HARI PERTAMA

16 3 5
                                    

Pagi hari yang dinantikan semua siswa – siswi baru, yaitu masuk ke sekolah impian mereka, tapi berbeda dengan Adel, dia harus memasuki sekolah yang dipilih oleh orang tuanya, tapi ada rasa syukur dalam dirinya yaitu dia tidak dikenali oleh siapapun disekolahnya, itulah kenginannya.

Perkataan Dita kemaren membuktikan bahwa dia tidak dikenal sama sekali di sekolah miliknya sendiri, ternyata perkataan kedua orang tuanya sesuai dengan keinginannya agar tidak dikenali di sekolah. Adel berjalan menyusuri tangga menuju meja makan, bertemu dengan kedua orang tuanya,

"Ma, pa, guru-guru disekolah tidak tau kan kalau Adel anak papa sama mama?" tanya Adel sambal menarik kursinya.

"Nggak ada yang tau sayang, bahkan kepsek pun nggk tau, jadi kamu jangan khawatir, papa udah turutin keinginanmu yah kan? Papa enggk bakal bohong, kamu papa yang daftarin sendiri, dan papa bilang kamu anak yang dibantu 100% dari Yayasan." Jawab papa.

"Yaudah pah, makasih yah, mama juga, makasih ma. Adel langsung berangkat yah. Udah nggk sabar kesekolah!" jawab Adel dengan antusias.

"Iya hati-hati, tapi rambut kamu bakal diikat? Nggak dibiarin ajh?" jawab mama sambil disusul dengan pertanyaan.

"Biar aja mah, Adel lebih nyaman kayak gini" jawab Adel

"Yaudah Adel pergi yah mah, pah." Jawab Adel sambil menuju ke pintu keluar dan disambut dengan Pak Ibnu.

Sesampainya di tujuan yang diinginkan Adel, diapun turun dan menuju ke papan pengumuman, untuk melihat dia berada di kelas mana, dan ternyata dia dimasukkan ke kelas X Mipa 1, dengan cepat langsung berjalan menuju ke kelasnya, dan Adel lah yang datang paling pertama.

15 menit berlalu dan mulai satu persatu anak kelas memasuki kelasnya dan mencari tempat duduk paling nyaman, Adel memilih tempat duduk nomor 2 dari depan karena ia tak mau dibilang sangat pintar, tapi dia ingin mengikuti pelajaran dengan sangat baik, jadi kursi nomor 2 dari depanlah menjadi pilihannya.

"Apaan sih lu! Kalau dikasih tau tuh dengerin" teriak seseorang dari luar pintu kelas, Adel yang berusaha melihat keluar, dan yang dilihatnya adalah hal yang paling tidak ingin dia lihat, yaitu Dita dan Talia yang sedang membully Isma, lagi dan lagi. 'uuh, yah sudahlah, kalau emang sudah keterlaluan baru gue kesana ngurus tuh bocah 2 orang' batin Adel, dan dengan tiba-tiba guru datang ke kelas.

"Pagi anak-anak! Saya Bu Melati, panggil aja bu Mela, saya wali kelas kalian. Semuanya duduk secepatnya, banyak yang ingin ibu sampaikan." Sahut bu Mela.

Tanpa Adel ketahui sudah ada seorang wanita yang duduk tepat disampingnya.

"Hai!" Sapa wanita disebelah Adel.

"Astaga! sejak kapan lu duduk disitu?" tanya Adel dengan nada yang masih kaget.

"Hahaha, gua ngagetin yah? Maaf, nama gue Fany Kalila, panggil ajah Fany." Perkenalan singkat fany yang dihiasi dengan senyuman manis dibibirnya.

"Nama gue Adelia Faranisa, panggil ajah Adel." Jawab Adel.

"Nggk usah dingin, kita bakal jadi temen baik kok!'" Jawab Fany dengan percaya diri.

"Ok anak-anak, ibu akan memberitahu tentang kelengkapan sekolah kita, kita memiliki Perpustakaan 2 lantai di bagian koridor sebelah kanan samping restorant, kita juga punya ruangan Radio, khusus untuk kalian yang suka penyiaran bisa kesana dan mendaftarkan diri, kita juga punya Aula Musik kalian sudah tau kan letaknya dimana saja?" jelas bu Mela sambil dilengkapi dengan pertanyaan.

"Tau kok bu" sahut beberapa murid.

"Ok, kita juga punya lapangan futsal, basket, dan badminton, ada juga ruangan olahraga khusus seperti meja tennis, ruang olahraga bela diri, dan ada kolam renang dalam ruangan untuk Latihan renang, kita juga punya taman belakangan. Sekarang ibu mau kalian menulis nama, tempat tanggal lahir kalian, dan kenapa kalian ingin masuk ke SMA Prajaya, kalau sudah kumpulkan ke Ibu, ayo sekarang dikerjakan.

"Semua anak langsung mengeluarkan peralatan perang mereka sebagai siswa-siswi, dan mulai menuliskan beberapa kata.

Jam bu Mela selesai dan mereka langsung menuju restorant, restorant tersebut lebih sempurna dari ekspetasi mereka semua, begitupun bagi Adel, dan yang buat Adel kaget bahwa desain Restorant inilah yang pernah ditanyakan papanya kepada Adel untuk memilih desain arsitektur terbaik, dengan semangat mereka mengambil piring dan nampan langsung menimba makanan yang tersedia secara prasmanan.

"Wah hebat yah, pemiliknya sekaya apa sampai bisa memikirkan kantin sekolah berdesain restorant hotel bintang 5" jelas Fany yang membuyarkan lamunan Adel.

"Eh iya, pasti kaya banget." Adel langsung mengingat bagaimana bentuk rumahnya, yang halamannya bisa diparkiri 20-30 mobil, taman belakang rumahnya, rumahnya yang tingkat 3, bahkan Adel memiliki beberapa ruangan pribadi dirumahnya.

"Eh ayok ambil makan" ajak fany.

Setelah mereka selesai mengambil makanan mereka, mereka menuju kesebuah meja makan yang bisa diduduki enam orang, saat mereka sedang makan, Dita dan Talia langsung duduk didepan Adel dan Fany, diikuti kak Raka dan juga Delvin.

"Eh miskin, gue mau duduk disini." Sahut Talia yang langsung menarik kursi di depan Adel diikuti dengan 3 temannya.

"Kalian tuh nggak berhak makan di restorant ini. Makan ajah di warung depan sekolah, kalian sekolah disini ajah dibayarin" Timpal Dita.

"Kalian tuh nggak berhak ngomong kek gitu" sahut Fany tidak terima.

"Eh, gue mau nanya, bokap lu kerja apa?" tanya Dita.

"Bokap gue karyawan di perusahaan Megatama." Sahut Fany dengan suara yang dipelankan.

"Perusahaan megatama? Dibagian mana? Pusat?" tanya Talia dengan suara yang ditinggikan, Raka dan Delvin sama sekali tidak peduli, mereka hanya menghabiskan makanan mereka pelan-pelan.

"Nggak, bokap gue dibagian cabangnya, di pedalaman." Sahut Fany.

'Entah mental sekuat apa yang membuat Fany bisa sejujur itu' perkataan tersebut terlintas dipikiran Adel.

"Asal lu tau yah, bokap gue kerja di perusahaan Megatama pusat sebagai manager utama. Jadi lu nggak usah macam-macam, gue suruh bokap gue pecat bokap lu nanti, kalau lu macem-macem." Balas Talia.

"Kalau bokap lu kerja apa?" tanya Dita ke Adel.

'astaga, gue harus bilang apa?' batin Adel.

"Eh, gue nanya sama lu miskin! Nggak punya mulut lu?" bentak Dita yang membut seisi kantin melihat kearah mereka.

"Papah gue kerjanya, supir." Balas Adel dengan suara yang agak lantang 'benerkan? Papa kan sering bilang ke aku "Siap nyonya kita berangkat" dan papa selalu ngaku kalau papa supir pribadiku, hehe maaf papa.' Batin Adel.

"Supir? Bisa masuk ke skolah ini? Gue rasa pemilik sekolah ini gesrek otaknya! Masa anak supir dimasukin ke sekolah ini" Balas Dita.

"Bokap gue kepala manager di perusahaan Sanisa, perusahaan terbesar dinegara ini, jadi lu berdua nggak usah banyak tingkah" Balas Dita dengan percaya diri.

'Ini bocah kenapa yah? Megatama, Sanisa, Vlorine, dan Chellery, perusahaan itu semuakan bakal jadi milikku, lagian perusahaan Sanisa diambil dari namaku dengan nama papa, sahrul dan faranisa. Ini bocah dua pengen ganti otak kali yah.' Batin Adel dengan emosi yang mengelilinginya. Tanpa sadar bel masuk sudah berbunyi. Mereka segera membersihkan makanan mereka dan menyimpan lagi barang-barangnya.

Sesampainya dikelas "Fany gua mau nanya" Tanya Adel.

"Tanya ajah Del, nggak usah canggung"

"Lu nggak papa berteman dengan gue anak supir?" tanya Adel dengan nada ragu yang di buat-buat.

"Emang lu pikir gue ini cewek gimana? Yang carinya temen kaya? Gue nggak gitu del, gue diajarin bokap nyokap untuk berteman dengan siapa ajah, karena kita nggk tau apa yang akan terjadi dengan kita di hari esok." Balas Fany penuh keyakinan.

"Uh, gue jadi sayang sama lu deh Fan." Balas Adel dengan senyuman paling cantik dan indah, dan juga dilengkapi dengan pelukan hangat kepada Fany, Fany dengan cepat membalas pelukan Adel.

"Cantik"

"Hah? Apaan Vin? Lu bilang siapa yang cantik?" tanya Adit.

"Hah? Nggk, gue nggk ngomong apa-apa." Balas Delvin dengan wajah yang didatarkan.

"Cie, temen sebangku gue suka cewek nih." Sahut Adit dengan nada menggoda.

The Knife Smelled Like A FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang