Enam

68 20 1
                                    

Senja
.
.
.

Seperti apa yang dititahkan oleh pak Jondan, mereka tetap tinggal di sekolah untuk membersihkan kelas gedung lantai 3. Mereka membaginya agar cepat selesai.

Awalnya mereka masih sangat bersemangat, tapi lama kelamaan energi mereka turun.

Brak! Suara kedua pintu yang dibenturkan.

Vigar menutup pintu kelas yang sudah mereka bersihkan. Tinggal satu kelas lagi yang harus mereka bersihkan. Mengusap tangannya kasar, Vigar menuju ruang keas XII IPA 1, kelas Senja dan Gheitsa.

Membuka pintunya sedikit, Agas terdiam sejenak. Ia menyapu pandang, dilihatnya kelas itu dengan seksama. Kelas itu begitu nyaman digunakan untuk belajar. Kelas yang begitu strategis.

Cahaya matahari berwarna jingga yang masuk melalui ventilasi menambah keindahan ruang kelas. Rendy dan Teo mendorong Agas masuk.

Saat mereka masuk dan melihatnya, mereka langsung berjalan menuju arah dimana cahaya itu memancarkan sinarnya. Begitu indah sampai membuat Agas yang sangat tidak peduli kagum.

" sang senja datang " ucap Agas pelan.

Agas tersenyum sampai membuat lesung pipi di pipi kanannya terlihat, tercipta sangat indah. Agas lalu berbalik, menuju tempat dimana senja terlihat sangat mempesona.

Anak-anak yang lain pun mengikutinya, lagi pula tidak ada yang tau tempat itu selain mereka, rerumputan luas yang indah di belakang sekolah.

Begitu bagusnya senja itu, banyak makhluk yang kagum atas ciptaan tuhan yang satu ini. Agas berdiri, menghadangkan tangannya di depan cahaya itu, membentuk bayangan jarinya itu di wajahnya.

" lagi-lgi senja nunjukin kecantikannya " ucap Ibram.

" nggak ada yang bisa ngalahin senja kecuali bulan dan bintang " sahut Vigar.

Agas menghela nafas gusar, melepas semua beban yang ia pikul selama ini. Menempatkan dirinya pada titik ternyaman, yaitu kedamaian. Mendongakkan kepalanya ke atas, menatap langit. Sebentar kagi senja akan kalah dengan bulan dan bintang.

" gue suka senja " gumam Agas.

Mereka menghabiskan sore hari dengan menikmati senja. Mereka duduk di rerumputan itu sambil bercanda ria. Tak lama, mereka hanya menunggu sampa senja menghilang dan digantikan oleh bulan dan bintang.

~~¤~~

Terik matahari pagi menyinari rumah besarnya. Agas tengah berjalan menuruni anak tangga sembari mengucek-ngucek matanya malas. Ia baru saja bangun dari tidurnya.

Ia berhenti sejenak. Dari atas ia melihat wanita yang tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecil itu. Menajamkan matanya, ia langsung berjalan ke arah wanita itu. Sedari tadi ia berusaha melihat wajah wanita itu, tapi selalu tidak bisa. Seperti sangat sulit untuk melihat wajahnya.

Yang pasti bukan kakaknya, karena kakaknya barusaja berpamitan untuk pergi kuliah. Atau mungkin wanita yang tengah berbada dua itu?

" mamah " panggil Sinta dari kejauhan. Ia kembali lagi untuk mengambil laptopnya yang tetinggal.

Wanita itu menoleh, menunjukkan wajahnya yang tengah tersenyum ke arah Sinta.

" laptopku ketinggalan "

Agas tercengang. Ini pasti tidak mungkin terjadi. Wanita itu adalah mamanya. Sedangkan mamanya sudah lama meninggal. Ini sangat aneh. Kakaknya sudah bekerja, kenapa masih kuliah? Bukannya sudah lulus setahun yang lalu? Tapi apa sekarang? Siapa yang ada di hadapannya itu? Ataukah mungkin ini semua hanya ilusi?

AREGAS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang