29. Munculnya Keraguan

754 102 5
                                    

Cipto yang sedari tadi duduk termenung, hanya bisa memjiat pelan dahinya. Pandangannya kosong, entah sedang menerawang apa. Begitupun dengan Laksmi dan Adiwilaga, hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Ekhm. Sebelumnya, aku mau bertanya" Deham Cipto seraya membenarkan posisi duduknya.

Kedua lawan bicara Cipto segera menengadah menatap wajah pria berkumis tersebut. Dahi mereka terlihat sedikit berkerut, menunggu pertanyaan apa yang akan diajukan.

Cipto menatap Adiwilaga dengan tatapan tegas dan cukup tajam. "Bagaimana perasaan Pangeran terhadap putriku?"

Mendengar itu, alis Laksmi semakin tertaut. Ia segera menyanggah sebelum pemuda yang duduk disebrangnya menjawab. Laksmi tahu maksud pertanyaan dari adiknya ini. Sepertinya keyakinan Cipto untuk menikahkan Retania dengan Adiwilaga mulai sedikit goyah.

"Cipto! Mbak harap kamu tidak berpikiran yang macam-macam. Jangan ajukan pertanyaan seperti itu!"

Cipto memejamkan matanya sesaat dan kembali memandang Adiwilaga, menunggu jawaban yang pastinya sudah ia ketahui. Tapi entahlah, kepalanya terasa sangat berat sekarang. Begitu juga dengan hatinya.

Adiwilaga menegapkan posisi duduknya, kedua lututnya ia remas pelan. Gugup. Dan ia juga berdeham pelan sebelum menjawab.

"Aku.. sangat mencintai Retania, Paman. Dia gadis yang baik dan juga sederhana. Jika boleh jujur, aku sudah menyukainya sejak kunjungan pertamaku kemari. Bahkan dulu waktu kecil, saat kalian sempat mempertemukan kami. Aku sudah jatuh hati pada putri Paman"

Laksmi sedikit lega mendengar jawaban Adiwilaga. Ia menghela nafas pelan sembari kembali melirik adiknya yang tengah berpikir.

"Cipto, apa lagi yang kamu ragukan? Pangeran sangat cocok untuk Reta. Dia seorang pemimpin, mempunyai segalanya untuk membahagiakan anakmu. Jika Reta bersama dengan laki-laki lain, belum tentu dia mendapatkan semua ini"

Ucapan Laksmi memang benar adanya, tapi entah kenapa masih saja ada hal yang mengganjal dalam pikiran Cipto untuk menyerahkan anaknya pada sang pengeran.

Cipto akui, dia memang bukan ayah yang cukup baik untuk Retania dan ketiga anak lainnya. Dia selalu meninggalkan rumah hampir setiap harinya untuk mengajari anak-anak pribumi agar bisa membaca dan menulis.

Dia akui, jarang sekali ada waktu untuk bersama keluarganya. Namun meskipun begitu, dia hafal betul bagaimana karakter anak perempuan satu-satunya itu.

Retania sama sekali tidak menaruh hati pada Adiwilaga. Retania tidak mencintai laki-laki itu. Dia merasa, Retania lebih cinta pada..

"Cipto!" Seruan Laksmi langsung membuyarkan lamunan adiknya.

"Jangan gegabah dalam mengambil keputusan. Lebih baik kamu istirahat saja sekarang. Biar Mbak yang mengantar Pangeran kembali ke penginapan" Sambungnya lugas.

Itu benar, mungkin Cipto butuh istirahat sekarang. Ia mengangguk lalu tersenyum pada Adiwilaga. "Maaf, kita lanjutkan besok saja"

Adiwilaga mengerti. Ia mengangguk sambil berdiri. "Aku mengerti. Lebih baik Paman istirahat saja sekarang"

Cipto tersenyum lalu beranjak dari ruang depan. Ia masih memijit pelan dahinya yang terasa pening. Ketika melewati kamar Retania, langkahnya terhenti. Cipto sedikit mengintip dari celah pintu yang terbuka. Senyumnya mulai terukir di bibir saat melihat Retania sudah sadar dan bisa kembali tertawa.

Bahagia bukan kepalang bisa melihat keceriaan terpancar dari wajah anaknya itu, ya meskipun masih terlihat pucat. Cipto akui, Defras tidak seperti pria Nederland pada umumnya.

AKHIR PERMULAAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang