Iman keluar dari kamarnya, ia melihat situasi dan orang-orang di sekitarnya. Semenjak Hyujin mati, ibu suri mulai sakit-sakitan. Ibu suri melimpahkan semua kekuatannya bahkan takhtanya.
"Ibu aku mohon jangan katakan itu," ujar Iman.
"Ibu sudah tidak kuat lagi nak, ibu..." ibu suri mati, Iman tidak kuasa menahan air matanya.
Hidup seolah mempermainkannya, Iman bangkit dari keterpurukannya. Ia memimpin kerjaan dan kembali makmur. Iman sangat lelah hari ini, Lili yang melihat Iman begitu pucat langsung berbicara. "Yang mulia, anda pucat sekali."
"Aku tidak apa-apa, hanya lelah sedikit." ujar Iman.
"Kalau begitu yang mulia istirhat saja dulu," ujar Kimjung.
Iman mengangguk, lalu ketiga pengawalnya itu pergi ke aula utama dan mulai memimpin rapat. Sementara Iman berbaring dan menatap langit-langit kamarnya. Kepala Iman rasa berputar-putar, Iman mual bukan main. Iman pergi ke kamar mandi lalu muntah. Iman muntah terus lagi dan lagi. 'Apa yang terjadi denganku, kenapa begini? Aku dokter tapi aku tidak bisa memeriksa penyakitku sendiri.'
Iman lemas, ia memandangi wajahnya di cermin lalu saat Iman akan kekamar ada suara anak kecil. 'Ibu.... Aku sayang pada ibu."
Iman menoleh melihat kekiri dan kanan mencari sumber suara, lalu suara itu muncul lagi. 'Ibu.... Aku diperutmu."
Iman melotot ia kaget bukan main, ia menyentuh perutnya, lututnya lemas, antara percaya dan tidak. 'Bagaimana mungkin, aku laki-laki. Aku tidak mungkin hamil, aku...'
'Ibu, aku menyangimu, aku janji akan menjagamu ibu...' ujar suara itu lagi.
Iman keluar dari kamar mandi, lalu ia menyuruh pelayan memanggilkan tabib untuk memeriksanya. "Tolong panggilkan tabib Cuan kemari,"
"Baik yang mulia," ujar pelayan itu.
Pelayan itu pergi ke aula utama untuk memanggil tabib, lalu Bai Lu bertanya. "Ada apa memanggil tabib?"
"Yang mulia Iman menyuruh saya memanggil tabib, soalnya yang mulia dari tadi muntah-muntah." ujar pelayan itu.
Tabib Cuan langsung berdiri dan menuju ke kediaman Iman, lalu di ikuti Bai Lu, Kimjung, dan Lili pergi mengikuti tabib Cuan. Tabib Cuan langsung memeriksa Iman saat memeriksa denyut nadinya tabib Cuan terkejut, lalu memeriksa berkali-kali.
"Yang mulia anda sedang mengandung..." ujar tabib Cuan senang.
Semua orang yang mendengar ikut senang. Iman hanya tersenyum lalu tabib Cuan dan yang lain juga ikut tersenyum. Mereka semua keluar dari ruangan Iman, lalu semua orang di istana sangat senang dan gembira. Kecuali Iman yang tampak sedih, karena dirinya teringat kepada ibu suri dan Hyujin. Tetapi ia akan mendapatkan bayi mungil yang imut dan tampan seperti dirinya dan Hyujin. Tetapi satu hal yang membuat Iman khawatir yaitu, ketika semasa pertumbuhan janin bayi itu akan menyerap semua energi milik Iman. Di satu sisi Iman tidak akan menyesalinya jika anaknya akan yerus menyerap energinya atau kekuatan yang ada pada Iman.
Setelah berbulan-bulan lamanya mengandung, hari kelahiran itu telah tiba. Langit yang cerah tiba-tiba mendung, petir dan kilat menyambar kemana-mana. Hujan badai pun ikut hadir menyambut kelahiran sang bayi. Bunga-bunga bermekaran, burung-burung berkicau, bahkan semua hewan datang keistana menyambut kelahiran sang bayi. Meski selama Iman mengandung tak menunjukan perubahan pisik karena bayi itu hanya berupa cahaya dan akan keluar dengan sendirinya. Cahaya itu keluar dari tubuh Iman kemudian cahaya itu berubah menjadi bayi mungil yang lucu dan manis.
"Selamat datang anakku, maafkan aku tidak bisa menjaga ayahmu." ujar Iman.
Bayi mungil itu tersenyum, lalu tangannya terulur memegang wajah Iman. Iman tersenyum manis tapi air mata Iman mengalir dengan sendirinya, wajah bayi mungil itu mendadak berubah sedih. Lalu Iman memeluk erat bayi itu. Iman kemudian membawa bayi itu keluar dari kamarnya. Pintu kamarnya terbuka, semua orang menunduk memberi hormat. Iman tersenyum lalu berbicara.
"Bangunlah, kalian tidak perlu melakukan itu padaku." ujar Iman.
"Yang mulia, apakah sudah memiliki nama untuk pangeran kecil?" ujar Lili.
Iman tersenyum lagi, lalu berbicara. "Yuza,"
Semua orang tersenyum, bahkan bayi itu pun tersenyum manis kepada semua orang. Lalu Bai Lu berbibacara. "Yang mulia, lihatlah bahkan seluruh bunga bermekaran dan hewan-hewan ini menyambut kehadiran pangeran."
Iman tersenyum lalu ia mengibaskan tanganya, seketika semya Hewan berubah mejadi manusia. "Terimakasih atas kebesaran anda yang mulia,"
"Bangunlah, aku senang kalian datang. Kelak anakku akan menjadi seorang pangeran yang menjaga hewan dan juga hutan. Bahkan dia jauh lebih kuat dariku, saat dia kecil aku meminta bantuan kepada kalian semua untuk menjaganya." ujar Iman.
"Perintah anda adalah titah bagi kami." ujar mereka semua.
Semua orang bersorak sorai, kabar kelahiran sang pangeran menghebohkan seluruh jagad raya, termasuk musuh. Konon ada sebuah ramalan yang akan membawa kedamaian bagi semua kerjaan. Menghancurkan musuh bahkan menegakkan keadilan. Hari demi hari Yuza tumbuh begitu cepat usianya kini sudah memasuki lima tahun.
"Hah, ini aku yang semakin tua atau kau yang semakin berat saja nak?" ujar Iman.
"Ibu, mungkin aku yang semakin berat." ujar Yuza.
Iman tertawa, Yuza menenggelamkan wajahnya didada Iman karena malu. Iman tidak berhenti menggoda Yuza, lalu mereka pergi bermain di taman istana. Semua orang melihat kebahagiaan itu. Dong Ha melihatnya dari jauh, rasa ingin memiliki Iman bahkan sangat kuat. Terlebih Iman bisa memberikan keturunan.
"Ibu, dari tadi ada yang melihat kita dari jauh." ujar Yuza.
Iman langsung melihat kiri dan kanan, saat tau siapa orang itu Iman langsung membawa Yuza pergi dari halaman istana. Iman dan Yuza duduk dikamar, Iman memangku Yuza. Iman nampak berpikir, Iman juga takut kalau suatu saat Dong Ha akan merebut kerajaan itu. Iman tampak frustasi, namun melihat senyuman manis Yuza Iman langsung ikut tersenyum.
"Ibu memikirkan apa?" ujar Yuza.
"Ibu tidak memikirkan apapun nak, hanya saja memikirkan keselamatanmu di masa depan. Ibu takut tidak akan bisa menjagamu lagi, ibu takut kakak dari ayahmu akan merebut dan menyerang istana ini kelak." ujar Iman.
"Dimasa depan aku yang akan menjaga ibu," ujar Yuza sambil tersenyum manis.
Iman menghela napas panjang lalu memeluk putranya itu. Yang ada di otak Iman sekarang adalah keselamatan Yuza, karena musuh selama ini mengincar nyawa putra semata wayangnya itu. Yuza tidur di pangkuan ibunya yang tampan sekaligus cantik. Ia membenamkan wajahnya di dada Iman. Ia tahu apa yang di pikirkan ibunya, hanya pelukan yang ia bisa beri saat ini. Ketika ia sudah dewasa mungkin ia akan mampu menjaga ibunya dengan baik. Ia tidak ingin kehilangan ibu tercintanya. Di hati dan pikirannya saat ini adalah hanya ibu.
'Yuza anakku, kelak jika ibu mati jaga dirimu baik-baik ya nak. Ibu tidak ada lagi bersamamu, ibu tidak bisa menjagamu.' batin Iman.
Bersambung....
Iman dan Yuza.
KAMU SEDANG MEMBACA
BL- Door Skylight
FantasySeorang dokter muda dan sangat tampan harus terjebak di dunia yang rumit. Bagaimana ia bisa masuk kedunia itu? sulit di jelaskan, mari di baca ceritanya kuy... Iman Saputra