34

153K 6.7K 375
                                    

Piye kabare?

****

Author Pov

Cakra menyeruput wedang hangat yang Karin buat. Memejamkan mata, berusaha menghalau pusing di kepalanya. Cakra senang, akhirnya mamah Karin masih peduli dengannya.

"Setelah hujan reda, sebaiknya kamu segera pulang"

"Mah.." Karin menatap mamahnya memelas.

Cakra tersenyum, ia tahu kesalahannya tak mungkin dengan mudah dimaafkan oleh mamah Karin. Ia pantas menerima semua ini.

"Makasih mah, udah ijinin Cakra---

"Sudah berapa kali saya bilang? jangan panggil saya mamah! Saya bukan orang tua kamu!" sela mamah judes.

"Bunda, kok nenek marah-marah terus?"

Damar berbisik pada Karin dengan tubuh yang memeluk Karin erat, menatap takut neneknya.

Papah Karin tergelak sebentar, sementara mamah Karin salah tingkah sendiri.
Guzman, pria itu sudah pulang. Ia bilang ada urusan mendesak dengan perusahaannya.

"Damar ini udah malem. Tidur yah, ayo bunda anter" Karin membawa Damar masuk kedalam kamar.

Jadi, kini tinggal mereka bertiga. Cakra benar-benar merasa seperti akan dieksekusi. Mamah masih menatapnya tajam.

"Apapun itu saya tahu kamu mau minta maaf. Maafkanmu memang mudah mengatakannya, tapi hati saya belum bisa ikhlas--

"Apa yang kamu perbuat ke putri saya dulu benar-benar membuat saya kecewa, mungkin suami, Karin, dan Damar bisa dengan mudah memaafkanmu. Tapi saya tidak bisa dengan mudah memaafkanmu" lanjut mamah.

Cakra diam, menyimak semua yang mamah ucapkan.

Papah diam dan menggenggam tangan istrinya lembut.

Cakra, memang sudah jauh-jauh hari merencanakan semuanya. Ia sudah menduga jika ia akan kesulitan mendapatkan restu mamah Karin. Jadi Cakra berinisiatif menemui papah Karin terlebih dahulu.

"Kami memang bukan orang mampu, tapi tolong jangan mempersulit keadaan putri saya. Anaknya, biar kami yang merawat---

Cakra tiba-tiba langsung menjatuhkan dirinya dilantai berlutut dihadapan mamah.

"Mah, Cakra kesini untuk meminta maaf dan mempertanggungjawabkan semuanya. Cakra mungkin bukan pria yang sempurna, tapi Cakra bisa janjikan kebahagiaan buat Karin dan cucu-cucu mamah kelak. Buang pikiran mamah tentang kasta dan apapun itu, Cakra nggak ada tujuan kesana. Cakra sayang Karin dan Damar mah. Cakra sayang keluarga Cakra" ujar Cakra

Mamah menghapus air matanya dengan kasar. Memejamkan matanya sesaat, memikirkan semuanya.

Ia tak boleh egois. Karin dan cucunya membutuhkan sosok Cakra. Ia tak boleh egois mementingkan egonya untuk tak memaafkan Cakra.

Semuanya demi kebaikan orang tersayangnya.

Mamah menatap dalam Cakra yang berlutut dibawah. Tangannya terangkat menyentuh wajah dingin Cakra yang pucat.

CAKRA [21+] EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang