Winter Part 1

49 18 56
                                    



Di tulis oleh : @mowchiesung
Sabtu, 19 Desember 2020


Korea Selatan, 2029

Aku memeluk lututku erat di atas kasur, sambil memandangi sebuah robot di atas meja. Itu hadiah dari Mama sebelum dia pergi meninggalkanku sendirian.

Mataku mulai berair, "Mama dan Papa bilang pergi sebentar hiks, tapi kenapa kata Bunda Wendy kalian sudah tidak ada?" lirihku. Aku benar benar sedih dan kesal, kenapa mereka pergi ke surga tanpa aku? Bukankah mereka jahat?

"Mama sama Papa ke Kanada ya, kamu di Korea dulu sama Daddy, nanti ada hadiah buat Minjeong" kepalaku pening mengingat kalimat terakhir yang Mama ucapkan.

Air mata mulai mengalir deras, aku benci ini. Aku benci di tinggal pergi oleh Mama dan Papa. Dengan kesal aku mengambil vas bunga lalu melemparnya hingga pecah. Aku mulai meraung raung sambil membanting semua yang ada di hadapanku. Teriakkan Daddy dan Bunda mulai terdengar dari balik pintu kamar.

"Nak tolong buka pintunya sayang! Ini bunda!" teriak bunda di sela sela tangisku. Aku tidak peduli dan mulai memunguti kaca yang ada. Bukankah lebih baik aku ikut Mama dan Papa ke surga kan?

Aku mulai menggores kasar tanganku, menghasilkan goresan panjang yang mengeluarkan banyak darah. Lalu aku mulai menghantamkan kepalaku berkali kali kearah meja, tak menghiraukan teriakkan orang lain di luar pintu kamar.

Kepalaku mulai pusing, aku jatuh terduduk di lantai. Lalu dengan samar aku lihat Daddy dan yang lainnya datang.

Aku tersenyum getir, "Daddy.. akh- aku mau ikut Mam-" lalu semuanya menghitam. Aku tidak dapat melihat apapun, semuanya ringan.





Aku membuka mata, ruangan putih dan alat alat. Mataku bergulir kesana kemari melihat sekitar, ini rumah sakit. "Akh- aku kenapa?" gumamku, pasalnya saat aku hendak duduk badanku terasa sakit.

Bola mataku menggulir, mencari sesuatu yang mungkin akan membantu. Tiba tiba pintu terbuka, menampakkan Jihan. Aku tersenyum, Jihan nampak akan menangis. Aku menggeleng lalu mencebikkan bibirku, memberitahukannya bahwa jangan menangis.

Jihan tersenyum bahagia, "sebentar aku kasih tau bunda" bisiknya pelan. Lalu dia keluar dari ruanganku. Aku tetap diam menatap kearah pintu, tak lama kemudian Bunda masuk lalu memelukku. Aku tersenyum tipis, lalu mataku mulai berkaca kaca.

Bunda mengusap suraiku lembut, "Bunda kangen sama Minjeong, kamu tidurnya lama banget, satu bulan ga bangun" ucapnya. Aku sedikit terkejut saat tahu bahwa aku koma selama satu bulan.

Aku menggeleng pelan, lalu menggenggam tangan Bunda lemah. "Aku gapapa Bunda" lirihku tanpa suara, Bunda makin menguatkan genggamannya.

Dokter dan beberapa perawat memasukki ruanganku, lalu mulai memeriksa. Mulai bertanya apa hal yang sakit dan masih banyak lagi. Setelah memberitahukan keadaanku, mereka pergi.

Aku mendengus, "Bunda aku nggak suka disini, ayo pulang" pintaku memelas. Bunda mencoba memberi penjelasan kepadaku, namun aku tetap teguh dengan kemauanku.

Setelah perdebatan lembut itu, akhirnya aku di rawat di rumah.

❄❄❄

Setelah dua minggu aku di rawat, akhirnya aku pulih. Walau harus rajin ke psikolog setiap seminggu sekali. Saat ini aku tengah melihat kearah jendela, memperhatikkan salju yang mulai turun di awal Desember ini.

"Kamu suka salju?" aku terkejut lalu membalikkan badanku, menatap Jihan yang membawa semangkuk bubur. Aku kembali menoleh ke arah jendela besar, "iya aku suka, bahkan aku ingin punya nama salju" ungkapku.

Jihan tersenyum tipis dan mengusap tanganku, lalu mulai menyuapkan sesendok bubur. "Kalau kamu suka, kenapa tidak memakai nama Winter?" usulnya, boleh juga. Aku mengangguk lalu mengambil mangkuk bubur di tangan Jihan, "kamu istirahat aku bisa sendiri kok" tanganku terulur untung mendorong bahu Jihan pelan. Gadis itu masih sama, tersenyum. Lalu melangkah dan berbaring di kasur ku, dan mulai memejamkan mata.

Hening mulai menyelimuti saat aku tengah menghabiskan buburku. Apakah Jihan sudah tidur? Aku tidak tahu.

Aku meletakkan mangkuk kosong di nakas, lalu memandangi Jihan yang kelihatannya sudah tertidur pulas. Aku berdiri lalu berjalan kearah rak buku di pojok ruangan. "Kamu suka buku?" lagi, dia mengejutkanku. Matanya kini sudah terbuka, menatapku dengan posisi yang sama.

"Aku suka buku fantasi, dan tentu tentang robot, oh ya! Aku juga suka buku horor, psycho dan thriller" jawabku antusias. Jihan bangun terduduk lalu keluar dari kamarku, aneh. Aku mengendikkan bahu lalu mulai melihat judul buku novel di rak ini. Buku nya sudah sedikit usang, mengingat di tahun 2029 lebih banyak buku digital.

Mataku menemukan sebuah buku novel yang menarik, kisah cinta musim dingin sepertinya. Aku membolak balikkan buku itu, sampai sebuah kertas lusuh jatuh ke lantai. Itu adalah sebuah lukisan seorang pasangan yang sedang membuat boneka salju, lucu sekali.

"Minjeong, mau nonton film?" dan lagi. Aku tidak tahu keadaan jantungku seperti apa, Jihan selalu saja tiba tiba. Rupanya dia membawa sebuah kaset, ah masih ada di masa kini? Aku mendekat dan memegang kaset itu.

Mataku berbinar, dan mulutku tak berhenti menganga. Hanya hal kecil, namun kaset 90-an ini sungguh langka. Lagi lagi pula Jihan hanya tersenyum tipis. Aku menyerahkan kaset tersebut kepada Jihan, dia mulai memutarkan film nya. Kami menonton sambil menikmati kue hangat yang di berikan maid. Wah sungguh nikmat di padukan dengan coklat panas pula. Hari ini adalah hari terbaikku, hehe.

Setelah berjam jam menonton beberapa film lawas, akhirnya Jihan kembali ke kamarnya ingin mengerjakkan tugas. Aku kembali menghampiri rak buku tadi, dan mulai membaca sebuah kisah cinta klasik itu.

Sebagai penangkal sepi, aku mulai menyalakan musik lawas agar terkesan klasik. Pas sekali dengan keadaan kamarku yang begitu megah bak kamar seorang putri. Aku benar benar merasa kembali ke masa lampau.

Aku masih sibuk membaca buku, sampai dua kembar Yerin dan Yeri tiba tiba masuk lalu mengganti lagunya. Aku mendengus lalu melemparkan bantal ke arah Yerin, tepat sasaran! Yeri pun tertawa dengan renyahnya. Aku kemudian berlari kearah walk closet demi menghindari serangan. Dan aku terkejut, betapa megahnya isi walk closet ini. Gaun gaun indah, sepatu dan tas mahal, semuanya tertata rapi. Dan semua ini pas di badanku, aku tertawa girang.

Ku dengar sayup sayup pertengkaran bantal di luar pintu. Aku masih sibuk memilih gaun indah untuk ku kenakan, aku mau menjadi seperti America Snow. Dia adalah tokoh yang ku baca tadi, sosok putri bangsawan yang anggun dan manis.

Aku sudah memakai baju dan lainnya, hanya tinggal memilih topi di paling ujung. Tangan dan mataku sibuk memilih yang terbaik, seolah aku akan bertemu pangeran setelah ini. Mataku memanas, tanganku mulai berhenti bergerak. Di pojok sana, aku menemukan foto Mama, Papa dan aku saat masih kecil. Jadi kamar ini memang benar benar untukku? Ini semua dari Mama? Ini kah hadiah yang mereka janjikan setelah pulang dari Kanada?

Secara tak sadar kaki ku mulai melangkah mundur perlahan. Kepalaku mulai pusing lagi, aku kalut. Lalu setelah itu, aku kembali tak sadarkan diri.

CCS UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang