arcane.

150 28 10
                                    

"Minhee... keluarin Junho dari sini,"

Oranye mewarnai langit, jingga kemerahan menambah kemewahan goresan lukisan Sang Maha Besar. Terhitung sudah tiga jam lalu, namun Junho masih tetap berkata lirih, memohon agar Minhee mengeluarkannya dari sini.

Usahanya tetap nihil, jeruji berbentuk pintu kayu mahoni tersebut tetap tidak terbuka.

Tangan Junho sudah sedikit lecet dikarenakan jemarinya yang tak henti memukul pintu kayu dengan ritme tidak tentu.

Menangis? Rasanya seret.

Hanya satu yang Ia inginkan sekarang, pulang ke rumah. Bersama Yunseong.

Bersama tunangannya.




































"Hwang, bisa berhenti jedotin kepala lo ke kaca mobil gue, gak?" Bomin sedikit kesal melihat Yunseong yang terus menghentakkan kepalanya ke jendela.

Yunseong menatap Bomin pelan lalu mendengus.

Bomin sendiri sudah muak berada di dalam mobil selama dua jam hanya untuk melihat pemuda Hwang menyiksa kepalanya sendiri.

Bukan bermaksud menyepelekan hilangnya Junho, Ia sendiri khawatir dengan hilangnya tunangan sahabatnya, tapi apakah mereka tidak punya tujuan untuk melanjutkan pencarian dibanding diam didalam kendaraan beroda empat?

"Hwang, gue tau lo stres. Jangan bikin lo makin stres nyerempet gila karena hal konyol yang lo lakuin itu," ucap Bomin. "Cepat tentuin kita kemana, gue sudah gedeg sendiri sama pantat gue yang mulai rata."

"Pantat lo emamg rata dari dulu," decih Yunseong.

Bomin berdecak, "bangsat."

"Gue.. gue buntu banget pikirannya. Kira-kira kata lo Junho kemana, Min?" Tanya Yunseong yang membuat tensi Bomin teruji.

"GUE JUGA GAK TAU, YA???" Gas Bomin. Yunseong goblok, sudah tau Bomin gak tau apa-apa tentang Junho selain statusnya sebagai tunangan Yunseong, malah ditanya begituan.

"Santai anjing." Kata Yunseong yang membuat Bomin semakin kesal.

"KELUAR DAH LO DARI MOBIL GUE!" Ujarnya lalu menendang Yunseong.

Yunseong berdecih, "kurang ajar sama atasan."

"Udah diluar jam kerja, memang gue peduli." Ledek Bomin.

"Gue punya hak buat mecat lo, ya!" Ujar Yunseong.

"Kerja gue kompeten dan memuaskan, mungkin Tuan Hwang yang keberatan, Hwang kecil." Balas Bomin.

Yunseong mendengus.

"Dua hari lagi gue nikah anjing, masa calon gue ilang? Gak lucu," bacot Yunseong.

Bomin memukul pelan bahu Yunseong. "Sadar bahlul sadar, daripada lo ngoceh gak jelas dan bikin kepala gue hampir meledak gara gara ocehan aneh lo, kenapa lo gak make otak lo buat mikir, kira kira Junho di culik siapa? Atau kalo lu gak tau, lo seharusnya bisa mencurigai oknum oknum yang benci Junho, lo udah hidup sekitar sebulan lebih bareng Junho, harusnya lo tau."

Mendengar omelan Bomin, Yunseong jadi mikir.

"Min, tadi Bibi bilang soal sosok di jendela, ya?"

"Ya, kenapa?" Tanya Bomin.

Yunseong menjentikkan jarinya, "gue inget dia waktu di asrama pernah nangis terus muntah darah, nah waktu gue tanya kenapa, dia cuma sesenggukan sambil nunjuk ke jendela."

Seketika mereka beedua saling menatap.

"I've connect the dots, gue ngerasa pinter sekarang huhu, Mama maafkan anakmu ini yang baru memakai bakat turunan kepintaranmu semenjak setahun terakhir." Yunseong memasang wajah ala menangis secara dramatis.

Kalian gak usah heran, Yunseong punya banyak ekspresi.

Bomin menatap geli sahabatnya di samping.

"Oke, but can you figure out who's that?" Tanya Bomin yang kemudian membuat Yunseong mingkem lagi.

dasar.

"Idiot." Dengus Bomin.




(A/n) :

Hai hwehwe

about you [yunseong junho]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang