Tiga belas

43 14 3
                                        

Datang dengan tiba-tiba
.
.

Ibram meminta kepada mereka untuk keluar karna ia ingin bicara dengan Denis berdua saja.

"berdua doang?" tanya Senja.

"iya"

Semua keluar meninggalkan Denis dan Ibram berdua saja. Sebenarnya mereka bingung, Ibram saja kelihatannya tidak dekat dengan Denis, tapi mengapa hanya bicara berdua saja?

"mereka ada hubungan apa sih? Setau gue mereka nggak deket bahkan nggak saling tegur sapa?" tanya Gheitsa penasaran.

"lah ya mana kita tau?" suara Teo.

"lo kan temennya"

"tapi dia nggak pernah ngomong soal Denis sekali pun" sahut Rendy.

Agas hanya diam meyandar ke dinding sambil mendengar celotehan mereka yang penuh tanya. Ia tak mau ikut campur dan tak mau tau.

Lagipula kalau bukan pak Jondan yang menyuruhnya menunggu di UKS, ia tidak akan mau, bahkan tidak sudi.

Senja mendekati Agas yang tengah bersandar itu. Dan bertanya padanya tentang perkelahiannya dengan Denis.

"gas, lo kenapa sama Denis?" tanya Senja.

"tanya aja sama temen sekelas lo" ucapnya enteng  tanpa melirik Senja.

"tinggal ngomong apa repotnya si!"

Agas hanya melirik Senja tanpa menolehkan kepalanya. Ia sedang tidak mau membahas masalah tadi.

Pada akhirnya Senja terus membuat Agas harus buka mulut padahal mulutnya itu sedang malas berbicara.

"sepatu gue kayaknya ketinggalan tempat lo" ucap Senja tiba-tiba.

Agas menoleh, sepertinya ia sedikit tertarik dengan omongan Senja barusan.

"di rumah gue?" tanyanya bingung.

"iya, waktu lo bawa gue ke rumah lo itu, gue kan pulangnya pake sendal"

"dasar nyolong" seru Agas.

"apanya si yang nyolong?"

"sendal rumah gue"

Senja tak habis fikir, itu hanya sebuah sandal! Oke besok ia akan kembalikan sandal itu dan mengambil sepatunya.

"gue mau ambil ke rumah lo.... " belum sampai selesai Senja bicara tapi Agas sudah pergi meninggalkan mereka.

"...besok malem"
.
.

Agas dan Denis tengah berada di ruang bk dengan pak Jondan yang duduk di kursinya sambil memandangi mereka berdua.

Mereka berdua hanya diam dan sesekali melirik. Tatapan beliau sangat tajam.

"kalian kenapa berantem? Hah?!"

Kedua siswa berbeda kelas itu hanya diam saja. Terlihat di wajah Denis kalau ia sedikit khawatir, sedangkan Agas memasang tampang datar tanpa merasa bersalah. Tapi memang ia tidak merasa kalau dirinya salah.

"kenapa? Jelaskan?!" suaranya begitu menusuk di telinga sampai membuat Agas dan Denis menutup telinga mereka.

"dia buat masalah duluan pak" ucap Denis.

Agas mengangkat alis sebelah, ia masih bingung dengan maksud Denis tentang membuat masalah lebih dulu.

Padahal jelas-jelas terlihat dan bahkan terdapat saksi mata bahwa Denis yang memukulnya lebih dulu. Kalau ini di pengadilan Agas sudah menang telak, karena semua bukti memberatkan Denis.

AREGAS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang