Sore menjelang malam, Defras terlihat sedang berbincang dengan Godewyn sambil mengelilingi kebun yang ada disamping rumah pamannya itu. Tentu saja dengan Tamara yang terus membuntuti dan sesekali bersikap manja untuk menggoda Defras agar mau meliriknya.
Sedangkan Retania sedang beristirahat di kamar, berusaha membuang lelah yang masih tertinggal di badannya akibat perjalanan jauh seharian dari Surakarta.
Tidak lama kemudian pintu kamar itu terbuka perlahan dan kembali tertutup cukup rapu. Seseorang yang masuk tersebut segera duduk ditepian ranjang dan menatap Retania yang sedang terlelap.
Ia tersenyum, perlahan tangannya tergapai untuk membelai pipi mulus Retania. Alhasil membuat gadis itu sedikit terusik karenanya. Masih dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, Retania tersenyum tipis pada orang tersebut.
Merasa mendapat lampu hijau, orang yang masih mengenakan baju tentara itu segera merangkak naik ke atas ranjang. Mengecup dahi Retania singkat dan terus memandangi wajah cantik yang ada dibawahnya.
Namun sesaat berikutnya Retania merasa ada yang janggal, ia berusaha kembali membuka matanya yang sempat kembali terpejam. Hanya untuk memastikan, kalau ini aroma tubuh yang belum pernah diciumnya. Kedua mata Retania langsung terbelalak saat melihat pria asing sudah ada diatas tubuhnya yang tengah berbaring. Pria itu adalah Barend.
"Pergi sana!!" Teriak Retania sambil mendorong dada bidang Barend kuat-kuat.
Pemuda rambut pirang ini hanya terkekeh pelan. Pukulan Retania sama sekali tak berarti baginya. Ia malah semakin mengunci Retania dibawah tubuhnya.
"Kenapa? Bukankah kamu tadi yang mengizinkannya? Tersenyumlah lagi"
Retania terus memberontak berusaha lepas. "Aku kira kamu Van. Menjauh dariku! Awas!!"
Barend malah tertawa mendengarnya. "Van? Saya dan Defras tidak ada bedanya. Darah kami sama-sama akan mengalir disini nantinya" Kekehnya sambil mengelus perut rata Reta.
"Kamu gila?! VANN!! TO-hmmphh.." Mulut Retania segera dibekap saat berteriak hendak meminta tolong.
Susah payah, Barend menahan kedua tangan Retania diatas kepala gadis tersebut dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanan yang awalnya membekap mulut, kini mengapit pipi gadis tersebut agar mau menatapnya.
"LEPAS!! Aku tidak sudi disentuh oleh orang sepertimu! Lepas!" Pekik Retania lalu meludahi wajah yang tepat ada diatasnya.
Dibentak seperti itu, malah membuat nyali lelaki ini tertantang. Ia mulai membekap mulut Retania dengan bibirnya cukup kasar. Melukatnya tanpa ada rasa kasihan. Hingga tak lama kemudian tangisan Retania mulai terdengar sayup-sayup ketika Barend terus melahap bibir gadis yang ada dibawahnya.
Tak habis akal, kaki Retania yang terbebas langsung menghantam selangkangan Barend dengan lututnya. Membuat pria itu mengaduh lalu bangkit untuk memegangi sesuatu miliknya yang berharga sambil meringis.
Kesempatan itu, Retania pakai untuk turun dari ranjang. Namun belum sempat ia meraih gagang pintu, dress bagian bahunya sudah robek akibat tarikan kuat Barend dari belakang.
Pria berpangkatkan kapten itu menarik Retania sampai kembali terhempas diatas ranjang. Ia menduduki perut gadis tersebut dan mulai merobek dress di bagian depannya.
Dengan satu tarikan, kain abu itu sudah compang-camping akibat perbuatan Barend. Membuat bra berwarna gading yang dipakai Retania terlihat dengan jelas.
"Sstt.. jangan berisik. Kalau Defras tau ini, dia akan membuangmu nanti" Bisik Barend dengan suara yang sudah serak tepat di telinga Retania.
Meluap sudah kekuatan Retania entah kemana, ia hanya bisa menangis sekarang. "Bapak.." Lirihnya pelan, bahkan hampir tidak terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Historical FictionIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...