38 - explanation .2

1K 134 12
                                    

ft

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ft. nct dream

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di bawah langit kelabu yang masih setia menangkup bumi, hujan tak kunjung reda meski waktu telah berlalu cukup lama. Masih berada di dalam kafe, Jaemin merasa canggung begitu pembicarannya dengan Renjun melalui ponsel berakhir.

Sahabat bodohnya bilang, ia akan membicarakan ini dengannya di lain waktu. Maka dari itu, Renjun memintanya untuk tidak bertindak gegabah dan tidak bertindak berdasar emosi.

Walaupun sebenarnya wajar. Namun, Renjun memintanya menurut. Setidaknya berkat jawaban yang lelaki itu berikan bahwa Chenle memang telah mengetahui perihal ini seperti apa yang sebelumnya Jeno katakan, Jaemin merasa cukup sedikit lebih tenang.

Lelaki itu tidak sedang berbohong.

"Jaemin,"

Jeno akhirnya menjadi pemecah sunyi.

Lelaki bersurai karamel yang dipanggil itu menoleh tanpa memberi sahutan. Jaemin saat ini tengah mengontrol diri, mempersiapkan agar emosinya tetap terjaga saat percakapan baru mereka akan dimulai.

"Jika kau merasa tidak nyaman, kita bisa akhiri pertemuan ini." Jeno merasa semakin tak enak. "Aku tidak tahu ini masih berguna atau tidak, tetapi aku sangat meminta maaf."

Jaemin memejamkan mata sembari menghela napas.

"Bisakah kau tidak mengatakan itu lagi? Aku akan semakin sulit mengontrol diri jika kau mengucapkan maaf kembali. Sudah kubilang, jangan mengatakannya padaku."

Jeno ikut menghela napas, "Kalau begitu ... sebelum pertemuan ini berakhir, apa ada sesuatu yang masih ingin kau bicarakan?"

"Masih." Jaemin mengangguk. "Aku menarik ucapanku. Jangan akhiri pertemuan kita secepat ini."

"Apa?" Jeno kebingungan. "Jangan gila. Itu justru akan semakin membuatmu kesulitan mengontrol emosi. Sebaiknya kau-."

"Aku akan terus menanyakan ini sampai kau menjawabnya. Dan aku tidak akan pernah berhenti atau berpikir untuk menyerah." Jaemin memotong perkataan tersebut, membuat sang lawan bicara berakhir bungkam meskipun rautnya tampak terlihat tak terima.

Jika lelaki itu berkata seperti ini, pertanyaan yang akan ia ajukan amatlah penting.

"Baiklah," Jeno menghela napas lagi. "Tetapi setelah pertanyaanmu terjawab, mari kita akhiri pertemuan ini terlebih dahulu demi-."

"Tidak."

"Jaemin, aku mohon. Ini untuk kebaikanmu juga. Mari bicara kembali setelah kepala kita dingin."

"Tidak, Jeno. Aku bilang tidak. Sekarang mari kembali pada pertanyaan tersebut."

"Tolong jawab dengan jujur." Jaemin menjeda perkataannya terlebih dahulu selama beberapa saat, "Jadi ... siapa yang pantas memberitahu ini semua pada Haechan? Siapa yang pantas menjelaskannya kalau itu bukan kau? Siapa yang memang layak untuk mengatakannya?"

idiot school | nct dream ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang