20. Pergi

767 98 25
                                    

20. Pergi

***

Matahari bersinar dengan teriknya. Burung-burung terbang kesana kemari dengan bersiul merdu. Angin sepoi-sepoi sesekali menerbangkan dedaunan di pohon yang tengah melambai-lambai di pinggir pantai.

Elina melangkahkan kakinya mengikuti Ruby yang berjalan di depannya dengan banyak bodyguard mengikuti mereka. Agak risih sebenarnya, tapi saat tahu kalau Ruby adalah putri satu-satunya di keluarga Achazia semua terasa biasa tak berlebihan sama sekali.

Elina terus saja memandang pantai dengan tatapan kagum yang tak disembunyikan.

"El, ini karena gue yang pinjam pulaunya jadi lo jangan aneh-aneh, ya? Kalau pulau keluarga gue sendiri, sih, gak apa-apa," ucap Ruby di sela-sela perjalanan mereka menuju penginapan.

Elina hanya mengangguk-angguk dengan mata yang terus memandang sekeliling.

"By, barangnya biar ditaruh bodyguard lo aja, ya, ke penginapan? Biar gue langsung nyari kalungnya disini," cetus Elina. Ruby mengangguk, setelahnya langsung menyuruh beberapa bodyguard untuk menaruh barang mereka di penginapan. Dia ikut menyisir pantai dan membantu Elina mencari kalung yang dimaksud.

"El, apa gue harus nyuruh bodyguard buat ikutan nyari? Semakin banyak yang nyari, semakin cepet kita nemuin kalungnya," usul Ruby yang segera diangguki Elina.

Mereka mencari kalung itu di sepanjang pantai. Berpisah untuk mencari di setiap bagian. Berharap dengan cara itu, kalungnya segera ditemukan.

Ruby mendudukkan dirinya di atas pasir saat sudah lelah setelah mencari kalungnya selama berjam-jam. Hasilnya nihil. Dia bahkan tak menemukan apapun selain hamparan pantai yang dipenuhi oleh bodyguard milik papanya dan Elina.

Seorang pelayan yang dibawanya menghampiri Ruby, memberikan segelas jus buah. Sementara dua pelayan lain membawakan camilan untuknya.

Elina ikut bergabung. Mencomot sepotong roti yang disajikan pelayan tanpa basa-basi. Dia mengunyahnya perlahan dengan matanya yang terus melihat sekitar.

"El, lo udah nemuin kalungnya?" tanya Ruby di sela-sela makannya.

Elina menoleh sebentar. "Belum."

"Gue juga."

"Gue capek nyari terus. Istirahat bentar gak bisa, ya?" Elina merenggangkan otot tangannya kemudian membaringkan diri di atas pasir.

Ruby menoleh, menatapnya. "Terus sekarang kita ngapain kalo bukan lagi istirahat?" cibir Ruby. Elina hanya terkekeh saja.

Elina memejamkan matanya. Tangannya diletakkan di atas kepala untuk menghalau sinar matahari yang panas. Saat menginjakkan kakinya di pulau ini tadi, dia tak melihat sesosok hantu satupun. Apalagi Arisha yang terkadang suka muncul dan bertanya meski hanya sebentar juga tak menampakkan dirinya. Apa karena mereka sudah beda pulau, ya?

Tapi, tak apa. Elina merasa senang karena tak ada hantu yang muncul dan mengagetkannya. Dia seperti terbebas dari kungkungan tak kasat mata.

Elina membuka matanya saat suara Ruby memanggilnya. "Kenapa?" tanyanya dengan satu alis terangkat.

"Gue mau ke penginapan, tenang aja masih ada bodyguard di sekitaran sini, kok," tutur Ruby yang langsung pergi diikuti beberapa bodyguard dan pelayannya.

Setelah kepergian Ruby, Elina kembali merenggangkan ototnya sebelum mulai mencari sebuah kalung di tepi pantai. Seingatnya kalung itu berada di pasir pantai, jadi Elina mencarinya disini.

Elina berhenti. Matanya memandang kumpulan pohon yang agak jauh darinya. Kemudian mengalihkan pandangannya pada luasnya lautan biru di hadapan yang membentang.

"Di mimpi, gue disini sama Mela dan Meli. Terus gue ngiket tali sepatu." Elina menundukkan kepalanya. Entah kebetulan atau tidak, kini tali sepatunya lepas. Elina berjongkok untuk mengikat tali sepatu dengan rapi. Matanya melirik, karena dalam mimpinya dia menemukan kalung itu di samping sepatunya.

Tapi, kosong. Tak ada benda berkilauan itu di samping sepatunya. Hanya pasir pantai dengan beberapa kerang yang terlihat.

Elina mendesah kecewa. Perempuan dengan rambut panjang yang berkibar diterpa angin itu melangkah mengikuti bodyguard yang menunjukkan jalan menuju penginapan.

--------

"Elina! Main, yuk?" Ruby berteriak sambil membuka pintu kamar Elina dengan kasar. Kemudian langsung melompat ke atas kasur dimana Elina yang sedang meringkuk dalam selimut terkejut.

Elina melotot kesal pada Ruby. "Duh, sakit tau! Mau main apa, sih?" tanyanya. Elina cuma ingin istirahat bentar dulu, dia lelah mencari kalung Arisha seharian. Dalam pikirannya sudah merencanakan untuk tiduran seharian sebelum malamnya terbang pulang.

Ruby merengut. Melemparkan bantal pada Elina yang langsung mengumpat karena mengenai kepalanya.

"Main apa aja, lah. Main air misalnya, kan, juga bisa main pasir. Lo, sih, gak pernah ke pantai, ya?" tuduh Ruby dengan rautnya yang mengejek.

"Gue emang anak rumahan, kenapa?" tantang Elina.

"Main speedy boat aja kayaknya enak, lo belum pernah main, kan?"

Elina mengangguk. Ikut berdiri mengikuti Ruby. Mereka menuju tepi pantai. Dimana sebuah speedy boat hitam besar sudah disiapkan.

Ruby memakai rompi pelampung dan topi renangnya dengan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruby memakai rompi pelampung dan topi renangnya dengan cepat. Elina memperhatikannya kemudian ikut memakainya seperti Ruby. Dia hanya mencontoh saja karena tak tahu bagaimana cara memakainya.

"Udah siap?" tanya Ruby pada Elina yang baru duduk di sebelahnya.

"Tapi gue kok takut, ya? Ini gak bahaya, kan?" Elina merasa was-was, apalagi ini adalah lautan. Pasti akan sangat berbahaya. Oh, tidak! Jangan sampai dia akan berakhir seperti dalam mimpinya beberapa hari lalu. Elina bergidik ngeri membayangkannya.

Ruby menggelengkan kepalanya dengan yakin. Setelahnya dia mulai menyalakan mesin dan menyetir speedy boat nya. Elina terus saja berteriak ketika Ruby mengendarainya dengan kencang.

"By, By, pelanin. Gue bisa jantungan kalo kayak gini." Elina mengusap wajahnya dengan tangan saat air membasahi mukanya.

"Justru kalo cepet itu seru!" balas Ruby dengan berteriak. Dia sangat menikmati permainan ini. Berbeda dengan Elina yang kembali berteriak dengan tangan yang mencengkeram besi pegangan dengan erat.

Ruby kembali menambahkan kecepatannya, tak memedulikan Elina yang terus saja berteriak ketakutan.

***

Pengen pergi hiks tapi gatau mau kemana:(

Wings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang