Bab 12

6.2K 736 104
                                    

Hari berjalan dengan cepat dan kini sudah hari Kamis. Hari Festival Seni. Hari Minggu kemarin, Naruto gagal pergi ke rumah kakeknya karena Sasuke yang terus menempel padanya. Dia juga tidak punya kesempatan untuk pergi membawa Xia Xia seperti yang sudah ia rencanakan, karena Sasuke menolak dengan keras ide tersebut.

Dan sejak hari itu, Sasuke sama sekali tidak melepaskan Naruto dari pandangannya. Seakan takut rubah kecilnya itu hilang jika sedetik saja berpisah darinya. Walau Naruto merasa itu cukup membantu, mengingat dia yang masih belum terbiasa dengan keku- kutukan indera keenamnya, dan ketakutannya pada arwah leluhur Uchiha yang terlihat begitu menakutkan. Tapi, terkadang itu mengganggu juga.

Jadi, sebenarnya siapa yang menempeli siapa sekarang?

Acara akan dimulai lima belas menit lagi. Semua siswa beserta para guru sudah berkumpul di auditorium dan duduk di tempat masing-masing. Sementara siswa yang akan menjadi pengisi acara berada dibelakang panggung untuk mempersiapkan diri sebelum waktu pertunjukan.

Di belakang panggung, Sasuke sudah mengganti seragamnya menjadi setelan jas hitam yang dirancang khusus untuk acara ini. Dengan santai dirinya menyenderkan tubuh pada dinding dengan satu tangan di dalam saku celana dan tangan lainnya memegang lembar naskah. Sepertinya Sasuke sedang membaca ulang dialognya sambil menunggu waktu untuk naik ke atas panggung dan membawakan pidato pembuka acara.

Secara bersamaan, Naruto yang baru selesai berpakaian, dengan tergesa-gesa berjalan menghampiri Sasuke lalu menyentuhnya untuk mengambil energi positif pemuda emo itu.

Sasuke mengangkat kepala dan menatap Naruto, dia cukup terkejut hingga tanpa sadar matanya berkedip cepat beberapa kali.

Naruto menggunakan jas hitam formal dengan kemeja putih di bagian dalam dan dasi kupu-kupu melingkar apik di kerahnya. Setelan yang dipakai Naruto terlihat begitu pas di tubuh rampingnya. Karena cahaya lampu di belakang, dia jadi terlihat sangat cantik dan juga melankolis di saat bersamaan, padahal pemuda pirang tersebut belum memakai riasan dan merapikan rambut macam kulit duriannya.

Sasuke merasakan kerongkongannya kering, dan coba menelan ludah beberapa kali yang membuat Adam apelnya bergerak naik turun.

Naruto memutar tubuhnya sedikit dan bertanya -walau dia sendiri sudah tahu jawabannya, "Bagaimana menurutmu? Aku keren, kan?"

'Ayo! Puji aku! Puji aku! Hahaha…'

Manik oniks Sasuke menatap rubah kecilnya dari ujung kepala hingga kaki tanpa berkedip, "Kau terlihat tampan, Naruto." Pujinya tulus. Bibirnya menyunggingkan senyum lembut.

Naruto merasa sangat puas saat ego kecilnya terpenuhi. Manik sapphire-nya yang indah berbinar bahagia, "Terimakasih. Kau juga terlihat cukup tampan dengan setelan itu."

Sasuke mendengus.

"Hey, kenapa? Aku tulus memujimu tahu. Pemuda paling tampan di sekolah... Jangan terlalu merendah."

Sasuke menggeleng. Tangannya terulur pada leher Naruto, tidak lebih tepatnya pada kerah kemejanya. Ia dengan lembut membetulkan posisi dasi kupu-kupu yang terlihat sedikit miring. "Tapi, setelah kupikir-pikir… rubah kecilku lebih terlihat cantik alih-alih tampan." Sasuke mencubit hidung Naruto setelah berkata demikian. 

Tindakan Sasuke membuat Naruto merasa malu, dan jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menggosok hidung untuk menyembunyikan rasa malu dan pipinya yang merah, dengan acuh ia berkata. "Aku tampan, tahu."

Sasuke terkekeh, "Rubah kecilku terlihat begitu cantik hingga semua perhatianku sekarang dicuri olehnya." Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Naruto dan berbisik, "... Dan aku yakin, semua gadis disini sedang menatapmu dengan rasa iri karena merasa kalah cantik."

[SasuNaru] I Can See Ghost!?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang