38. Kuantar Pulang

1K 123 9
                                    

Kicau burung pagi hari ini begitu ramai menyambut ketika salah satu jendela kamar di keraton terbuka. Udara sejuk menyeruak, mengisi ruangan tersebut.

Seorang pria gagah dengan pakaian adat jawa yang membuka daun jendela barusan, kini berjalan dan duduk ditepian ranjang. Memandangi wanita yang balas memandangnya seraya tersenyum tipis.

Pria yang sebelumnya menyandang gelar Pangeran itu, kini sudah menduduki takhta sebagai Raja di daerah Surakarta. Iya, dia adalah Adiwilaga.

"Aku tidak sabar menunggu kehadiran anak kita. Kelak dia akan menggantikanku di keraton ini, Adinda"

Dengan hati yang berbunga-bunga, Adiwilaga mengelus perut buncit wanita yang hanya memandangnya hampa. Ini adalah penantian yang sangat didambakan setelah sekian lama, akhirnya dia akan mendapatkan keturunan dari wanita yang dicintainya.

Sedangkan yang diajak bicara, segera mencengkram lengan sang suami. Ia meringis dengan keringat mulai bercucuran. Rasa nyeri tiba-tiba menyerang perutnya begitu saja. Wanita itu adalah Retania yang sudah mengandung besar.

"Kangmas, perutku.."

Tok. Tok. Tok.

Bertepatan dengan itu, pintu kamar terbuka setelah terdengar beberapa ketukan. Munculah seorang anak laki-laki. "Teh Reta, Bap-"

"Aji, cepat panggil Bapakmu!" Seru Adiwilaga memotong ucapan Aji.

Sempat terdiam beberapa saat, kesadaran Aji kembali ketika melihat kakaknya meringis menahan sakit seraya memegangi perut besarnya. Tanpa basa-basi, ia segera berlari menyusul sang ayah di pendopo sana.

"Sakit, Kangmas.."

Adiwilaga terus mengelus punggung istrinya untuk menenangkan. "Sabarlah, sebentar lagi mereka datang. Adinda harus bertahan"

Perempuan yang telah berpisah dengan kekasihnya itu, kini sudah menjadi milik laki-laki lain. Perempuan yang senantiasa menunggu penantian akhir hidupnya itu, kini masih bertahan dengan dua nyawa dalam tubuhnya.

Dan perempuan yang selalu menampakkan ekspresi hampa dan kosong itu, kini meringis kesakitan dengan deraian airmata. Iya, perempuan itu adalah Retania.

"Bertahanlah, mereka sedang menuju kemari"

Adiwilaga terus membelai kepala dan mengecup punggung tangan Retania. Ia sudah memperkirakan kalau istrinya akan melahirkan hari ini. Setelah ditentukan sesuai perhitungan adat jawa. Ternyata tepat.

Ketika pandangan Retania mulai buram, samar-samar ia melihat seseorang muncul menghampirinya. Seseorang yang memakai kemeja gading dan celana katun hitam. Wajahnya begitu bersinar. Tampan sekali.

"Van.."

Pria tampan dengan manik coklat kehijauan itu tersenyum lembut, perlahan ia meraih dan menggenggam tangan Retania yang satunya. "Bertahanlah, setelah ini selesai. Kita akan kembali bersama"

Retania terdiam mendengar suara yang sudah lama menghilang dari gendang telinganya, kemudian mengangguk sembari mengeratkan genggamannya pada tangan dua laki-laki yang kini setia menemaninya.

"Kangmas.."

Retania memeluk lengan Adiwilaga seraya menangis, menahan nyeri yang semakin menjadi. Sungguh, ia tidak pernah merasakan sakit begini. Tulang-tulang di tubuhnya terasa remuk satu persatu.

"Iya, aku disini. Tenanglah, aku akan terus menemanimu. Aku mencintaimu" Adiwilaga kembali mengecup dahi Retania yang bercucuran keringat untuk kesekian kalinya. Mencoba memberi kekuatan.

Tak lama kemudian seorang mantri keraton datang bersama asistennya. Dua wanita itu segera menghampiri dan memeriksa kondisi Retania. "Tenang saja, Ndoro Ayu akan baik-baik saja"

AKHIR PERMULAAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang