24. Mendekam Di Asrama

725 103 6
                                    

Sari hanya terkekeh pelan melihat Retania meringis ngeri mendengar ceritanya. Tidak lama kemudian ada dua tentara Nederland yang membuka gembok sel tahanan tersebut. Mereka membawa pergi gadis yang sedari tadi hanya terisak menangis. Gadis itu menatap Sari sendu, seolah meminta pertolongan.

"Jangan khawatir, kalau kamu terancam. Gores saja wajah mereka dengan pisau dapur!" Pekik Sari setelah gadis itu sudah dibawa keluar sel.

"Diam kamu!!" Sentak salah satu tentara, setelah menggembok kembali jeruji besi itu dan pergi begitu saja.

Terbukti sudah ucapan Sari. Tak lama kemudian, digantikan Barend muncul dengan langkah yang masih terpincang. Ia tersenyum sinis sambil mengunyah batangan jerami tipis disudut bibirnya.

"Hei Nona, tidak menyesalkah lepas dari pelukan calon Raja dan lebih memilih keponakan Sir.Godewyn?" Sindirnya menatap Retania seraya tertawa pelan.

Retania berdiri dan langsung menarik kerah Barend diantara jeruji besi yang dingin itu. "Katakan padaku dimana dia sekarang?!"

"Wow, tenang Nona. Nikmati saja waktumu disini, sebelum berpindah ruangan" Kekeh Barend lalu meludah serpihan jerami yang tertinggal di mulutnya ke lantai beralaskan semen.

Retania semakin menarik kerah Barend kuat, hingga badan pria jangkung itu menubruk lempengan jeruji sel yang memisahkan mereka. "Apa maksudmu?!"

"Maksudnya.. kita akan melakukan kegiatan yang sempat tertunda" Barend mengusap pinggang Retania. Membuat gadis itu langsung menjambak rambut pirang Barend dan membenturkan kepala itu ke jeruji besi.

Beberapa penghuni sel sedikit terbangun dari lamunannya masing-masing setelah mendengar dentingan yang cukup keras. Sedangkan Barend segera menarik diri, membuat beberapa helai rambutnya tertinggal dalam dua kepalan tangan Retania. Sial. Ternyata kekuatan gadis itu tak bisa disepelekan.

"Sialan! Ik maak je af" Barend bergegas pergi, setelah mengancam akan menghabisi Retania.

Sedangkan Retania masih dengan dada yang naik turun karena kesal, hanya bisa menggeram dan kembali duduk diatas tumpukan jerami disamping Sari.

"Sepertinya ada yang punya orang dalam disini" Sari menyenggol bahu Retania sambil terkekeh pelan. "Meskipun banyak dari mereka yang bisa bersama, tapi tidak sedikit juga yang berakhir tragis. Ambil keputusan sekarang, jangan ditunggu sampai menyesal"

Ucapan Sari sama persis dengan Jaka tempo hari. Apa sesulit itu untuk kaum yang dijajah, bersanding dengan bangsa penjajah dalam ikatan cinta? Lagipula ada hal lain yang membuat kepala Retania ingin pecah rasanya.

Saat Retania dan anak-anak itu dibawa paksa kemarin malam, kenapa Defras tak bereaksi apapun? Bahkan sekedar berucap saja tidak. Kenapa sikap dan pemikiran lelaki itu selalu berubah-ubah semenjak berpisah dengannya waktu itu di Bandung? Ah, Retania jadi sulit untuk mengambil keputusan yang tepat.

"Jangan terlalu dipikirkan. Mereka memang seperti itu orangnya, suka mempermainkan perasaan dan isi kepala pribumi" Tukas Sari seperti tahu apa yang Retania renungkan.

Hingga akhirnya hari demi hari, Retania lalui di dalam jeruji besi dengan tahanan lainnya. Ketika satu persatu gadis di ruang tahanan itu dibawa pergi, kini di ruangan tinggal tersisa dirinya dan Sari. Sudah berhari-hari pula ia tidak mandi, ah sangat tidak nyaman rasanya.

"Sudah mulai gatal?" Kekeh Sari ketika kulit Retania mulai memerah karena tumpukan jerami yang menjadi alas tidur mereka.

"Ck, kapan kita keluar dari sini?" Decak Retania kesal sambil menggaruk lengan dan pipinya.

AKHIR PERMULAAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang