28. Cinta Yang Salah

805 108 6
                                    

Adiwilaga segera membaringkan tubuh tak berdaya Retania di ranjang kamar gadis tersebut. Ia menekan pelan nadi yang ada di leher calon istrinya. Sial. Decakan pelan terdengar saat mengetahui denyut Retania yang terasa begitu lemah.

Melihat ekspresi itu, Yana berinisiatif. "Yana panggil mantri dulu" Serunya berlalu dari kamar.

Tanpa basa-basi, Adiwilaga langsung melucuti kebaya dan jarik yang menurutnya akan menghambat peredaran darah dalam tubuh Retania. Tanpa melepas pakaian dalam gadis tersebut, Adiwilaga kembali memasangkan dress yang ia ambil dari dalam lemari.

Tak lama kemudian Cipto masuk ke dalam kamar disusul oleh Laksmi. Mereka mempercepat langkahnya setelah diberi tahu oleh Danu, keadaan Retania yang begitu kacau.

Cipto menaruh tas kulit diatas nakas dan duduk ditepi ranjang. Tangannya terulur mengusap dahi anaknya pelan. "Suhunya panas sekali"

"Jangan khawatir, tadi Mbak berpapasan dengan Yana yang sedang menyusul mantri. Tenangkan pikiranmu, Cipto. Ingat jantungmu"

Laksmi berusaha menenangkan adiknya kalau Retania akan baik-baik saja. Laksmi tak ingin melihat Cipto yang mengidap lemah jantung ini berpengaruh pada kesehatannya jika terlalu keras berpikir.

Tak lama kemudian mantri datang diikuti oleh Yana, Jaka, Danu, dan Aji. Lengkap sudah. Kini mereka menyaksikan Retania yang sedang diperiksa. Keringat terus bercucuran dari setiap inci wajah manis itu.

Setelah selesai memeriksa dan memastikan keadaan Retania, mantri pribumi berkumis putih itu melepas kacamatanya dan menatap Cipto.

"Kang Cipto tidak usah cemas begitu atuh. Neng Reta cuma kekurangan cairan. Belakangan ini sepertinya Reta sangat tertekan dan kelelahan. Ditambah, lemah jantungnya Kang Cipto turun ke anakmu sendiri"

Cipto menghela nafasnya pelan, lalu tersenyum tipis pada mantri "Hatur nuhun, Kang"

"Biar Jaka yang antar Pak mantri ke depan" Ucap Jaka cepat saat Laksmi hendak mengantarnya. "Hayu Pak, sok mangga"

Setelah Jaka mengantar Pak mantri ke depan rumah. Tak lama kemudian terdengar suara derap langkah yang tak santai dan berakhir diambang pintu kamar Retania. Pemilik langkah lebar itu adalah Defras.

Melihat siapa yang datang, kedua mata Laksmi membelalak dan langsung menghampiri orang tersebut lalu menamparnya cukup kencang. "Mau apa kamu datang kemari hah?!"

"Saya mohon, izinkan saya bertemu dengan Reta" Lirih Defras memohon dengan sangat.

"Bajingan! Masih berani menunjukkan wajahmu?" Dalam sekali gerakan, Adiwilaga langsung menghajar wajah seputih susu itu.

Melihat situasi yang sudah tak kondusif, Yana segera menggiring kedua adiknya keluar dari kamar. Sementara itu, Adiwilaga menarik kerah kemeja Defras dan menyudutkannya ke dinding.

"Hentikan!" Intrupsi Cipto ketika Adiwilaga hendak memukul Defras kembali. Ia menatap Defras yang pandangannya tak lepas dari Retania.

"Tunggu apalagi kamu? Cepat keluar!! Rumah kami terlalu suci diinjak penjajah sepertimu. Apa kamu belum puas melihat keadaan Reta seperti ini?!"

Lagi-lagi Laksmi berkoar sambil terus menyeret kemeja Defras untuk keluar dari kamar ini. Bahkan pakaian pemuda itu sudah tak karuan rupanya. Bukannya pergi, tanpa aba-aba Defras malah bersimpuh di hadapan Laksmi.

"Saya mohon.. izinkan saya melihatnya. Saya mohon.."

Jika saja Defras mau, bisa dengan mudah ia menghampiri gadisnya tanpa meminta izin terlebih dahulu dari siapapun. Tapi lihatlah apa yang dilakukannya sekarang. Rela bersujud untuk dipertemukan dengan kekasih hatinya.

AKHIR PERMULAAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang