Lonceng berdenting. Beberapa merpati berterbangan mengikuti arah angin bersamaan dengan helai daun melambai di udara.
Deburan ombak pagi memecah keheningan bersamaan dengan lonceng yang nyaring di telinga.
Genggaman di lepas. Tubuh dua lelaki dengan tinggi badan berbeda itu saling berhadapan menatap satu sama lain.
Senyum kecil merekah di bibir si manis. Jisung gugup bukan main, sebisa mungkin Chenle bisikan kalimat penenang sebagai obat.
Dan berhasil. Jisung lebih tenang sekarang.
"I Park Jisung, take you Zhong Chenle to be wedded.
To have and to hold from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health, to love and to cherish 'till death do us part. I pledge you my faithfulness."
Chenle manahan senyum. Hatinya menghangat setelah janji suci di antara keduanya selesai terucap.
Sedih? Tentu saja. Chenle akan beralih tangan dari kedua orang tua nya sekarang. Ia akan tinggal dan hidup bersama lelaki di hadapan nya.
Park Jisung. Suami resmi nya di hadapan Tuhan, juga dunia.
Bukan. Bukan tangis kesedihan, melainkan tangis haru.
Chenle akan menahan nya lebih jauh, tangis nya hampir pecah jika saja ia tidak sadar akan sesuatu.
"Dengan ini. Saudara Park Jisung, resmi menjadi suami sah seorang Park Chenle."
Riuh tepuk tangan memenuhi indra. Cicit burung ikut memeriahkan suasana.
Chenle tertegun. Jisung tersenyum di hadapan nya.
Senyum nya indah dengan garis halus di bawah mata.
Chenle melihat sesuatu menguar dari tubuh Jisung. Binar orange lembut memercik halus.
Chenle yakin, dirinya bukanlah seorang synesthesia. Tapi apa yang dilihat nya cukup nyata.
"Untuk pasangan dipersilahkan mengikat janji dengan mencium pasangan nya."
Jisung melangkah maju, tangan keduanya kembali bertaut.
Chenle memejamkan mata. Jantung nya berdebar bukan main, padahal ciuman nya kali ini bukan lah yang pertama bagi mereka.
"Lele. Calm down."
Ternyata. Jisung tau jika sejak tadi Chenle merasa gusar, namun setelah mendengar kalimat tersebut. Chenle merasa jauh lebih tenang.
CUP
Hangat. Rasa senang dan bahagia seperti membuncah di dalam dada. Baik Chenle maupun Jisung, mereka berdua sama-sama merasakan hal yang sama.
'There is so much to be grateful for. And thanks god for this beautiful moment. Glad to have Park Chenle in my life.'
✨✨⏳✨✨
"Apa yang lagi lo pikirin le."
Keduanya sedang menatap indah nya sunset.
Mereka sudah selesai dengan acara pernikahan dan memilih untuk bersantai sejenak menikmati waktu indah bersama.
Sejak tadi Chenle hanya diam, membuat Jisung sangat khawatir, namun ia tahan untuk bertanya karena saat itu mereka harus menyapa tamu undangan.
Kali ini mereka hanya tinggal berdua. Saat nya Jisung bertanya akan keterdiaman Chenle setelah selesai acara.
"Chenle? Ada masalah? Ada sesuatu yang gamggu pikiran lo? Kasih tau gue, lo tanggung jawab gue sekarang-"
Kalimat Jisung terhenti saat setetes air mata lolos melewati pipi istrinya.
Chenle menangis.
"Hey, whats wrong?"
Semakin di tanya, tangis Chenle semakin keras terdengar. Jadi Jisung memilih diam dan meredakan tangis nya lebih dulu.
Ia peluk tubuh kecil itu ke dalam dekapan. Membuat tangan Chenle mencengkram kuat kemeja yang Jisung pakai.
"Hiks.. huuu."
Jisung bingung. Apa yang sebenarnya membuat Chenle menangis sehebat ini? Bahkan hingga tersedu.
Ia merasa tidak terjadi sesuatu yang aneh apalagi buruk selama prosesi pernikahan mereka beberapa waktu lalu.
Tepukan lembut Jisung di pundak Chenle membuat tangis nya lumayan mereda. Ia angkat wajah itu menghadap wajah.
Ia usap jejak air mata di pipi, tidak lupa mengecup kelopak indah itu agar tangisan tak lagi mengalir.
"Udah tenang? Bisa jelasin sekarang?"
Chenle mengangguk lemah. Tangan nya ia gunakan untuk mengusap kelopak nya yang memerah. Lucu
"G-gue kelewat bahagia sampe rasanya mau nangis keras. Hiks- gue tahan dari waktu lo ucap janji pernikahan di altar hiks- hiks- gue ga tau kenapa, tapi hiks- gue ga mau pisah dari lo hiks.. huuu."
Tangisan nya kembali hadir. Tapi Jisung merasa lebih tenang, ternyata Chenle menangis bukan karena hal buruk. Tapi hanya karena haru.
"Jangan nangis. Gue ga bakal lepasin lo. Gimana bisa gue lepasin setengah nyawa gue hm? Sama aja gue bunuh diri nama nya."
Jisung kecup berulang pucuk kepala kesayangan nya. Ia usap pipi dan telinga itu hingga menghangat sampai tangis nya perlahan terhenti.
"Gue udah janji di hadapan Tuhan. Selalu ada di sisi lo dalam keadaan apapun. Senang atau susah, bahagia atau menderita. Kaya atau miskin. Sampai maut memisahkan. Jadi jangan khawatir tentang itu."
Chenle mengangguk, walau dirinya masih cegukan karena tangis nya. Lucu, Jisung kecup pipi basah itu karena gemas.
Sesekali ia gigit-gigit sampai Chenle tertawa kecil karena geli di pipi.
"Makasih Jisung. Makasih udah hadir di hidup gue."
Chenle mengalungkan tangan nya pada yang lebih tinggi. Jisung balas mendekap pinggul ramping sang istri.
"Itu adalah kalimat gue buat lo. Makasih udah rubah gue, makasih udah sabar lewatin hari-hari pengobatan buat gue. Makasih buat terus ada di samping gue."
Keduanya saling berpelukan dalam waktu yang cukup lama. Saling bersandar satu sama lain.
Di temani dengan cahaya lembayung yang mulai redup karena matahari yang hampir tenggelam.
Angin yang semula hangat berubah menjadi dingin, disitulah Jisung sadar jika malam telah tiba.
Ia angkat tubuh ringan Chenle ke dalam gendongan. Lalu ia bawa masuk ke dalam villa.
Saat nya mereka beristirahat.
✨✨⏳✨✨

KAMU SEDANG MEMBACA
Orange [jichen] END
FanficOriginal Story @Ddongie_ Orange [Minsung] Chenle di beri kesempatan kembali ke masa lalu untuk memperbaiki sesuatu. masa depan nya adalah sebuah kehancuran. dan dia tidak ingin hidup dalam bayang kesalahan dan penyesalan. jadi, Chenle melakukan nya...