Rambut berantakan, wajah yang kusut akibat menangis juga frustasi, lalu duduk di pojokan ranjang sambil memeluk kedua lututnya. Sempurna. Ya, kurang lebih itulah kondisi Retania setelah menyadari kalau dirinya sedang berada di bumi yang aneh dan di zaman yang sama anehnya. Beberapa kali Retania memukul kepalanya cukup keras hingga rambutnya semakin berantakan tidak karuan.
"Bego, bego, bego. Kenapa engga inget apapun sih? Kenapa bisa ada disini? Mama, Reta pengen pulaanggg" Serunya yang mulai menangis terisak.
Dia sudah putus asa.
"Akh!" Tidak lama kemudian Retania menghentikan aksi menyiksa dirinya ketika sudah mengingat apa yang terjadi sebelumnya. "Oh, aku inget sekarang!" Ucapnya sumringah.
"Marahan sama Ari. Kabur ke kafe. Minum lemon tea. Liat Delta selingkuh. Dan akhirnya ketabrak truk mamang sayuran!" Terkanya sedikit terkejut saat sudah berhasil mengingat yang sempat terlupakan.
"Iya aku inget sekarang. Tapi kenapa ada di tempat beginian?" Gumam Retania frustasi. Ia segera mengusap air matanya yang tiba-tiba turun tadi.
"Kamu engga bisa gini terus Ta. Kamu harus cari jalan keluarnya!" Ucap Retania dengan semangat menggebu-gebu namun sedetik kemudian wajahnya kembali terlihat loyo.
"Tapi gimana cara nemuin solusinya? Cari mesin waktu gitu?" Rengeknya. "Ah, kalender!" Serunya lalu mulai mencari benda tersebut disetiap sudut kamar.
Di atas meja tidak ada, di atas ranjang tidak ada, di atas lemari juga tidak ada.
"Apa di jaman ini belum ada kalender ya? Ah, masa iya sih?"
Ketika sedang anteng berkacak pinggang, tiba-tiba Retania merasakan ada benda yang mengganjal pada tangan kirinya. Ketika dilihat, itu adalah lipatan kertas yang sudah lusuh dan tidak karuan bentuknya. Ketika hendak membaca lipatan kertas tersebut, pintu kamar itu terbuka.
Saat seseorang muncul dari balik pintu, Retania mengurungkan niatnya untuk melihat isi kertas tersebut. Ia kembali melipat kertas itu dan menyembunyikan di belakang punggungnya.
"Cah ayu, ikut Bude sini" Bujuk wanita yang dipanggil bude ini seraya mendekati Retania. Ia tersenyum seraya merangkul bahu sang keponakan agar mau ikut dengannya.
"Kita keluar sebentar ya" Ajaknya begitu lembut.
Walau dilanda bingung, Retania hanya mengikuti wanita tersebut yang entah akan membawanya kemana. Di ambang pintu, tiga anak laki-laki yang tadi menemaninya di kamar hanya menatap Retania dalam diam. Entahlah, ekspresi mereka sulit dijelaskan.
Beranjak dari kamar, Retania dibawa ke halaman depan rumah tersebut. Disana sudah ada sebuah delman lengkap dengan kusirnya. Saat Retania dan wanita yang dipanggil bude itu menaiki delman, beberapa orang menatap mereka berdua dengan penasaran tanpa berani bertanya.
Setelah merasa nyaman duduk dalam delman, tanpa sepatah katapun sang kusir segera menarik tali kekang kudanya dan pergi dari rumah yang cukup luas itu. Selama perjalanan yang Retania lakukan hanyalah terdiam, bukan karena masih bingung namun takjub dengan masa yang ia tinggali sekarang.
Sejauh mata memandang hanya pesawahan yang terlihat, serta gunung yang menjulang tinggi dibalik sesawahan itu. Sebenarnya ia terbangun di tahun berapa ini? Dan ada di belahan dunia mana ini?
Jika ini zaman kerajaan tapi kenapa pakaian beberapa orang yang dilihat Retania terbilang modern? Bahkan dirinya memakai dress selutut, ya walaupun terlihat sangat kolot modelnya. Retania menjitak-jitak kepalanya pelan saking merasa pusing dipermainkan oleh waktu.
Melihat hal yang cukup prihatin pada keponakannya ini, sang bude mengusap lengan Retania. "Tenang nduk, sebentar lagi kamu akan sembuh" Ucapnya lalu mengusap pipi kiri Retania sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Historical FictionIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...