Jisu Part.3

84 17 105
                                    

Tersirat

Written by: whitegypsee
Selasa, 10 November 2020




*

“Aku mungkin tak pandai mengungkapkan perasaan dalam sikap, tetapi aku menyukaimu, menyayangimu, dan mencintaimu dengan sangat.”

*





Seoul, Musim Panas 2031


Tiga tugas kuliah berupa esai sudah aku selesaikan. Aku merapikan alat tulisku, lalu beranjak dari duduk meninggalkan ruang privat minimalis itu. Pintu ruangan itu menghubungkan langsung dengan area kafe bagian outdoor. Dari samping kafe, aku bisa melihat jelas satu-satunya adik laki-lakiku sedang bercanda tawa dengan gadisnya. Ada anak kecil yang duduk bersama dengan mereka—ah, keponakan pertama.

Aku berlari kecil menaiki tangga, lalu menghampiri pasangan muda-mudi itu dan anak kecil yang bersama mereka.

Aunty Jicu!” seru Vanno sekaligus memelukku. Aku mengusap pelan surai legamnya yang lembut. Aku tersenyum gemas.

“Kak Jisu di sini? Nggak kuliah?” celetuk Saeron begitu Vanno melepaskan pelukannya, sekarang ia memainkan jemariku.

“Hari ini nggak ada kuliah, cuma tugas doang. Ini aja baru selesai nugas,” jelasku. Aku melirik Renjun yang sedang asyik memakan kue pelangi. “Btw, ngelihat kalian datang sama Vanno berasa lihat keluarga kecil lagi quality time. Jadi, kapan kalian ngasih keponakan ke—”

Uhuk! Uhuk!” Renjun tersedak kue pelangi.

Saeron langsung panik, “Aduh, hati-hati dong makannya.”

Aduh, mataku. Kenapa aku harus melihat ke-uwu-an ini tepat di depan mataku?!

Aunty ....” Vanno menarik lenganku, membuatku berjongkok untuk menyetarakan tinggiku dengan bocah mungil itu.

“Kenapa, hm?”

Vanno merentangkan kedua tangannya, aku memeluknya. Sudah aku peluk, tapi ia malah menggantungkan kedua lengannya di leherku. Ah, minta digendong! Lucu banget, sih, kodenya anak kecil.

Aku berdiri sembari membopong Vanno, “Aigoo ... Vanno udah besar, ya,” gumamku yang entah bisa Vanno pahami atau tidak.

“Daripada ngurusin rumah tangga orang, nih, ya, mending kamu sama Kak Hendery buru dah nikah. Sebagai anak tertua ketiga, harusnya kamu dulu yang kasih kita keponakan,” celetuk Renjun usai baikan dari tersedaknya. “Ya 'kan, Sae?” adunya pada istri.

Aku mencebik, sedangkan Saeron meringis. Gadis itu menyikut lengan Renjun, “Ih, Renjun. Nggak boleh ngomong gitu sama kakakmu. Nggak sopan,” bisiknya.

“Tuh dengerin apa kata istri. Yang sopan sama kakak,” kataku.

“Malas.” Renjun melengos, lalu menyeruput lemonade-nya. Hm, sepertinya aku salah mencari topik pembicaraan. Pemuda itu sedang mode galak, walaupun seringnya memang galak.

“Vanno, mau ngehibur Uncle?” pintaku pada bocah mungil itu.

Vanno mengangguk-angguk lucu, lalu merengek turun. Ia menghampiri Renjun, menarik lengan kirinya membuat Renjun beranjak dari duduknya. Renjun bisa saja galak kalau ke saudari-saudarinya, tapi kalau ke keponakan yang masih kecil begitu ia mana bisa galak-galak. Justru aura kebapakannya malah keluar.

CCS UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang