quatorze : the truth

505 116 42
                                    

Kanaya dan lita serta haruto terus bergantian menjaga anya. Teman-teman kelas, bahkan teman satu angkatan mereka bergantian mengunjungi anya. Namun sayang, anya tak pernah bersedia membuka matanya di hadapan mereka, bahkan kanaya ataupun lita. Ia selalu terjaga sepanjang malam, menangis dalam keheningan.

Anya tak sanggup, lebih tepatnya belum sanggup menampakkan senyum palsunya untuk saat ini.

Orang yang paling ingin ia lupakan dari pikirannya datang membawa sekian banyak kenangan buruknya kembali bahkan melukai dirinya.

Ia membuka matanya menghadap bulan yang begitu terang menemani malamnya. Hingga tak sadar ada orang lain yang masih terjaga sepertinya, memandang anya dengan nanar.

"malam, anya" anya seketika menolehkan dan bertemu dengan wajah dingin haruto yang kini tersenyum teduh padanya.

"mau keluar?" tawarnya

Di sinilah mereka berada, duduk di bangku taman di saat orang-orang sedang terlelap dengan tenang. Haruto melepas jaket keduanya untuk ia berikan pada anya.

Anya menatap haruto saat ia juga menatapnya. Bibirnya sudah siap berbicara namun tiba-tiba terkatup. Tanpa anya tau ia sedang menahan dirinya untuk tidak bertanya pada anya. Sudah cukup, ia tak akan bertanya.

"mau denger yang mana dulu?"

Anya perlahan menyunggingkan senyumnya

"gak usah memaksakan senyum lo, siapa pun tau kalo itu palsu. Dan juga gak perlu memaksakan diri bercerita kalo emang lo gak mau cerita."

"sebelumnya, makasih udah datang tolongin gue. Kalo lo gak dateng mungkin sekarang gue udah sama ibu, tapi kedatangan lo juga berharga banget buat gue, to. Gue gak bisa membayangkan kalo gue pergi, gimana perasaan kak nay,"

Jika sebelumnya anya berpikir bahwa orang yang menyelamatkannya adalah aya, kini ia tau ternyata bukan. Tepat saat haruto mulai menceritakan kejadian hari itu anya sudah bangun dan ikut mendengarkannya bersama yang lain.

Airmatanya jatuh bukan karena ayahnya. Itu justru disebabkan oleh kenyataan bahwa memang aya tak mungkin menyelamatkannya.

"lo, baik-baik aja?"

"gak mungkin gue baik-baik aja setelah hampir mati"

Haruto memang sedikit kecenderungan bertanya tanpa berpikir. Sudah jelas jawabannya tidak, tetap saja.

"kalo lo tanya apa aja yang udah kak aya kasih buat gue, semuanya" kini anya memutuskan tatapannya dengan haruto

"makanya, saya juga jadi penasaran apa yang udah cowo itu kasih sampe pas dia ninggalin aja cewe nya masih inget aja terus"

Seketika haruto membungkam mulutnya, jadi selama pembicaraan dia dan bapak itu berlangsung, anya tidak tidur.

"sejak gue lahir, keberadaan gue gak pernah diinginkan oleh ayah. Gue tumbuh sama ibu dan kak kanaya. Gak pernah sekalipun ayah sayang sama gue. Sampe anya kecil mikir, kenapa ayahnya gak mau main sama dia sedangkan saat dia berada di taman anak-anak seusianya sibuk berlarian sama ayah mereka"

"ibu, kok ayah gamau main sama anya?"

"ayah kan sibuk sayang, jadi gabisa deh main sama anya. Anya mau main apaa ayo main sama ibu"

"anya mau digendong ayah"

"aduh anya mau digendong rupanya hmm, yaudah naik ke pundak ibu ayo"

"gamau, anya maunya sama ayah. Kalo ibu yang gendong nanti cape, kalo ayah kan engga badannya aja tinggi"

"anya,"

Comρlicαtҽd✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang