18. Gagal Lagi

767 106 60
                                    

18. Gagal Lagi

***

Bisa kembali melihat wajahmu, aku senang. Bisa kembali melihat senyummu, aku bahagia. Aku ingin kau tetap tersenyum bersamanya meskipun hatiku terluka.

-------

Merasa gagal dengan misi pertamanya kemarin. Kini Elina berangkat lebih pagi dari biasanya demi misi keduanya. Keadaan sekolah sangat sepi, bahkan satpam yang biasanya sudah duduk di depan lobi saja masih belum datang. Ia memberanikan diri untuk datang sepagi ini agar bisa bertemu dengan Mirza.

Elina menatap susu cokelat di tangannya. "Semoga aja dia mau," gumamnya pelan.

Elina melebarkan senyumnya saat matanya menangkap sosok Mirza berjalan keluar dari parkiran mobil dengan rautnya yang terlihat segar dan ceria. Tentu saja dengan Arisha yang senantiasa mengikutinya di belakang.

"Kak Mirza!"

Tidak. Bukan Elina yang memanggilnya.

Seorang perempuan menghampiri Mirza yang hanya menoleh saja. Mungkin dia adik kelas? Atau teman seangkatan? Elina tak tahu. Dia bukan orang kurang kerjaan yang harus menghafalkan semua nama anak seangkatan.

Elina tersenyum miris saat melihat Mirza tersenyum pada perempuan tadi. Bahunya melemas. Dia menatap susu cokelat yang masih dingin di tangan karena baru keluar dari kulkas. Sepertinya Elina tak perlu berjuang.

 Sepertinya Elina tak perlu berjuang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elina kembali menatap Mirza. Mulai berpikir keras.

Haruskah dia menyerah? Tapi, kan, dia belum berjuang. Apa iya dia harus kalah sebelum berperang? Lalu bagaimana dengan Arisha, hantu yang meminta pertolongan padanya itu?

Elina menggelengkan kepalanya pelan.

Tidak. Tidak. Apapun yang terjadi dia harus berjuang. Apapun hasilnya dia tidak peduli karena itulah usahanya untuk membantu Arisha. Masa bodoh dengan perasaannya nanti. Karena yang terpenting sekarang adalah dia bisa membantu orang lain.

Elina menarik napas dalam. Menyemangati diri sendiri dalam hati. Ia mulai melangkah mendekati Mirza. Lalu menyela diantara mereka berdua.

"Pagi, Kak." Elina tersenyum semanis mungkin. Kedua tangannya tertaut di belakang punggung.

Mirza balas tersenyum tipis. "Pagi juga, El. Kenapa?"

"Gak papa sih, kak, cuma pengen nyapa aja. Soalnya kak Mirza udah lama gak keliatan." Elina terkekeh kecil.

"Oh, gue sibuk. Kan, udah kelas dua belas, jadi harus fokus ujian."

Seketika Elina lupa jika dia tidak berdua dengan Mirza jika saja dehaman perempuan di sebelahnya membuatnya menoleh.

Perempuan asing itu berdeham. "Sorry, gue ada perlu sama kak Mirza. Lo bisa pergi?"

Elina melongo. Lah ini anak siapa, sih? Seenaknya saja menyuruh dirinya pergi.

Wings ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang