5: Impedance

1.6K 329 218
                                    

Haiii chapter 5 ini meski kurombak total, tapi ga ngubah alurnya sama sekali ya darls.. Jadi yang udah pernah baca dilewatin aja gapapa.. Oiya, pada chapter ini aku bikin perubahan mengenai usia Isabelle dan Taehyung. Dari yang sebelumnya mereka berusia 22 dan 27, untuk selanjutnya jadi 20 dan 29 ya, biar lebih realistis sama kehidupan yg mereka jalani 😅 maaf aku kurang riset sebelum2nya, hikseu.. (Udah aku ganti juga di chapter sebelumnya🤭) owkey kalo gitu, happy reading darlingsss 🥰

.

.

_______________❇❇❇_______________

Sejatinya, pepatah a man's bestfriend sudah melekat pada mamalia berkaki empat dari keluarga canin--tak ada yang melebihi kesetiaan anjing pada tuannya. Taehyung memang tidak punya waktu untuk memelihara seekor pun, meski tak pernah menolak saat diminta merelakan satu jamnya untuk mengasuh Yeontan--pomeranian hitam kecil milik sang ibu. Namun, di sisi lain, dia memiliki karib yang kualitas kesetiaannya bisa diadu dengan mahluk apapun di muka bumi ini; Park Jimin.

Park Jimin adalah seorang arsitek muda yang populer di kalangan nya, berusia sepantar dengan Taehyung, dan loyalitasnya tak akan pernah Taehyung ragukan lagi. Meski sifat loyal Pria Park tersebut kerap meminta bayaran berupa keikhlasan Taehyung atas sikap Don Juan-nya ketika mereka bersama. Misalnya, meninggalkan Taehyung begitu saja di kelab malam saat berhasil memikat wanita, atau meminjam kamar apartemen masa lajang Taehyung untuk bercinta dan membuat Pria Kim itu harus rela tidur di sofa. Bahkan pernah sekali waktu, meminjam mobil Taehyung untuk eksekusi birahi saat berhasil menjerat seorang mahasiswi magang di kantornya, tak peduli pada Taehyung yang sudah bosan menunggu di lobby gedung. Bisa saja ini dijadikan bukti hierarki tertinggi dalam persahabatan mereka. Park Jimin memang sinting, tapi Taehyung ikhlas. Ikhlas sekali. Yah, lebih ke masa bodoh sebenarnya.

Walau begitu, Jimin lah satu-satunya tempat Taehyung berbagi segala masalah, tak peduli besar ataupun kecil. Juga, tak akan ada yang mengalahkan ketulusan Jimin ketika Taehyung meminta pertolongan. Sebisanya, apapun akan Jimin beri, kecuali kharismanya dalam memikat wanita dan menjadi pecinta ulung. Jimin akan menyerah lebih dulu jika harus mengajari pria es itu perihal asmara. Buang-buang waktu.

"Kau memang bodoh, Taehyung," Jimin memilih makian sebagai permulaan obrolan saat badannya baru saja ia daratkan pada sofa ruang kerja Taehyung di rumah. "Kalau aku punya adik perempuan, pasti sudah kusuruh dia jauh-jauh dari pria sepertimu."

Terang saja Jimin berujar demikian. Akhir tahun seperti ini jadwal pekerjaannya penuh hingga dua minggu ke depan, tapi masih saja harus direpotkan oleh permintaan Taehyung, yang menurut Don Juan sekelas Jimin amat remeh; berkonsultasi mengenai bagaimana caranya membujuk istri yang terlanjur merajuk. Astaga, Jimin ingin menjambak rambut sendiri saja rasanya.

"Mau kuberi satu nasihat, meski aku tahu ini sedikit terlambat," ujar Jimin kemudian.

Taehyung hanya mengibaskan tangan, menyuruh Jimin agar bersuara saja tanpa perlu acuh pada dirinya yang masih tertunduk lesu pada meja kerja.

"Jangan menikahi gadis yang terlalu muda darimu, Paman," sarkas Jimin, dan Taehyung meringis kecut mendengarnya.

"Aku serius, Taehyung. Untuk seusiamu, kau itu kaku sekali. Apalagi untuk Isabelle yang lebih muda sembilan tahun darimu. Tapi ya sudahlah, sekarang untuk penyelesaian jangka pendek, luluhkan dulu hati Isabelle," lanjut Jimin.

"Kau mau aku melakukan apa memangnya? Meniru sikap agresifmu ketika merayu wanita-wanita? Memangnya kau sanggup membayangkanku melakukannya?"

Sekarang ganti Jimin yang meringis kecut. Betul juga, hal seperti itu tak enak dibayangkan sama sekali, apalagi kalau betul-betul Taehyung lakukan. Pasti konyol.

The Scar We Choose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang