Mau tidak mau, Defras harus mengiyakan permintaan Retania agar mereka bisa keluar dari asrama secepat mungkin. Keluar dari asrama tanpa sepengetahuan siapapun. Termasuk Barend atau pamannya, Sir.Godewyn.
Mereka bertiga mengendap-endap menyusuri banyaknya lorong. Langkah mereka sedikit melambat karena pergerakan Sari yang tidak bisa berlari. Sesekali perempuan itu meringis memegangi perutnya yang terasa nyeri.
"Kita harus istirahat dulu" Ujar Retania sembari memapah Sari yang sudah bercucuran keringat.
Defras sedikit melirik arloji dari saku celananya. Hampir pukul dua subuh. "Kita tidak punya waktu, kita harus bergerak cepat!"
Mendengar itu, Retania menatap tajam Defras. "Apa matamu buta? Bisa lihat kan bagaimana kondisi Sari?!" Pekiknya sambil melirik Sari dalam rangkulannya.
"Siapa itu?!"
Tiba-tiba terdengar suara menggema tanpa wujud. Membuat mereka bertiga segera bersembunyi dibalik dinding.
Ketika mengintip, Defras membuang nafasnya pelan. Sial. Ia melihat dua tentara lengkap dengan senjata laras panjangnya. Mereka pasti sedang jaga malam. Setelah mengumpulkan keberanian, tanpa aba-aba pria bermata indah ini keluar dari balik dinding. Membuat Retania kelabakan.
"Van! Apa yang kamu lakukan? Cepat kembali!" Desis Retania khawatir.
Sebenarnya apa yang ada di kepala laki-laki itu? Apa dia akan berbuat sesuka hatinya lagi? Menyerahkan Retania untuk kedua kalinya?
Defras tak menghiraukan panggilan Retania. Ia mendekati dua tentara yang sedang bertugas malam itu. Salah satu diantara mereka tersenyum.
"Ah, ik raad wie" Tentara yang mengenakan topi itu menurunkan senjatanya kembali saat mengetahui orang itu adalah Defras.
"Wat doe je hier?" Tentara yang satu mulai curiga, menanyakan apa yang dilakukan Defras disini.
Defras hanya mengucek sebelah matanya singkat. "Ik kan niet slapen" Jawabnya beralasan kalau ia tak bisa tidur.
"Moeilijk om te slapen? Ga dan maar naar de kamer van je meisje, ik garandeer je dat je goed slaapt" Ejek tentara bertopi itu sambil tertawa.
Defras hanya tersenyum tipis saat tentara itu menyuruhnya ke kamar Retania, maka ia akan tertidur nyenyak.
"Selamat tidur dengan gadismu" Ejek yang satunya, sebelum mereka benar-benar pergi dari hadapan Defras.
Setelah keduanya pergi, Defras menghela nafasnya lega. Syukurlah mereka tidak curiga. Kemudian ia segera kembali menghampiri Retania dan Sari yang masih bersembunyi dibalik pot besar.
"Kita pergi sekarang"
Kini mereka bertiga terus mengendap-endap menuju sisi benteng asrama ini. Seharusnya mereka melalui gerbang belakang tapi itu mustahil. Karena sekarang ini, beberapa orang berkuda sedang mencoba menerobos dari sana.
Sementara jika lewat gerbang depan juga tidak mungkin, sama saja dengan bunuh diri. Satu-satunya cara yang paling aman adalah memanjat benteng. Posisi yang berada jauh dari gerbang depan maupun belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Narrativa StoricaIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...