Bagaimana bisa pemuda itu hendak pergi begitu saja? Padahal baru beberapa hari kemarin dia bilang kalau mencintai Retania bukan? Lalu kenapa sikapnya tiba-tiba berubah drastis seperti ini? Apa ungkapannya hanyalah bualan? Aneh. Retania tak mengerti.
"Kamu terlalu lugu Retania. Mana mungkin Defras mau bersanding dengan inlander rendahan sepertimu. Sekalipun kamu dijadikan gundik olehnya, itu tidak mungkin terjadi" Jose tertawa penuh kemenangan.
"Kenapa masih disini? Bukankah kamu sudah dipinang oleh Pangeran Surakarta? Pergilah" Ucap Defras dingin.
"Van.." Lirih Retania pelan.
Ia sungguh tidak mengerti dengan ucapan dan sikap dingin Defras. Baru kali ini pemuda tersebut memperlakukan Retania acuh begini. Sebenarnya apa yang terjadi? Perubahan sikapnya begitu tbertolak belakang dengan Defras yang ia kenal.
"Papa tunggu di depan" Seru Jose pada Defras lalu menuju delman yang sudah menunggu dekat gerbang sana.
Baguslah, kini Retania bisa berbicara lebih leluasa pada Defras. "Van, benar mau pergi?" Tanyanya meyakinkan.
"Apa ini semua kurang jelas?" Balas Defras tanpa menatap Retania. Pandangannya hanya tertuju pada kebun disekitar rumahnya.
Sebenarnya ada apa ini? Kenapa Defras tiba-tiba bersikap acuh dan dingin seperti ini pada Retania? Apa pemuda tersebut sedang beradu peran? Ayolah, ini sangat tidak lucu.
"Kenapa? Bukankah Van pernah bilang mencintai aku?" Retania kembali berusaha meraih lengan Defras. Namun pemuda itu segera menepisnya pelan.
"Sudah tidak lagi"
Singkat. Meski hanya tiga kata, tapi hal itu sukses membuat oksigen disekitar Retania melebur entah kemana.
"Ah, begitu"
Baiklah, Retania mengalah. Sekuat tenaga ia menahan airmatanya yang siap meluncur. Ia tersenyum sambil mengepalkan kedua tangannya erat dibawah sana.
"Terimakasih, sudah membuktikan.. kalau kesetaraan diatas segalanya"
Setelah mengatakan itu, tanpa pamit Retania berlalu begitu saja dari rumah besar yang didominasi warna putih tersebut. Langkahnya terus melaju melewati Jose yang sedari tadi memperhatikannya dari dalam delman.
"Sampai jumpa!" Seakan mengejek, Jose melambai pada Retania yang sama sekali tidak menghiraukannya.
"Reta! Reta!" Panggil Jaka sambil berusaha mensejajarkan langkahnya. Setelah berhasil menyusul, ia menarik lengan sang sahabat untuk menatapnya.
Setelah berada cukup jauh dari kelokan rumah Defras. Banjir sudah wajah Retania dengan airmata. Gadis ini menangis tanpa suara, membuat siapapun yang melihatnya akan ikut merasakan pilu begitu sesak.
"Maaf.." Ucap Retania disela-sela tangisannya. "Harusnya aku mendengarkan ucapan Jaka dari dulu. Maaf.."
Jaka memegang kedua bahu Retania dan menatap wajah yang sudah memerah itu. "Ta, Jaka hanya mau bilang.. Reta jangan pernah benci pada Tuan Defras. Suatu saat nanti, Reta pasti paham alasan kenapa dia jadi berubah seperti itu"
Retania menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak mau tau hal itu. Ia tidak mau mendengar lagi tentang apapun yang bersangkutan dengan nama itu. Rasanya seperti dikhianti Delta sebelum ia terbangun di zaman ini.
Terlalu menyakitkan.
*****
"Teh Retaaaaaa, banguuuunnn!" Seru Danu dan Aji sambil berlarian masuk ke dalam kamar kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Historical FictionIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...