DELVIN

5 2 0
                                    

"Aish, kak pelan-pelan bisa kan? Sakit tau!" Ucap Farhan yang sudah sadarkan diri di tenda milik anggota OSIS. Mereka sedang diobati, Delvin yang diberi infus dan tidak sadarkan diri itu benar-benar terlihat putus asa. Kehadiran Adel diambang pintu menyita penglihatan Farhan.

"Sayang?" Ucap Farhan saat melihat wanita yang baru saja dia celakai itu. Adel yang tidak memperdulikan Farhan yang memanggilnya dan hanya menatap Delvin yang terbaring lemah di sudut ruangan. Dengan niat yang kuat Adel melangkahkan kakinya menuju ranjang Delvin tapI sebelum itu kakinya reflek berhenti di hadapan Farhan.

"Kita putus" Ucap Adel tanpa melihat Farhan sama sekali. Dengan kekuatan dan keberaniannya dia berjalan mendekati Delvin dengan kondisi yang sama, terbaring dengan infus di tangannya dan dengan perban di kepalanya. Tatapan sendu itu muncul tanpa diminta.

"Vin, gue tau lu bisa dengerin gue, gue minta maaf. Ini sudah menjadi hal terburuk yang gue lakuin ke lu cuman karena gue yang buta dengan cinta masa lalu, bangun yah. Banyak yang mau gue ceritain ke lu, tragedi tadi dan kenapa bisa ada Isma. Gue enggak pernah ngebenci cewek itu bahkan saat dia yang dijodohkan denganmu, tapi hari ini gue benar-benar benci sama dia, cuman karena dia jadiin gue kambing hitam untuk bisa dapetin lu lagi, dan gue sadar ternyata lu lebih berharga dari pada laki-laki yang mencoba nyelakain ceweknya sendiri. Delvin bangun yah, bentar lagi api unggun, kita harus liat bareng. Adel sayang Delvin, makasih yah udah jagain Adel dari belakang dan Adel minta maaf karena Adel enggak bisa ngeliat kehadiran Delvin" Mata sendu itu mengeluarkan butiran air yang tidak di minta, semua orang yang ada di ruangan itu meninggalkan ruangan dan menyisakan Adel, Delvin, dan Farhan.

"Adel" Ucap Farhan.

"Lu enggak punya hak bicara sama gue lagi, jujur ajah enggak ada satupun orang yang gue benci di dunia ini, tapi Han lu adalah orang pertama yang masuk dalam daftar hitam hidupku bersamaan dengan cewek lu itu. Ouh dan juga, gue mau ngasih ini" Ucap Adel yang berdiri dari kursi dekat ranjang Delvin menuju Farhan.

"Gue rasa gue enggak butuh gantungan kunci ini" Ucap Adel sembari memberikan sebuah gantungan kunci berbentuk lingkaran jam digital dengan hitungan mundur.

"Gantungan kunci?" Tanya Farhan.

"Iya, ini silahkan ambil balik" Ucap Adel sambil menarik tangan Farhan untuk memberikan gantungan kunci tersebut.

"Gue enggak pernah ngasih lu gantungan kunci Del" Ucap Farhan. Sontak Adel yang kaget langsung melepaskan tangan Farhan dan menatapnya tajam.

"Jadi ini bukan dari lu?"

"Bukan" Ucap Farhan. Setelah mendengar jawaban dari Farhan, Adel langsung berjalan keluar dan duduk dibawah pohon besar sambil menatap jam digital berbentuk gantungan kunci yang terus berjalan itu.

"Jadi ini dari siapa? Dan waktu ini akan berakhir 9 jam lagi, berarti jam 6 pagi hari esok? Maksudnya jam kita pulang dari kegiatan?" Ucap Adel sambil tertawa renyah.

"Pikirin ajah terus dengan otak lu yang dangkal itu" ---

~

"Gimana rasanya diputusin saat malam api unggun?" Ucap Delvin yang terbangun dan melepas infusnya.

"Lu udah bangun?" Tanya Farhan.

"Gue butuh jawaban bukan pertanyaan" Ucap Delvin sembari menatap Farhan yang terduduk di atas ranjangnya.

"Gue enggak sesakit hati itu, lagian Adel cuman selingkuhan. Gue pacaran sama Isma dan dia mau dijodohin sama lu juga itu karena permintaan gue. Gue udah mantau Adel dari lama, gue putus juga itu karena—" Ucapan Farhan terpotong oleh perkataan Delvin.

"Gue enggak suka dengerin cerita masa lalu orang, hidup tidak melulu di sangkut pautkan dengan masalalu, hanya orang bodoh yang mengukur kehidupan masa depan dari masa lalunya. Jadi gue enggak penasaran dengan apa yang lu rencanain gue cuman nanya, gimana rasanya, dan pertanyaan itu sudah terjawab. Gue permisi" Ucap Delvin yang berjalan keluar menuju Tendanya.

~

"Eh! Lu ngapain disini woy! Lu tuh belum sembuh!" Ucap Iqbal yang melihat kedatangan Delvin.

"Enggak papa gue males ajah disana sepi, kek udah di tungguin malaikat maut. Api unggunnya jam 12 kan?" Tanya Delvin.

"Iya, masih ada 2 jam lagi" Ucap Iqbal.

"Adit mana?" Tanya Delvin karena dari awal Adit selalu menempel dengan Delvin seakan mengatakan 'kita jangan pisah'

"Ijin balik dia, katanya orang tuanya nelfon" Ucap salah satu teman Delvin.

"Jam segini?" Tanya Delvin.

"Tadi jam 9, dia di antar sampai ke pekarangan dibawah sana, trus nyari taksi deh"

"Ouh" Balas Delvin.

The Knife Smelled Like A FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang