3. Hoki?

2K 248 126
                                    

3. Hoki?


***

Jam berapa kalian baca cerita ini??



-------



Elina menoleh ke arah Rocky yang duduk di belakangnya. Melempar kertas kecil yang akan digunakan untuk menulis contekan. Lalu segera kembali menghadap depan saat suara miss Sania menggelegar menyebut namanya.

"Ah. Iya Miss. Ada apa?" Tanya Elina dengan gugup. Keringat dingin sudah membasahi keningnya.

"Ini ulangan. Tidak boleh ada yang menyontek. Kemampuan kalian akan diukur sampai mana kalian paham materinya. Awas kalau ada yang menyontek lagi!" Suara miss Sania menggelegar memenuhi penjuru ruangan.

Keadaan dalam kelas jadi mencekam. Tak ada yang berani bergerak dan tetap fokus pada soal di Smart board masing-masing.

Baru juga melempar kertas kecil buat nyari contekan sudah ketahuan duluan. Kan, sedih nggak bisa nyontek.

---------

"Kak Rocky! Kenapa tadi gak ngasih gue contekan, sih?" Elina bertanya sengit. Menatap Rocky tajam seakan memberinya tatapan laser yang dapat membuatnya lenyap seketika.

"Lo tau kan, El, miss Sania tuh killer banget. Lo ngelempar kertas kecil aja dia tau apalagi kalo gue ngelempar balik? Lagian lo juga sih duduknya di depan. Gak bisa nyontek kan lo? Makan tuh biasanya juga kagak mau nyontekin gue." Rocky mendesis sinis lalu kembali ke tempat asalnya.

Elina menggebrak meja lalu merengek-rengek tidak jelas. Kakinya dihentak-hentakkan kesal.

"Udah dong, Mah, jangan sedih gitu. Kayak gue nih, datang kerjakan lupakan. Lagian ulangannya juga udah lewat," sahut Joe santai sambil menepuk pelan bahu Elina berusaha menyemangati lalu pergi mendekati Ruby yang sudah kembali ke kursinya.

"Udah, udah. Bener kata Joe. Lagian ulangannya udah lewat. Ulangan depan diperbaiki. Jangan keulang lagi, dan tetep ganbatte!" Mark menengahi lalu berceramah tentang pentingnya belajar dan berujung dengan menggosipkan soal ulangan tadi.

Elina langsung kembali ke kursi asalnya dengan kesal. Mengambil headset lalu memakainya dan memutar lagu. Mencoba mengabaikan anak laki-laki yang bermain di dekat kursinya itu.

Bibir Elina menyenandungkan lagu yang sedang ia dengar, matanya terpejam terlihat sangat menghayati. Sesekali kepalanya digoyangkan ke kanan kiri. Ia membuka matanya kaget saat ada yang menepuk bahunya.

Alisnya terangkat satu, menatap Chantika heran. "Apa?"

Chantika tersenyum, mendudukkan diri di kursi kosong sebelah Elina. "Kantin, yuk?"

Elina menghela napas pasrah. Meletakkan headset dan hapenya ke atas meja begitu saja kemudian mengikuti Chantika menuju kantin.

"Chan! Pelan-pelan, dong, sini deketan." Elina berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Chantika kemudian menggandeng lengannya erat.

"Kenapa, sih, El?" tanya Chantika. Perempuan itu agak risih saat Elina memeluk lengannya erat, "bisa dikira gue belok nanti, ah."

"Pegangin gue aja, banyak yang serem," bisik Elina. Ia dapat merasakan kalau Chantika jadi tegang, tapi Elina berusaha mengabaikan, "makanya deketan sama gue sini."

Mau tak mau Chantika jadi merapatkan dirinya pada Elina. Ketegangannya memudar kala sudah sampai di kantin yang ramai.

"Gue mau makan bakso," ujar Chantika sambil melepaskan tangan Elina dari lengannya. Perempuan itu berjalan menuju stan bakso meninggalkan Elina sendirian  yang menatap sekitar takut-takut.

Elina menghembuskan napas pelan, matanya terpejam sebentar kemudian  menghitung sampai tiga dan mengucapkan mantra.

Satu dua tiga, Elina bisa.

Seseorang menyenggol bahunya, membuat Elina jadi membuka mata.

"Sorry, gue gak sengaja, loh–" perkataan cowok itu terputus saat menatap wajah Elina.

"Kak Mirza?"



Wings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang