Chapter 4.2

38 2 0
                                    

Benteng yang melindungi jembatan itu, dimana biasanya ada tiga prajurit, seorang pengurus kandang, pemungut pajak dan – setidaknya – beberapa orang yang melintas, dikerumuni orang-orang. Sang witcher menghitung paling tidak tiga puluh orang prajurit bersenjata ringan yang mengenakan warna kebesaran Kaedwen dan lima puluh pengusung perisai, berkemah di sekitar pagar kayu di bawah. Kebanyakan dari mereka berbaring di sekeliling api unggun, mengikuti aturan para tentara dimana kau tidur bila sempat dan bangun saat kau terjaga. Aktivitas yang sibuk terlihat dari balik pagar yang terbuka. Ada banyak orang dan kuda di dalam benteng. Di puncak menara intai, dua orang prajurit berjaga, dengan busur siap sedia. Di atas jembatan tua itu yang diinjak-injak oleh tapal kuda, enam gerobak pelayan dan dua kereta dagang terparkir. Di penghujung sana, berdirilah kerumunan sapi di atas kubangan lumpur.

'Tadi malam, benteng ini baru saja diserang.' Sang sersan mengantisipasi pertanyaannya. 'Kami baru saja sampai di sini dengan bala bantuan – jika tidak, kami hanya akan menemukan tanah yang hangus di sini.'

'Siapa yang menyerang kalian? Bandit? Perampok?'

Sang prajurit menggelengkan kepalanya, meludah dan memandangi Ciri dan Triss, terbungkuk di atas pelana kuda.

'Masuklah,' ujarnya, 'Pemikatmu itu akan rubuh dari sadelnya. Kami sudah merawat orang-orang yang terluka di dalam; tak ada bedanya bila ditambah satu lagi.'

Di pekarangan, di bawah gubuk yang atapnya terbuka, terbaringlah beberapa orang yang lukanya dibalut dengan perban penuh darah. Sedikit lebih jauh, di antara pagar kayu runcing dan sumur kayu, Geralt melihat enam tubuh kaku yang ditutupi dengan karung, yang darimana hanya terlihat sembulan beberapa pasang kaki yang mengenakan sepatu bot yang kotor.

'Baringkan dia di sana, di dekat orang-orang yang terluka itu.' Sang prajurit menunjuk gubuk itu. 'Oh, sir, sayang sekali dia sakit. Beberapa orang kami terluka saat pertempuran dan kami takkan menolak bantuan sihir. Saat kami menarik panah dari salah satu dari mereka, mata panah itu tersangkut di dalam perut mereka. Anak itu akan mati besok pagi... dan sang pemikat yang mampu menolongnya sekarang terkapar karena demam, dan memerlukan pertolongan kami. Waktu yang salah, kubilang. Waktu yang salah –'

Dia terhenti, melihat Geralt tak mampu memalingkan pandangannya dari mayat-mayat terbungkus karung.

'Dua petugas jaga dari sini, dua dari bala bantuan kami, dua lagi orang lain.' Ujarnya, menarik ujung karung itu. 'Lihatlah, jika kau mau.'

'Ciri, mundurlah.'

'Aku juga ingin lihat!' Anak perempuan itu mencondongkan badannya, memandangi mayat dengan mulut menganga.

'Mundurlah. Uruslah Triss.'

Ciri mendengus, dia enggan namun menurut. Geralt mendekat.

'Elf,' ujarnya, tak menyembunyikan kekagetannya.

'Elf,' prajurit itu membenarkan. 'Scoia'tael.'

'Siapa mereka?

'Bandit hutan, Scoia'tael.' Ulang si prajurit.

'Nama yang tak biasa. Jika aku tak salah, artinya adalah "Tupai"?'

'Ya, sir. Tupai. Mereka menyebut diri mereka dengan itu dalam bahasa elf. Beberapa orang berkata bahwa itu karena mereka terkadang mengenakan ekor tupai sebagai hiasan topi bulu mereka. Yang lain berkata itu karena mereka hidup di dalam hutan dan memakan kacang. Mereka semakin merepotkan, kubilang.'

Geralt menggelengkan kepala. Sang prajurit kembali menutupi mayat itu dan mengusap tangannya pada tuniknya.

'Kemarilah,' ujarnya. 'Tak ada gunanya berdiam di sini. Akan kuantar kau menemui komandan kami. Pesuruh kami akan mengurus pasienmu jika dia bisa. Dia tahu caranya merapikan dan menjahit luka dan memperbaiki tulang, mungkin juga dia tahu caranya meracik obat dan semacamnya pula. Dia orang yang cerdas, orang gunung. Kemarilah, witcher.'

The Witcher Book 3 - Blood of ElvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang