku harus memintal,' gumam Ciri enggan. 'Mereka tak mengajariku menjahit karena aku merusak kain linen dan menghabiskan benang; mereka harus mengulangi semuanya. Pemintalan benar-benar membosankan – cuih!'
'Benar,' Triss terkekeh. 'Sulit untuk mencari hal yang lebih membosankan. Aku juga benci memintal.'
'Dan haruskah kau melakukannya? Aku harus melakukannya karena... tapi kau seorang penyihir. Kau bisa menciptakan apapun! Gaun yang indah itu... apa kau membuatnya?'
'Tidak.' Triss tersenyum. 'Aku juga tak menjahitnya sendiri. Aku tak sepandai itu.'
'Dan pakaianku, bagaimana kau akan membuatnya? Menciptakannya dari sihir?'
KAMU SEDANG MEMBACA
The Witcher Book 3 - Blood of Elves
Fantasy"Perhatikan tanda-tandanya! Pertanda-pertanda apa ini jadinya, kukabarkan padamu: pertama-tama bumi akan dibanjiri darah Aen Seidhe, Darah para Elf..." Selama lebih dari satu abad, manusia, dwarf, gnome, dan elf telah hidup bersama dalam relatif dam...