07. Perjodohan

1.4K 180 22
                                    

Pagi ini, kediaman Cipto sedang disibukkan dengan persiapan kedatangan Raden Mas Adiwilaga malam nanti. Di dapur, terlihat beberapa orang sedang membuat macam-macam makanan untuk jamuan. Sementara halaman depan dan belakang ditata sedemikian rapi.

Laksmi terlihat begitu teliti ketika memberi intruksi pada setiap orang yang sedang mempersiapkan ini dan itu. Sedangkan Cipto sedang keluar mengunjungi beberapa sekolah khusus pribumi untuk mengecek peralatan yang hampir habis. Karena Cipto adalah seorang pengajar.

Lalu di halaman belakang terlihat ada Danu dan Aji sedang bermain dengan mainan yang baru dibeli oleh ayahnya sepulang dari Batavia.

Kemudian Yana, entahlah remaja itu mungkin ingin belajar menjadi seorang punjangga dengan berkeliling dan membawa sebuah buku.

Bagaimana dengan Retania? Coba lihatlah betapa niatnya gadis yang satu ini untuk mengacaukan rencana pertemuan yang sudah diatur jauh-jauh hari oleh keluarganya.

Kini ia sedang berada di bawah pohon bambu, dekat rumah Jaka. Lengkap dengan sang pemilik rumah yang sama sibuknya mengurusi bambu.

Bukan lagi gaun selutut menawan yang menempel di tubuh Retania, melainkan kemeja polos berlengan pendek dan celana katun abu. Lihatlah. Jika direndengkan, Retania dan Jaka seperti anak kembar.

Di bawah terik matahari, Jaka menghentikan aktivitas memotong sebilah bambu setelah terusik dengan kegiatan seseorang disebelahnya.

"Ta, kamu yakin Bude Laksmi tidak akan marah? Kalau Bude sampai tau kamu seperti ini, bisa-bisa Jaka ikut kena batunya atuh" Celoteh Jaka yang tak ingin diseret dalam aksi mogok dijodohkannya ini.

Dengan sekuat tenaga, Retania menghempaskan golok berukuran sedang dari tangannya sampai menancap ke batang bambu. Keringat bercucuran membasahi wajah manisnya.

"Ssstt!! Tidak usah banyak protes! Memangnya Jaka mau melihat aku tidak bahagia dijodohkan dengan laki-laki lain hah?!"

Jaka terdiam mendengarnya, tentu saja ia ingin melihat sang sahabat bahagia dengan laki-laki yang dicintainya tapi sepertinya ini bukan cara yang benar.

"Tapi nanti kalau Bude sampai tau, bisa-bisa Reta dihukum"

"Tidak apa-apa, lebih baik aku dihukum dari pada dijodohkan dengan orang yang tidak aku kenal!" Hardik Retania kembali mengambil golok dan memotong bambu dengan kesalnya.

Bahaya. Jika dibiarkan, bukan hanya bambu saja yang terpotong tapi jemari lentik gadis itu juga. Dengan wajah ngeri, Jaka segera mengambil alih benda tajam dari tangan sahabatnya tersebut.

Selepas itu, tiba-tiba Retania menitikan air matanya. Dijodohkan dengan orang asing? Orang yang sama sekali belum pernah dilihat wujudnya?

Bagaimana jika tidak sesuai ekspetasi? Bagaimana jika laki-laki itu sudah berumur? Tidak rupawan? Gendut? Punya istri banyak?

"Ini, minum dulu" Jaka yang melihat kegelisahan sang sahabat langsung memberikan secangkir air untuk menenangkan hati Retania yang kemalut.

"Jadi, Reta hanya ingin dijodohkan dengan laki-laki yang Reta kenal?" Tanya Jaka setelah menyimpan cangkir yang isinya sudah diteguk habis Retania.

"Iyalah! Memangnya Jaka mau dijodohkan dengan cara seperti itu?! Tidak mau kan?!" Tukas Retania dengan kesal yang sudah di ubun-ubun.

Dengan santainya, Jaka kembali duduk lesehan di tanah dan menatap langit yang cukup cerah siang hari menjelang sore ini. Seraya tersenyum ia bertanya.

"Memangnya laki-laki mana saja yang sudah Reta kenal?"

Retania memutar bola matanya, berusaha mengingat siapa saja yang sudah berinteraksi dengan dirinya di zaman ini. "Jaka? Van? Dan.. Wira?" Balasnya malah terdengar seperti tebakan.

AKHIR PERMULAAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang