22. Pulang
***
Ruby terus berusaha membangunkan Elina yang terlelap dengan panik. Hari sudah malam, sebentar lagi waktunya mereka untuk pulang. Tapi, Elina masih tertidur pulas tak bisa dibangunkan.
"Pak Key! Ini gimana? Ruby takut Elina kenapa-napa," seru Ruby panik. Dia terisak saat Elina tetap tertidur meski sudah dibangunkan dari tadi.
"Saya akan telepon dokter untuk terbang kesini," sahut pak Key yang masih berdiri di sisinya.
"Jangan!" Ruby menyela, "pasti ada cara selain itu," lanjutnya. Ruby menggigit kuku tangannya dan berjalan mondar-mandir. Dia tak mau membawa Elina ke dokter karena perempuan itu tak mau dicap gila karena bisa melihat hal lain. Ruby tahu itu, bahkan anak sekelasnya juga tahu.
Tak ambil pusing, Ruby melangkah ke kamar mandi. Membawa air menggunakan gayung kecil yang tersedia. Lantas menyiramnya pada Elina yang masih tertidur.
"Banjir! Banjir!" Elina gelagapan saat ada air yang bahkan masuk ke hidungnya. Matanya terbuka dan langsung duduk. Dia melotot pada Ruby yang masih membawa gayung kecil, kemudian mengusap wajahnya yang basah dengan tangan.
"Lo mau ngapain, sih?" tanya Elina kesal. Dia bahkan belum selesai mendengarkan cerita hantu tadi.
Ruby menyengir. Ia berjalan ke kamar mandi untuk mengembalikan gayungnya. "Lo, sih, gue bangunin dari tadi gak bangun-bangun!" teriaknya kesal dari dalam kamar mandi.
Elina mendesis. "Lo aja yang gak bener bangunin gue."
"Udah, lah. Ayo turun," sahut Ruby dengan santai melewati Elina yang masih duduk basah-basahan di atas kasur, "mandi sana, bau!"
Elina mengumpat. Segera melempar bantalnya pada Ruby yang buru-buru menutup pintu kamar. Bantalnya mengenai pintu lalu jatuh dengan mengenaskan.
Menghela napas lelah, Elina berdiri menuju kamar mandi. Dia harus mandi lagi meski tadi sudah.
"Ruby, sialan! Gue jadi mandi lagi, kan!" geramnya kesal.
----
Elina turun dengan rambut panjangnya yang basah. Dia berjalan pelan ke dapur untuk mengambil air.
"Loh, By, mau ngapain?" tanya Elina ketika melewati Ruby yang berjongkok di depan lemari es sambil mengeluarkan beberapa daging.
"Barbeque party, lah! Rugi banget liburan tapi gak ada pesta barbeque," sahut Ruby. Tangannya bergerak memilih bahan makanan di sana.
Elina mengangkat bahunya dan melewatinya saja. Mengambil air minum di teko dan menuangkannya ke gelas. "Udah malem, ya?"
Ruby menoleh sebentar. "Bego banget Mamahnya azerus ini, disitu kan ada jam, diliat dong udah jam berapa sekarang," balas Ruby gemas.
Elina mengikuti jari Ruby yang menunjuk sebuah jam yang tergantung manis di dinding dapur. Mata Elina melebar, dia sampai tersedak airnya. "Gila! Lama banget gue tidurnya."
"Iya, lo udah jadi kayak putri tidur aja gak bangun-bangun. Untung gak gue tinggal tadi." Ruby bangkit, menutup pintu lemari es dan meletakkan bahan makanan di atas pantry.
Ruby terlihat mencuci bahan makanan itu dengan dibantu beberapa pelayan yang dibawanya. Elina santai saja melihat di sudut pantry. Dia sangat malas berurusan dengan dapur. Meski dalam hatinya terus berdecak kagum, karena setahunya adalah Ruby si tuan putri yang selalu dimanjakan.
Setelahnya mereka berdua berjalan ke depan untuk membakar barbeque nya. Suasana tepi pantai saat malam sangat dingin. Angin berhembus agak kencang, menambah suhu menjadi lebih dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wings ✓
Teen Fiction❝Aku suka sama Kakak!❞ Elina takut hantu. Tapi gara-gara pelajaran olahraga dia jadi bisa ngelihat mereka. Masalahnya Elina suka sama kakak kelas. Dan gara-gara kemampuannya itu dia jadi tahu fakta tentang kakak kelas yang disukainya. Ig : @quiriezt...