Tujuh

68 17 1
                                    

Malu
.
.
.

" mmhh " suara seorang gadis yang baru saja terbangun.

Senja membuka matanya. Ia lalu duduk sembari memegangi kepalanya. Ia mendongakkan kepalanya, menyapu pandang seluruh ruangan yang ia tempati. Sepertinya ini bukan kamarnya, ada dimana dia? kenapa ia ada disini?

Kamar itu terlihat lebih lebar dari kamarnya. Dari wallpaper-nya saja sudah berbeda.

Senja memejamkan mata, mengetuk-ngetuk keningnya mengingat kejadian semalam.

" apa yang gue lewatin? kenapa gue bisa ada disini? aduh kenapa gue nggak inget apa-apa? "

Ia berfikir keras sembari mengerutkan alisnya. Ia mengingat-ingat lagi ingatannya.

Senja mengambil bola itu lalu melemparnya jauh kedepan. " yah, kejauhan " ucapnya.

Felis menatap Senja. Bola itu berhenti di samping remaja yang tengah duduk mengenakan seragam sekolah.

Senja mengernyit, menatap tajam punggung remaja itu dibawah cahaya lampu yang remang-remang. Di samping remaja itu terdapat sebuah botol alkohol. Remaja itu mengambil botol alkohol itu lalu meminumnya.

" ih, masih sekolah udah minum miras " ucap Senja sembari memonyongkan bibirnya.

Seperti halnya peliharaan lain, Felis berlari akan mengambil bola itu. Senja yang melihatnya berusaha mencegah Felis, tapi Felis sudah lari terlebih dahulu.

Senja langsung berbalik menghidupkan layar ponselnya. Mencari artikel tentang orang mabuk.

" orang mabuk bisa mencelakai dirinya sendiri atau orang lain tanpa sadar " bacanya pada salah satu artikel.

Matanya langsung melotot, jantungnya berdegup kencang. Bagaimana kalu terjadi apa-apa pada Felis? atau ia melakukan sesuatu di bawah alam sadar sedangkan disini tidak ada orang selain mereka?

Jantungnya berdegup sangat kencang, disitu Senja mulai merasakan sesak. Perlahan ia mendekat ke arah remaja itu. Remaja itu terlihat menoleh ke arah Felis.

dadanya tambah sesak.

Senja tidak membawa alat itu. Kini dadanya tambah sesak. Senja berhenti di samping remaja itu. Ia memegangi dadanya, nafasnya seperti orang yang baru saja berlari.

Remaja itu mendongakkan kepalanya ke atas menatap Senja.

" Agas " batinnya. Ia memegangi dadanya yang kini bertambah sesak, nafasnya tidak beraturan.

" kucing gue " ucap Senja pelan.

Agas menatapnya bingung. Senja memejamkan matanya menahan sesak itu. Saat membukanya pandangannya mulai kabur. Satu per satu objek yang ia lihat mulai tidak jelas. Ia memegangi kepalanya.

" lo kenapa? "

Bruukkk!!
.
.
.

Senja tercengang, ia membuka mulutnya lebar " wahhhhh gilaaaa!! " Senja memukul-mukul pipinya tidak percaya. Tapi itu terasa sakit, ia tidak sedang bermimpi.

" kalo gitu sekarang gue ada di rumah Agas " ceplosnya.

Yah, mungkin begitu.

Senja langsung buru-buru bangkit, mengenakan sandal yang ada di samping tempat tidur. Ia bergegas membuka pintu dan keluar. Sedetik kemudian ia kembali ke dalam.

" kalo gue berisik, nanti keluarganya pada denger. Kenapa juga dia bawa gue kesini!! " decaknya kesal.

Senja berjalan tanpa membuat suara gaduh. Ia melihat beberapa pajang foto yang disitu ada foto Agas bersama keluarganya. Benar, itu rumah Agas.

AREGAS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang