2. Hari Sial

2.2K 302 247
                                    

2. Hari Sial

***

Kalian baca cerita ini jam berapa??

----------

Elina melangkahkan kakinya perlahan di koridor. Matanya awas menatap sekeliling. Tangannya memegang tali tas, mencoba mengumpulkan keberanian.

"Elina!"

Elina hampir latah kaget begitu ada yang memanggilnya barusan. Cewek berambut panjang itu menoleh, mendapati Febrina yang tersenyum lebar.

"Gue kira lo masih mau istirahat dulu di rumah."

"Enggak, gue gak mau ketinggalan banyak pelajaran. Istirahat sehari aja udah cukup buat gue," jawab Elina. Keduanya berjalan bersisian sepanjang koridor menuju kelas mereka di lantai 2.

Langkah Elina terhenti di depan ruang kelasnya. Dia merasakan hawa tak enak dari dalam sana. Febrina yang menyadari kalau Elina tak ada di sampingnya jadi berhenti, menoleh pada cewek itu yang masih berdiri di depan pintu.

"Ngapain masih disana? Lo gak mau masuk, El?"

Elina menggeleng. "Gue nunggu di luar aja."

Febrina mengangkat bahunya tak peduli banyak. Melangkah menuju kursinya dan mengambil cermin, bersiap untuk berdandan.

Elina menghela napas. Ia menyingkir, bersandar di pilar dengan mata yang sibuk memperhatikan sana-sini. Ini sangat tidak nyaman untuknya.

Sampai Meisie datang dan mengejutkannya.

"Ngapain di luar, El? Bentar lagi bel, loh."

"Ah, iya, bentar lagi gue masuk."

Mata Meisie memicing, menatap Elina curiga. "Tenang aja, yang di dalem itu gak ganggu, kok. Ya, emang serem, sih, tapi dia baik," jelas Meisie terlihat serius.

Elina jadi mengangguk, berjalan mengekori Meisie. Untung saja, Meisie duduk di kursi sebelahnya, jadi Elina tak perlu merasa takut berlebihan.

"Dia emang udah disini sejak gue masuk kelas ini. Katanya, sih, dia masih baru jadi wajar lah kalo dia gak bisa ngubah tampilannya jadi lebih enak dilihat," bisik Meisie saat miss Sania sudah masuk ke dalam kelas.

Mata Elina bertemu dengan mata elang milik miss Sania. "Oh, Elina? Kamu sudah masuk ternyata. Saya kira karena terkena bola kemarin kamu jadi gak masuk."

Elina tersenyum kaku. "Gak apa-apa kok, Miss, cuma terkena bola aja."

Miss Sania tak menjawab. Matanya berkeliaran menatap seisi kelas dan berdeham pelan.

"Keluarkan kertas, kita akan ulangan sekarang!"

"Loh, Miss? Seriusan?" tanya Mark yang baru bangun setelah dibangunkan oleh Fia ketika miss Sania datang tadi.

"Ada yang salah, Markus?"

Mark jadi gelagapan. Mengambil pulpennya dan mencoret bukunya asal berlagak menulis namanya disana. "Gak, Miss. Bener kok."

"Miss!" Felix mengangkat tangannya. Miss Sania mengalihkan perhatiannya pada Felix.

"Waktunya cuma 40 menit, kalo dihitung, sih, kurang banget buat ngerjain soalnya," keluhnya. Hanya cowok itu yang berani terhadap guru killer seperti miss Sania.

"Soalnya sedikit, kok, cuma 10 soal dan saya yakin kalian bisa menjawab semuanya kalau belajar," balas miss Sania.

Semua murid di kelas mendesah kecewa. Usaha Felix untuk membujuk miss Sania telah gagal. Tidak ada harapan bagi mereka untuk bisa lolos dari ulangan dadakan miss Sania, guru kimia terkiller di Smart High School.

Miss Sania tersenyum, tangannya bergerak lincah di atas layar smart board. "Ulangan dimulai dari sekarang!"

Elina yang duduk di pojok belakang jadi mengumpat dalam hati. Temannya mulai berhamburan mencari kursi mereka sesuai absen, termasuk dirinya. Elina kembali mengumpat dalam hati saat ingat kalau dia harus duduk di pojok depan dekat pintu.

Kalau tau begini jadinya, lebih baik dia tak usah masuk saja. Apalagi sosok seram penuh darah yang terus menatapnya itu membuatnya hilang konsentrasi.

Wings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang