"PERHATIAN UNTUK SEMUA SISWA-SISWI KELAS X DAN XI SILAHKAN BERBARIS SEUAI KELAS MASING-MASING" Teriak salah satu anggota OSIS pengurus kegiatan kali inni.
Tak butuh waktu lama, semua siswa-siswi sudah berkumpul di sesuai kelas masing-masing, semuanya terlihat sangat tidak sabar menanti moment ini, sudah sangat jelas semuanya ingin berpetualang.
"sekarang jam 15:30 kalian akan kami beri peta, dan berjalan bersama kelompok kalian, peta yang diberikan hanya satu dan itu dipegang oleh ketua kelompoknya, paham semua?" ucap salah satu anggota OSIS sembari menatap para siswa-siswi yang berbaris di dipannya.
Semuanya sudah mempersiapakan diri untuk berpetualang, dari peta yang diberikan mereka akan sampai paling lambat jam 18:00, semua startegi sudah di atur oleh para pengurus agar-time management—berjalan sesuai rencana.
"SILAHKAN SEMUA BERKUMPUL DAN MULAI PETUALANGAN KALIAN!" Teriakan anggota OSIS dengan pengeras suara yang ada mampu dikalahkan dengan banyaknya siswa-siswi, dan akhirnya perjalanan yang sebenarnya pun dimulai.
"Fan! Kita kemana nih? Lu kan yang kita tunjuk pegang peta!" ucap salah satu siswi di kelompok Fany.
"Sabar dong! ini lagi dilihat juga!" ucap Fany.
"Mau ikut gue nggak? Lagian banyak tuh kelompok cewek yang jalan bareng kelompok cowok, kita semua cari aman" ucap salah seorang pria yang suaranya sangat tak asing bagi Adel, dan tentu membuat Adel marah tanpa alasan.
"Kita bisa bareng kelompok cowok gue! Nggak harus bareng sama kelompok lu Vin!" Ucap Adel.
"Ya udah, gue cuman tawarin ajah kok! Kalau nggk mau juga gak papa"
"Udahlah Vin kita cuman mau lindungin doang, kalau orangnya gak mau yah udah" Ucap Adit.
Delvin hanya mengiyakan dengan anggukan, jujur iya sedikit merasa tak nyaman dengan Adit, dia ngerasa Adit terlalu berusaha mencari tau sosok Adel yang sebenarnya, yah mungkin bagi beberapa siswa-siswi pun masih bingung seorang anak supir bisa masuk ke sekolah terbaik di negeri ini, tapi bagi Delvin itu hanya hal wajar saja, toh hampir semua temen cowoknya bertanya soal Adel kepadanya.
Dengan sikap yang hanya mencoba berusaha untuk memikirkan dirinya sendiri, Delvin berjalan mendahului kelompok Adel bersama teman-teman kelompoknya.
"Ayok!" Ucap seorang pria yang mempu membuat Adel tersenyum tanpa Alasan.
"Ayok! Yuk jalan!" Ucap Adel sembari menggandengan lengan Farhan. 'ini benar-benar nyaman' batin Adel.
"Fan! Gue ngikut temen-temen gue nggak papa kan? Jujur ajah gue nggak mau jalan bareng sama Farhan dan temen-temennya" Ucap salah satu siswi di kelompok Fany.
"Loh kenapa?" Tanya Fany, walaupun dirinya sendiri pun sebenarnya tidak mau berjalan dengan kelompok Farhan, tapi apa bisa buat Adel yang memilih itu. "Bukannya lu berdua sekelas yah sama Farhan?"
"Iya, cuman temen-temen nya Farhan itu pada cowok mesum semua, ya kali kita jalan bareng cowok mesum di tengah hutan, kalau boleh pilih kayaknya kelompoknya Delvin terlihat lebih aman"
"Yah udah kalau mau pisah, berarti kelompok gue sisa empat orang yah"
"Iya, makasih yah Fan!" Ucap kedua siswi itu lalu pergi mengejar teman-temannya.
Dan berakhir dengan empat orang di kelompok Fany dan enam orang di kelompok Farhan, di kelompok cowok mereka tidak ada yang mau jadi ketua, jadi mereka mutusin untuk semuanya jadi ketua dan menentukan jalan bareng-bareng, dan sekarang mereka tengah jalan bersama Adel dan Fany tak lupa Dita dan Talia, mereka berdua tak suka menyusuri hutan seperti ini 'buang-buang waktu saja' seperti itulah pemikiran mereka.
Mereka berjalan bersama dengan Fany sebagai petunjuk arah.
"Tunggu sebentar bisa nggak? Gue mau buang air kecil" Ucap temen Farhan.
"Yaudah sana buru jangan lama-lama!" Ucap Farhan, dan akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak.
"Ini tinggal kita ke arah sana trus nanjak sedikit, turun langsung kearah kiri, jalan lurus terus sampai lagi ke tenda" Ucap Fany sembari melihat peta sambil tangannya yang menunjuk ke arah yang akan dituju.
"Yes! Dikit lagi finish!" Ucap Talia yang tak sabar ingin kembali.
"Del kita kesana yuk! Pemandangannya bagus tuh!" Ajak Farhan.
Dengan nurut Adel pun mengiyakan ajakan Farhan, dan benar saja suasana yang sudah mulai menggelap dan menghadirkan sinar surya yang berwarna jingga menandakan bahwa sebentar lagi hari akan gelap terlihat sangat indah.
"Han, jujur ajah aku dulu suka banget sama malam hari"
"Kok gitu?"
"Yah, kamu ingat nggak waktu kita ke danau sambil ngeliat matahari tenggelam, sampai jam 8 malam, dan disitu juga kamu langsung nyatain perasaanmu ke aku, waktu itu langitnya cantik banget, aku seperti ngelihat taburan berlian termahal di bumi berada di langit" Ucap Adel sembari menatap tenggelamnya cahaya sang surya.
"Dan aku putusin kamu juga malam itu di cafe waktu bulan di tinggal sendirian, tidak ada satupun bintang yang menemaninya"
"Bulan dan bintang seperti tau suasana kita saat itu yah, tapi hal itu nggak buat aku sedih, yah walaupun aku kecewa sih, itu sudah pasti" Ucap Adel sembari memalingkan wajahnya menatap garis wajah sempurna milik kekasihnya.
"Lalu Del, kamu milih jadi bintang apa bulan?" Tanya Farhan sambil menatap kekasihnya.
"Bulan!"
"Kenapa bulan?"
"Yah menurutku sih bulan membentuk bulat yang sempurna dan mungkin cuman aku yang perhatikan dengan jelas atau tidak tapi dari penglihatanku kalau bulan itu membentuk bulan purnama terlihat seperti ada mata dan bibir dari bulan tersebut, dan hebatnya dia seperti tersenyum ke arahku. Lagiankan bulan keliatan paling terang" Ucap Adel.
"Bukankah secara teori bintang jauh lebih terang dari pada bulan? Dan jauh lebih besar dari pada matahari? Hanya saja letaknya yang jauh membuatnya terlihat jadi sangat kecil"
"Ternyata pacarku ini pintar juga!" Ucap Adel sambil tertawa menatap wajah pacarnya.
Dengan naluri yang ada dalam tubuh Farhan dan Adel mereka memutuskan untuk menghancurkan dinding yang berdiri kokoh diantara mereka, lembut dari kecupan bibir pun terasa sangat hangat bagi keduanya, 'bahagia' hanya kata inilah yang terlintas di pikiran mereka. Dengan perlahan Adel menjauhkan wajahnya dan menatap dalam garis wajah kekasihnya itu.
"Tuhan selalu ngasih aku anugerah yang luas dan indah, hanya saja keegoisanku yang tidak tau diri ini mampu mengatakan kepada Tuhan bahwa duniaku sangat tidak adil, tapi nyatanya hanya mataku saja yang tertutup dengan keserakahan bukan rasa bersyukur" Ucap Adel sembari menatap mata Farhan dengan sangat dalam, bahkan berjanji pada dirinya untuk tidak akan pernah membenci Farhan sebesar apapun kesalahan yang di buatnya, dan dunia kembali terasa milik berdua dengan persatuan bibir mereka.
~
"Udah selesai buang air kecilnya? Lama banget!" Ucap Dita yang sudah lelah menunggu.
"Paling lu itu kan?" Ucap salah seorang pria kepada temannya yang baru saja kembali dari kegiatannya.
"Lu gila kali di tengah hutan masa iya gue gituan!"
"Ssssttt, udah diem ini kenapa Adel sama Farhan lama banget woy!" Ucap Fany.
"Itu mereka!" Ucap Talia yang melihat kedatangan Adel dan Farhan.
"Woy buruan! Kita harus balik!"
Dan mereka melanjutkan kembali perjalanan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knife Smelled Like A Flower
RomanceDunia ini terlalu kejam untuk bisa di percayai, banyak kisah gelap yang terkubur dan selalu terkubur didalam teori dunia yang tidak pernah bisa di pecahkan, seorang wanita yang dengan polos mempercayai dunia sekitarnya dan merasa bahwa dia akan aman...