.
.Renjana terduduk di balik pintu kaca balkon me-natap sendu pepohonan yang menari bersama hembusan angin yang serasi di luar sana. Ini hari ketiga Renjana dikurung oleh Ririn di dalam kamarnya dan tak boleh meninggalkan kamar, bahkan ponsel milik Renjana telah diambil alih oleh sang ibu. Ia tak diperbolehkan untuk menghubungi teman-temannya.
Bahkan, Renjana hanya diberi makan sehari sekali, itu saja hanya berisi oleh segelas air dan satu centong nasi dengan satu telur mata sapi yang menghiasi atasnya, sedangkan keluarganya yang lain selalu menyantap daging dengan sayur berkualitas tinggi untuk mencakup nutrisi mereka.
Renjana terdiam dengan pandangan kosong dan wajah pucatnya. Kejadian tiga hari lalu di mana ia telah menemukan ibu kandungnya masih melekat dengan benar di dalam memorinya, ketika pelukan hangat yang di berikan oleh Widya padanya masih terasa hingga sekarang.
Tak!
Sebuah lemparan dari luar jendela balkonnya membuat Renjana terperanjat dan sontak membuka pintu kaca yang menghubungkan antara balkon dengan kamarnya.
"Ayo, turun! Yang lain udah nunggu di rumah gua." Seorang pria dengan surai rambut cokelat berponi itu terus meminta Renjana untuk segera turun dengan sebuah tangga yang entah sejak kapan telah ada di luar balkonnya.
"Nanti mama marah," balas Renjana pelan, meski begitu Chandra masih bisa dengar dengan jelas.
"Kata Janu biar dia yang urus," ucap Chandra lagi agar Renjana segera mengikutinya untuk turun.
"Sekali lo gerakin kaki lo buat kabur dari kamar lo, gua ga akan akan segan-segan buat bilang ke mama!" ucapan yang berasal dari belakang Renjana membuatnya segera berbalik dan mendapati kakaknya yang telah berdiri di depan pintu dengan tangan yang terlipat di depan dada dan menatapnya tajam.
Dengan segera Renjana kembali masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu balkon, meninggalkan Chandra yang masih di bawah untuk menunggunya.
"Sial*n tu kakak gondrong!" sinis Chandra ketika menyadari suara Raksa tengah mengintrupsi Renjana untuk masuk kembali ke kamarnya. Dengan berat, Chandra meninggalkan halaman samping rumah Renjana untuk kembali ke rumahnya, karena Janu, Naresh, Arjuna, dan Jovan tengah berada di rumahnya untuk menunggu Renjana untuk datang ke rumah Chandra.
Kriettt!
Chandra membuka pintu rumahnya, lalu melepas sandal yang ia gunakan sebelum ia masuk ke dalam rumah. Chandra menyusul keempat temannya yang tengah sibuk memakan makanan buatan sang ibu di meja makan rumahnya.
"Mana Renjana?" tanya Naresh ketika Chandra masuk seorang diri tanpa ada Renjana yang ada disekitarnya.
"Ketahuan kakaknya, dia gak bolehin keluar dari kamar," ucap Chandra yang kini ayesagah mengambil sebuah minuman kaleng dari dalam kulkas.
"Ayo, ke rumahnya langsung!" ajak Naresh pada keempat temannya untuk pergi secara langsung ke rumah Renjana dan berniat meminta izin pada Raksa secara langsung. Janu yang mendengar itu lalu meletakkan sumpit yang terselip di antara ketiga jarinya dan berbalik menatap Naresh.
"Lo kenapa sih dari pagi ngotot ketemu Renjana mulu? Kan, lo tau keluarganya gimana kalo lagi hukum Renjana. Tunggu tiga hari lagi, biasanya aunty Ririn ngurung Renjana semingguan. Lagian ini bukan pertama kalinya Renjana dikurung sama mereka," ucap Janu menjelaskan pada Naresh yang sejak kemarin terlihat gelisah dan ingin menemui Renjana.
Mungkin kalian tahu apa yang membuat Naresh begitu khawatir jika tidak bisa menemui Renjana hari ini, Renjana harus menjalani proses hemodialisis, karena jika Renjana terus melewatkan kemo terapinya, maka darah terbentuk menjadi toksin atau racun.
Jika racun ini sudah terlanjur menumpuk sebelum dilakukan pengobatan lainnya, maka inilah yang bisa menyebabkan kematian pada pasien. Hal ini terus mengangguk pikiran Naresh.
Naresh menggit ujanag kukunya untuk berpikir bagaimana caranya agar dirinya dapat membawa pergi Renjana dari rumah itu.
"Gada lagi yang kakak sembunyiin, kan, dari kita?" ucapan Arjuna membuat Naresh sontak meng-geleng, membantah apa yang Arjuna katakan.
"Lo keliatan jelas kalo lagi gelisah, Na," lanjut Jovan melanjutkan kalimat Arjuna dan menatap satu persatu temannya yang terlihat setuju dengan apa yang Jovan katakan.
"Bukan gitu, aku cuma takut aunty Ririn ngehukum Renjana lebih berat dari sebelumnya, karena kejadian di belakang panggung!" jelas Naresh mencoba agar teman-temannya percaya dengan apa yang ia katakan.
"Kita ikut pindah Renjana lagi?" tanya Naresh yang mengalihkan topik dari kecurigaan teman-temannya.
"Liat keputusan Mama nanti, kalo mama minta ya, Arjuna ikut," ucap Arjuna sambil memainkan sebuah rubik yang tadinya terpajang di atas meja milik Chandra.
Di sisi lain Renjana tengah membersihkan lantai rumahnya sesuai suruhan Raksa, tanpa bantuan siapapun Renjana menyapu lantai demi lantai rumahnya yang begitu besar dengan sebuah sapu manual tanpa menggunakan mesin, membuat tenaga Renjana tersita sepuluh kali lipat dari yang seharusnya ia keluarkan.
Dengan sweater panjang yang membalut tubuh mungil Renjana, ia segera turun ke bawah ketika ia telah menyelesaikan menyapu seluruh rumah dalam waktu dua jam. Renjana berniat untuk mengambil sesuatu yang dapat ia makan untuk mengisi perutnya yang melilit kelaparan.
Dengan hati-hati Renjana membuka kulkas berwarna hitam dengan tiga buah pintu besar yang terkesan mewah menghiasi cover-nya. Renjana menatap puluhan makanan siap saji yang tersusun rapi di dalamnya. Dengan perlahan, Renjana mengambil sebuah mangkok berisi alpukat potong serta roti gandum dari keranjang.
Pranggg!
Belum sempat Renjana membawa mangkok itu ke meja, sebuah tangan menyambar mangkok itu dan membuatnya pecah dan berceceran di lantai. Renjana hanya bisa menatap makanan yang telah berserakan di lantai dengan tatapan nanar.
"Siapa yang ngijinin kamu ngambil makanan di kulkas?" Mendengar itu, Renjana menunduk meminta maaf dengan apa yang telah ia lakukan.
"Masuk ke kamar dan jangan keluar sebelum mama minta," ucap Ririn sambil mendorong bahu Renjana agar menyingkir dari dapur. dengan segera Renjana menuruti perintah dari sang ibu untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Perlahan Renjana mulai memasuki kamarnya yang terlihat remang akan cahaya dan terduduk di atas kasurnya. Renjana meraih sebuah kabel earphone dari dalam laci mejanya dan menyambungkannya dengan ponsel berwarna hitam yang ia beli saat ia kabur dari rumah yang masih tersimpan rapi di dalam laci tanpa ada yang mengetahui selain dirinya.
Alunan musik mulai menyeruak dalam indra pendengaranya dengan tenang, kelopak matanya ter-pejam menikmati alunan musik yang sedang menguatkan hatinya untuk terus bertahan hingga nanti. Mimpinya masih panjang, masih banyak yang harus Renjana lalui.
Tangannya meraih sebuah buku catatan dari bawah bantalnya, lalu ia menuliskan rentetan kejadian-kejadian yang ia alami hari ini, bukan berarti Renjana menuliskan ke dalam buku catatannya dengan tulisan.
"Mama ngga bolehin gua makan ..." dan rendetan kalimat yang terkesan mengeluh namun yang tuliskan ke dalam buku yang penuh dengan tulisan tangan Renjana.
"Mama ga bolehin gua makan, karena mama takut gua berlebihan. Sesuatu yang berlebihan itu gak baik, jadi mama ngasih makan ke gua itu dengan porsi yang cukup, berarti mama sayang sama gua."
Tulisnya dengan rapi, sebuah senyuman mulai merekah dari bibir mungilnya dan menyembunyikan buku catatannya kembali di bawah bantal seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ √ ] AMERTA ¦ Ft Huang Renjun
Fanfiction"....Amerta berarti abadi, sama seperti takdir tuhan untuk Renjun" "Pa? Renjun mau makan malem bareng papa lagi boleh?" Menceritakan kepahitan hidup yang ditakdirkan pada Huang Renjun, putra haram dari sang ayah membuat Renjun harus merasakan pahitn...