Jisu Part.1

132 30 105
                                    

Festival Cahaya

Written by: whitegypsee
Kamis, 1 Oktober 2020


*

"Butuh waktu lama untukku menyadarinya. Aku bersyukur karena aku belum begitu terlambat."

*


Macau, Musim Dingin 2025.


Bip.


Panggilan terputus. Aku tersenyum lega usai mendengar kabar ayah dan bunda dari saudaraku-Renjun---bahwa mereka baik-baik saja. Anak itu benar-benar menjaga mereka dengan baik. Meskipun permasalahan di keluarga masih pelik, setidaknya kesehatan mereka pelan-pelan mulai membaik. Aku harap ke depannya pun permasalahan di sana bisa selesai. Ah, aku juga merindukan saudari-saudariku.

Mereka apa kabar, ya?

Semburat jingga menghiasi langit kota Macau. Sangat indah kalau dilihat dari atas rooftop begini. Si Mata Besar itu benar, kalau melihat langit senja di sini akan membuat perasaan jadi tenang. Seolah-olah beban hari itu juga tenggelam bersamaan mentari yang pergi menuju peraduannya.

Aku memejamkan mata seraya merentangkan kedua tanganku. Kurasakan desir angin yang membisik beserta dinginnya yang menyentuh kulit. Kalau begini, rasanya aku ingin berteriak, tetapi aku malu---padahal tidak ada yang lihat juga, sih.


"DOR!!"


Aku terperanjat saat seseorang menepuk kedua bahuku dengan kuat dan berseru lantang seperti itu tepat di telingaku. Saat aku tahu siapa pelakunya, aku langsung menendang tulang keringnya. Masa bodoh kesakitan, kalau aku sampai kena serangan jantung memangnya ia mau tanggung jawab?! Dasar Mata Besar menyebalkan!

"Rasain! Nyebelin, sih," cibirku.

Si Mata Besar itu meringis sembari mengusap tulang keringnya.

"Galak banget, sih, Jul."

Aku merotasikan bola mataku. "Jisu! J-I-S-U! Jisu," koreksiku.

Alih-alih mendengarkan, ia justru mengimitasi cara berbicaraku.

"IH, GUANHENG!"

Pemuda itu berlari saat aku hendak menempelengnya. Ia berteriak dalam larinya, "Hendery! H-E-N-D-E-R-Y! Hendery!" serunya dengan sengaja, untuk meledekku.

Selalu saja seperti itu. Ia akan memanggilku dengan nama baptisku---Julia, seringkali ia menyingkatnya dengan sebutan 'Jul', salah satu hal yang paling menyebalkan. Kemudian, aku akan mengoreksinya. Dan, kalau aku kesal, aku selalu tanpa sengaja memanggil nama lahirnya. Lalu, Hendery akan mengimitasi ucapanku---hal kedua yang menyebalkan darinya.

"Capek, ah," gerutuku yang langsung menyerah setelah lima kali putaran hanya untuk mengejar Hendery. Aku memegangi kedua lututku seraya mengambil napas sebelum akhirnya aku duduk dengan kedua kaki terjulur.

Rooftop di gedung ini cukup luas, jadi berlarian seperti itu rasanya seperti berlari mengelilingi lapangan voli tiga kali. Hendery ikutan berhenti berlari, lalu menghampiriku.

CCS UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang