Akhir Kisah

105 8 1
                                    

Sekali lagi. Benar kata orang 'waktu berjalan sangat cepat' .
-Saka

~●~

Nggak kerasa, pengumuman kelulusan adalah hari ini. Semuanya sudah berlalu dengan damai, gue udah minta maaf ke Guba dan Sato, gue juga udah ngomong ke Sidi dan Bintang kalau setelah lulus gue bakal pindah ke luar negeri.

Respon mereka berdua bener-bener bikin gue pengen nangis. Ketika gue bilang kalau gue mau pindah ke luar negeri untuk kuliah, Sidi dan Bintang malah ngomong kalau mereka terharu karena gue sudah memutuskan mau apa setelah lulus.

Bintang nangis hari itu, dia meluk gue sambil ngomong, "Aku bangga kamu mau kuliah Saka."

YA KARENA ITU PERMINTAAN PAPAH! KALAU PAPAH NGGAK MINTA GUE BUAT KULIAH, GUE JUGA NGGAK MAU KULIAH!!

Mereka berdua ngakak pas gue teriak kayak yang di atas.

Gue bener-bener lega setelah ngomong itu ke mereka berdua.

Beberapa minggu yang lalu juga gue nggak sengaja ketemu Sandra di rumah bunda lagi.

Sandra senyum lebar ke gue sambil ngomong, "Terimakasih Saka."
Dia kelihatan lebih baik semenjak pembunuh Sato sudah ditangkap dan dihukum.

Dan masalah Guba juga udah kelar. Dia udah nggak marah lagi sama gue dan udah mau berteman lagi dengan gue.

TES! TES! 1 2 3!

Suara Pak Kepala Sekolah mengalihkan semua perhatian murid kelas XII yang ada di lapangan sekolah dan yang In Shaa Allah hari ini akan lulus.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh! Selamat pagi anak-anak yang bapak sayangi dan bapak cintai, hari ini adalah hari terpenting untuk kalian semua, benar bukan?!" Ujar Pak Hasdin.

"Benar Pak!!" Sorak semua murid-murid kelas XII

"Yang banyak kasus selama sekolah, jangan terlalu berharap banyak. Siap-siapa saja beli buku baru atau cari sekolah baru atau cari profesi baru!"

Semua murid kelas XII ketawa. Ada juga yang meringis karena merasa tersindir oleh kata-kata Pak Hasdin.

Pak Hasdin turun dari podium, guru-guru yang lain mulai membagikan secarik kertas sesuai dengan nama siswa dan juga urutan kelas. Setelah semua murid kelas XII mendapatkan secarik kertas, Pak Hasdin kembali naik ke atas podium.

"Sudah dapat semuanya?!" Pak Hasdin bertanya

"Sudah Pak!!"

"Jangan dulu dipegang, diterawang apalagi diraba! Siapkan dulu mental kalian, yang banyak kasus siapkan rencana kedepannya, karena sebentar lagi adalah penentuan kalian lulus atau tidak!"

Murid-murid kelas XII ketawa lagi.

"Bapak hitung sampai sepuluh ya!!"

"Kelamaan Pak!! Sampai 3 aja!!"

"Yasudah sampai 15!!"

"Huuuu!!"

"1! 2! 3!" Pak Hasdin mulai menghitung tapi pada hitungan ke 3 ia berhenti

"Kok berhenti, Pak?!"

"Katanya sampe 3 aja!"

"Tadi katanya sampe 15!"

"Kalian mau berdebat terus atau mau buka kertas yang udah di pegang ?!" Pak Hasdin bertanya sambil berkacak pinggang

Murid-murid pun langsung membuka kertas yang mereka pegang, termasuk gue.

"YAY!! LULUS!!" Tony yang berdiri di samping gue teriak, anak-anak yang lain juga pada ikut-ikutan teriak sambil peluk-pelukan.

"Selamat yang lulus dan yang tidak lulus!! Kalian hebat!!" Kata Pak Hasdin sebelum ia turun dari podium

Gue juga ikut seneng karena kertas yang gue pegang bertuliskan "LULUS".

Tapi, ada sedikit rasa sedih karena hari ini setelah pelulusan, gue langsung berangkat ke New York.

Sekarang gue lagi duduk-duduk di pinggir lapangan bareng teman sekelas, kita lagi nonton konser dadakan di tengah lapangan.

"Kamu nggak mau nyanyi, Sak?" Bintang tiba-tiba datang sambil nenteng tas plastik besar yang isinya air mineral sama snack-snack.

Gue langsung menoleh ke Bintang "Enggak."

Bintang ngasih tas plastik tadi ke Tony "Ton? Bagi-bagi gih." Kata Bintang.

Tony langsung nerima tas plastik tadi sambil ngomong "Makasih ya Bin." Setelah itu dia bagi-bagi air mineral dan juga snack ke anak-anak yang lain.

Bintang duduk di samping gue, dia ngasih gue dan Sidi air mineral.

"Nyanyi buat aku dan Sidi, ayolah! Kamu kan udah mau pergi." Bintang ngomong lagi.

"Kalau enggak buat fans-fans lo tuh." Sidi ketawa sambil nunjuk adik kelas yang lagi ngeliatin gue sambil senyam-senyum nggak jelas.

Gue cuma diem aja. Hari ini gue bener-bener nggak nafsu mau ngapa-ngapain. Gue lemes karena gue mau pergi.

"Saka?" Bintang nyenggol gue.

Gue langsung menoleh lagi ke dia "kenapa?"

"Nyanyi sana."

"Nyanyi lagu apaan?"

"Indonesia Raya." Sidi ngomong terus ketawa sendiri.

"Apa aja. Lagu yang kamu tau,"

Gue mikir sebentar.
Oke, gue udah dapet lagu.

Pas gue berdiri terus ke tengah lapangan tiba-tiba ada 5 mobil warna hitam yang masuk ke lapangan sekolah.

Anak-anak yang lagi duduk semua langsung berdiri sambil ngeliatin 5 mobil tadi.

Apaan nih?

2 orang berpakaian jas rapi sambil pakai kacamata hitam keluar dari mobil terus jalan ke tengah lapangan tepatnya ke arah gue.

Bener! Mereka nyamperin gue. Salah satu orang di antara mereka membuka kacamatnya.

"Silahkan Tuan. Tuan sudah ditunggu Pimpinan di Bandara." Om itu bisikin gue.

"Sekarang? Urusan Saka disekolah belum selesai lho Om, ini aja Saka masih mau nyanyi, masa mau pergi sekarang."

Sekarang gue jadi tontonan di tengah lapangan. Semua orang menonton, ada juga yang saling bisik-bisik karena kaget.

"Saya hanya dapat perintah dari Pimpinan. Silahkan naik ke mobil Tuan." Om itu mempersilahkan lagi gue buat jalan dan masuk ke dalam mobil.

"Kalau gitu, sebentar." Gue lari ke arah Bintang dan langsung meluk dia.

"Jaga diri baik-baik gue nggak lama." Gue ngomong ke dia, Bintang cuma mengangguk.

Gue beralih meluk Sidi "Titip Bintang dan Sato."

"Gue titip oleh-oleh yang paling mahal kalau lo pulang." kata Sidi

Gue senyum ke dia sambil ngasih dua jempol. Setelah itu, gue lari ke Om yang tadi.

"Udah Om. Ayo."

Sebelum masuk ke dalam mobil gue masih nyempatin diri buat ngeliat Sidi dan Bintang lagi.

Gue juga sempat senyum sambil lambai-lambai tangan ke Guba yang berdiri nggak jauh dari Bintang dan Sidi.

Setelah itu, mobil yang gue tumpangi mulai melaju, meninggalkan halaman sekolah dan juga tatapan penasaran dari teman maupun bukan teman gue.

Selamat tinggal sejenak.

Terimakasih untuk kenangannya.

~●~
^^SAKA

SAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang