21. Bagaimana Bisa?
***
Selamat hari Minggu!
Kalian mau kemana aja, nih??
-------
Setelah puas bermain dengan speedy boat mereka kembali ke penginapan. Hanya Ruby saja yang menikmatinya sementara Elina merasa akan pingsan saat bermain tadi. Tubuh Elina sangat lemas seperti tak bertulang.
Elina pergi ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Membersihkan dirinya sebentar sebelum merebahkan dirinya di kasur empuk penginapan. Tiba-tiba saja dia merasa sangat mengantuk, padahal sebelumnya dia sedikit bersemangat saat bermain tadi. Sangat aneh, tapi itu kenyataannya.
Elina menguap sebentar, kemudian memejamkan matanya. Tak peduli dengan rambut basahnya yang agak menganggu. Dia hanya ingin tidur sekarang setelah lelah beraktivitas setengah hari ini.
Tak lama perempuan yang tengah berbaring dengan rambut basahnya itu tersentak kaget. Ada sosok hantu anak kecil dengan kulit pucat yang hanya memakai celana dalam saja tengah berdiri di depan lemari kamar penginapan.
Mata Elina melebar, tangannya menunjuk anak kecil itu takut-takut. Mulutnya terbuka, hendak berteriak meminta tolong. Tapi, tak ada satupun suara yang keluar.
Tenggorokannya tercekat saat anak kecil itu membalikkan badannya, menatap tepat ke arahnya.
Elina terus menatapnya, tanpa bisa berteriak atau sekedar menyuruh hantu itu pergi. Hantu kecil itu masih terus memperhatikannya tanpa mengucap sepatah kata.
Keringat dingin mulai membasahi tubuh Elina yang hanya kaku tak bergerak. Elina mencoba duduk, tapi dia terkejut saat melihat tubuhnya tetap tertidur. Ia menggerakkan tangannya perlahan, tubuh aslinya tetap tak bergerak. Bahkan matanya terpejam.
Elina menyentuh kedua pipinya, merasakan apakah dia nyata atau tidak. Benar, ini memang dirinya. Tapi, kenapa bisa?
Elina menolehkan kepala. Aneh. Hantu anak kecil tadi sudah tidak ada. Ia mencoba untuk berdiri.
"Wow," ucapnya kagum saat dirinya melayang. Dia bisa terbang tanpa harus lelah berjalan. Bahkan Elina lupa kalau tadi dia tak bisa mengeluarkan suara.
"Ini beneran gue, kan?" gumamnya tak percaya. Matanya menangkap sosok kecil itu di ambang pintu. Elina melayang mengikuti hantu kecil itu yang menembus pintu.
Elina berhenti di depan pintu. Dia menyentuhnya sedikit. Tembus. Senyuman lebar terukir di wajah manisnya. Dia tak perlu repot-repot untuk membuka pintu. Dia bisa pergi tanpa ketahuan.
Melayang mengikuti hantu pucat itu dengan perasaan senang yang membuncah. Melewati jalanan setapak di penginapan yang berlanjut ke pesisir pantai, hutan yang lebat, dan berhenti di tengah-tengah hutan tersebut.
Hantu pucat itu berhenti di tengah-tengah hutan. Dimana banyak hantu lain yang tengah berkumpul di sana. Elina bahkan sampai terkejut melihatnya karena saking banyaknya mereka.
"Siapa dia?" tanya seorang hantu pria paruh baya pada hantu kecil yang pucat.
"Dia istimewa. Dia bisa melihat kita."
Elina menampakkan senyumnya kala seluruh perhatian hantu itu mengarah padanya. "Ha-halo, aku Elina."
"Tenanglah, kami semua baik-baik. Bergabunglah dengan kami." Salah satu hantu perempuan yang tak memiliki satu tangan itu mendekatinya dan merangkul bahu Elina dengan tangan kirinya yang masih utuh.
"A-aku manusia," jelas Elina terbata-bata. Dia masih terlalu gugup saat harus berinteraksi dengan hantu baru. Seperti sekarang.
Satu hantu perempuan dengan rambut panjangnya menghampiri mereka berdua. Dia memakai gaun putih yang sudah terlihat lusuh dengan banyak darah yang menempel. Elina menatapnya bingung saat hantu itu tersenyum lebar sampai ke telinga. Sayangnya tak ada darah yang menetes seperti Arisha waktu itu di perpustakaan.
"A-apa?" Elina agak termundur ke belakang saat hantu itu mendekat.
"Bergabunglah dengan kami."
Elina mengangguk. Melayang lebih dekat pada hantu lain.
"Kami berada disini sudah lama," terang hantu yang memiliki senyuman sampai ke telinga tadi. Elina hanya menganggukkan kepalanya saja, meski dalam hati dia menggerutu. Siapa juga yang bertanya!
"Hampir genap satu tahun yang lalu ada kecelakaan di sini. Aku akan berlibur dengan anak dan suamiku." Seorang hantu perempuan yang menggandeng hantu kecil pucat tadi berbicara. Dia menatap sendu suaminya yang berada di sisinya.
"Aku sedang berada di kapal pesiar sebagai pelayan. Nasibku buruk sekali." Salah satu hantu perempuan berpakaian pelayan itu menutupi wajahnya yang mulai menangis. Elina tak sempat melihat bagaimana wajahnya.
Hantu di sini tampak normal. Mereka tak terlalu mengerikan, seperti hantu kebanyakan. Itu sebabnya Elina betah duduk di sini dan mendengarkan cerita mereka.
"Lalu, kenapa banyak sekali hantu di sini?" tanya Elina bingung. Kalau kecelakaan sudah pasti korbannya tak lebih dari 10, kan? Dan hantu di sini jumlahnya bahkan sangat banyak. Elina hanya bisa melihatnya sekilas tanpa berniat untuk menghitungnya.
"Kau tidak melihat berita?" tanya seorang hantu yang berpakaian pilot. Dia tetap terlihat tampan meski wajahnya dipenuhi darah sebagian. Elina memukul kepalanya pelan kemudian menggeleng pada hantu pilot tampan itu.
"Sayang sekali, ya. Kami kecelakaan karena pesawat yang aku terbangkan tidak stabil. Aku sempat meminta kembali ke bandara, tapi mereka menolak. Karena tidak seimbang, akhirnya pesawat kami terjatuh ke laut. Saat itu ada sebuah kapal pesiar mewah di sana, pesawat menabraknya."
Elina menutup mulutnya dengan tangan. Merasa terkejut dengan penjelasan hantu pilot barusan. Jadi, mimpinya itu benar-benar terjadi? Dan parahnya lagi itu adalah masa lalu. Apakah dia bisa melihat masa lalu ataupun masa depan seperti Meisie?
"Kami tak bisa kembali, karena belum ada yang berhasil menemukan jasad kami," ucap salah satu hantu dengan sedih.
"Ah, sepertinya aku ingat," Elina menjentikkan jarinya tiba-tiba, "aku pernah melihat berita tentang pesawat jatuh beberapa bulan lalu. Katanya bangkai pesawatnya berhasil ditemukan. Bukankah dengan itu kalian bisa kembali pulang?"
"Kita bisa pulang. Tapi beberapa dari kita tak bisa karena keluarga masih belum rela melepaskan kami. Itu sebabnya kami masih berada di sini," sahut salah satu hantu dengan jas rapi yang melekat di tubuhnya yang bersimbah darah. Sepertinya dia orang penting di perusahaan.
Hati Elina tersentuh. Dia ingin menangis mendengar cerita mereka. Jadi, apakah kemampuannya ini merupakan anugrah? Agar dia bisa membantu hantu-hantu seperti mereka untuk pulang. Atau justru kutukan? Karena hal itu akan membuatnya sering berinteraksi dengan mahkluk mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wings ✓
Teen Fiction❝Aku suka sama Kakak!❞ Elina takut hantu. Tapi gara-gara pelajaran olahraga dia jadi bisa ngelihat mereka. Masalahnya Elina suka sama kakak kelas. Dan gara-gara kemampuannya itu dia jadi tahu fakta tentang kakak kelas yang disukainya. Ig : @quiriezt...