12. Bukan Mimpi
***
Kalau kamu, mimpi apa semalam?
-------
Mentari bersinar sangat cerah. Langit biru membentang luas dengan awan menghias. Terasa sedikit panas, tapi sangat menyenangkan.
Elina kaget saat menemukan dirinya tengah berenang dengan pakaian lengkap. Banyak orang di sekelilingnya. Ada yang memakai setelan formal, gaun mewah, bahkan sampai pakaian pelayan.
"Kakak!"
Elina menoleh. Matanya melebar saat dua gadis kembar berenang dengan tawa mereka yang khas.
"Kalian kok disini?" tanya Elina.
Pasalnya anak kecil yang berenang tanpa ditemani orang dewasa sangatlah berbahaya. Dan lagi, kemana orang tua kedua gadis kecil itu?
Mereka berdua sama-sama memperlihatkan senyuman yang manis. Kalau seperti ini mereka berdua tak bisa dibedakan.
"Kakak suka?"
Elina sontak mengangguk tanpa pikir panjang. Dia sangat suka berenang.
Kedua gadis kembar itu tertawa. Mereka saling mencipratkan air ke satu sama lain. Elina tersenyum senang melihatnya."Oh, iya." Perkataan Elina membuat dua anak kecil itu menghentikan tawanya. Mereka menoleh kompak pada Elina yang memasang raut tidak enak.
"Kita belum kenalan. Nama kalian siapa?"
Gadis pertama menoleh pada saudaranya, mereka kembali menatap Elina dengan raut bingung yang tercetak jelas di wajahnya.
Elina jadi merasa bersalah. "Kalian belum punya nama?" tanyanya pelan yang dijawab anggukan kompak kedua gadis kembar itu.
Meletakkan telunjuknya di dagu, mencoba untuk memikirkan nama yang sekiranya cocok untuk mereka berdua.
Tak sengaja matanya menangkap sebuah pesawat terbang yang mengarah padanya sekarang. Tidak. Lebih tepatnya mengarah pada tempatnya.
Elina langsung menarik kedua tangan gadis kembar dan berenang menjauh dengan tergesa-gesa. Pesawat itu semakin mendekat.
Orang-orang yang berada di sekitar berteriak menyebabkan suara bising. Tapi, mereka semua tetap pada posisinya. Tak ada yang bergerak maupun berenang untuk menyelamatkan diri.
Elina berenang sekuat tenaga menuju tepian dengan tangan yang masih menarik kedua anak kecil tadi. Apapun yang terjadi, mereka berdua harus selamat dengannya.
"Kakak."
Elina menatap kumpulan orang-orang di tengah laut sana yang masih tetap di posisinya sebelum pesawat itu menghantamnya dan meledak.
Elina menyaksikannya. Bagaimana pesawat itu menukik ke arahnya sebelumnya sampai menghantam orang-orang di sana. Itu, sangat mengerikan.
"Kakak."
Elina menoleh bingung pada kedua gadis kecil yang mengerjapkan matanya lucu.
"Terima kasih," ucap keduanya kompak dengan senyumnya yang manis.
---------
"Pesawat SMR yang menghilang November tahun lalu berhasil ditemukan, sementara kapal Lujo yang tenggelam masih belum diketahui keberadaannya …."
Elina menghentikan langkahnya yang baru menuruni anak tangga. Tubuhnya membeku mendengar berita barusan. Jadi, semalam itu bukan mimpi?
"El? Ngapain masih disana? Turun sini, kita nonton TV bareng," ajak Erza saat melihat adiknya yang terdiam di tangga.
Elina mengerjap, mengangguk pelan dan melangkah menuju ruang TV dengan senyuman ceria.
"Papa ada kerjaan." Papa pergi setelah Elina berhasil mencapai ruang TV. Hanya berjarak beberapa langkah dari sofa disana.
Mama juga bangkit. "Mama mau ada arisan."
Senyum di bibir Elina memudar. Ia menunduk sebentar. "Papa sama Mama nonton TV aja, Elina mau ke dapur, kok."
Tapi, Papa dan Mama tak menggubris. Mereka tetap pergi, tak mau dekat dengan anak keduanya hanya karena Elina sering bertingkah aneh semenjak ia pingsan di sekolah.
Erza menatap Elina sedih, tangannya menepuk sofa di sebelahnya. "Sini."
Elina menggeleng. "Aku mau ngambil minum, Kak," ucapnya kemudian berjalan ke dapur.Tangannya menuangkan air ke dalam gelas dengan pikiran menerawang. Apa mimpinya semalam merupakan peringatan? Itu sungguh sangat mengerikan!
Elina meneguk airnya dengan cepat dan kembali ke kamarnya.
"AAAAA!"
"Kenapa, El?" Erza langsung berlari secepat yang ia bisa begitu mendengar teriakan Elina dari kamarnya.
Elina mendongak dengan rambut acak-acakan yang menutupi sebagian besar wajahnya. Ia terduduk di lantai, menatap Erza ketakutan.
"El?" Erza mendekat. Menepuk pelan bahu adiknya itu.
"Di-dia tadi masuk ke kamar gue," adunya dengan suara gemetar. Erza meraihnya ke dalam pelukan.
"Kak, dia seram banget, lebih seram dari hantu di kelas!"
"Lo tenang aja, ada gue disini. Milo juga," bisik Erza pelan dengan tangan yang terus mengusap punggung Elina.
Meong
Milo ikut menyahut, menggesekkan bulu lebatnya pada kaki Elina seperti biasa.
Elina memaksakan senyumnya saat dirasa ia sudah tenang. Ia lakukan agar kakaknya tak merasa khawatir padanya.
"Gue ada kuliah sore, kalau ada apa-apa lo bisa telepon gue," ujar Erza saat matanya menangkap jam yang hampir menunjuk angka 3.
Elina menganggukkan kepala. "Masih ada Milo, kok," balasnya, menarik Milo ke dalam pangkuan.
Erza mengacak rambut panjangnya sebentar kemudian pergi. Meninggalkan Elina yang menghembuskan napas legalega yang langsung meraih hape yang sempat ia lempar tadi saking terkejutnya.
Ia mengetikkan pesan pada grup chat kelasnya.
Elina : gue suntuk di rumah
Elina : Banana yuk
Elina @meisie lo wajib hadir!
***
"Riz dari Quiriezt Banana TV melaporkan."
Niat banget aku bikin gituan haha
Iya gapapa mumpung aku banyak gabutnya
Jangan lupa vote dan komentarnya karena aku juga butuh tenaga dari kalian buat nulis heheh:>
KAMU SEDANG MEMBACA
Wings ✓
Teen Fiction❝Aku suka sama Kakak!❞ Elina takut hantu. Tapi gara-gara pelajaran olahraga dia jadi bisa ngelihat mereka. Masalahnya Elina suka sama kakak kelas. Dan gara-gara kemampuannya itu dia jadi tahu fakta tentang kakak kelas yang disukainya. Ig : @quiriezt...