Delapan

55 18 1
                                        


Malam
.
.
.

Hamparan tanah luas dengan bagian berpetak petak dilengkapi batu nisan tertata dengan rapi. Aroma melati dan pohon bunga kamboja menambah suasana pemakaman lebih terasa.

Agas berjalan diantaranya, mengenakan kemeja berwarna gelap. Ia membawa satu buket bunga mawar yang indah.

Ia berhenti di sebuah makam yang bertuliskan nama seseorang yang sangat ia kenal, SANDRINA WULANDARI. Ia berjongkok di samping makam itu.

Begitu terkesan sosok itu bagi Agas. Ia hanya merasakan kasih sayang sang mama selama 7 tahun semasa hidupnya. Sampai sekarang, tidak ada yang bisa menggantikan posisi itu baginya, karena itu terlalu istimewa untuk orang yang tidak istimewa selain mamanya.

Ia meletakkan bunga mawar yang ia bawa di atas gundukan tanah itu. Dulu mamanya sangat menyukai bunga mawar.

" hari ini tepat peringatan 10 tahun meninggalnya mama, Agas bawain bunga mawar kesukaan mama " ucapnya lirih. Ia menatap nama sang mama dengan matanya yang sudah berkaca kaca, " Agas selalu do'ain mama biar kita bisa ketemu di tempat yang lebih indah daripada dunia yang penuh dusta ini " sambungnya.

Perlahan ia mulai meneteskan air matanya. Membasahi pipi, lalu jatuh ke tanah. Air mata itu sangat berharga, tidak pernah tertetes dari matanya kecuali karena mamanya. Agas tersenyum, lalu mengusap kasar bekas air matanya. Laki-laki harus kuat, begitu kata mamanya.

Setelah selesai mengujungi makam sang mama, Agas berjalan menuju motornya untuk pulang. Sedari tadi ponselnya terus berbunyi tanpa henti.

8 misscall dari Vigar.

Agas lalu mengantongi ponselnya kembali. Ia berniat menghubungi Vigar saat sampai di rumah nanti. Ia menaiki motornya, memakai helm lalu pergi dari pemakaman itu.

~~¤~~

Agas mematikan mesin motornya, membuka helm dan meletakannya di atas motor. Ia mendapati sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Agas menyudutkan iris matanya, itu adalah mobil kakaknya.

Kenapa kakaknya kemari? Memangnya ia tidak pergi bekerja?

Agas langsung masuk ke dalam, mencari dimana kakaknya berada.

" kak " panggilnya.

Agas mendongak ke atas, pasti kakaknya ada di kamar itu. Ia langsung naik ke lantai atas. Dan benar saja, kakaknya sedang duduk sambil memandangi sebuah foto keluarga mereka sewaktu masih utuh.

" ini foto keluarga kita waktu masih utuh, mamah cantik " ucapnya sembari tersenyum.

Agas hanya tera nyum memandangi kakaknya, " kakak nggak kerja? "

" kamu aja nggak sekolah masa kakak harus kerja? "

Lagi, Agas hanya tersenyum. Lagipula ini hari peringatan mamanya.

Sinta lalu berdiri, menghadap ke arah Agas, " nanti papah sama orang itu akan dateng kesini mau nemuin kamu "

Agas langsung menoleh ke arah kakaknya, ia berusaha untuk tidak peduli dan bersikap cuek.

" buat apa? "

" mau ngobrol aja sama kamu "

Agas menatap kakaknya yang tersenyum. Kali ini ia harus bersikap baik.

Ia lalu turun kebawah. Ia tidak menyadari temannya yang tengah duduk di sofa menunggunya. Seperti rumah sendiri, mereka sudah mengambil langsung minuman dari lemari pendingin.

Sembari bermain ponselnya, Rendy melirik Agas yang tengah menuruni tangga.

" watados banget lu jalannya, ditungguin dari tadi juga "

AREGAS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang