Pagi ini, Defras terus menggenggam tangan Retania selama menuju halaman depan rumah megah yang sudah menampung mereka sejak kemarin. "Paman Godewyn" Panggil Defras membuat pria berkumis pirang itu menoleh padanya.
Pria itu memenghembuskan kepulan asap dari mulutnya lalu tersenyum menatap Retania dan Defras bergantian. "Oh, sudah mau pergi?"
Defras mengangguk. "Iya, kami akan pergi sekarang. Terimakasih atas tumpangannya"
Godewyn mendekat dan menepuk pundak keponakannya. "Kembalilah pada Jose, ikuti semua perintahnya dan kamu akan aman. Kelola semua tanah yang sudah susah payah dia dapatkan. Jika kamu mau, Paman bisa membuatmu menjadi kepala daerah atau jabatan lainnya di pemerintahan Bandung atau bahkan di Buitenzorg"
Defras tersenyum tipis. "Dank je. Saran darimu sangat berharga, tapi itu tidak perlu"
Kini tatapan Godewyn beralih pada Retania yang hanya menatapnya datar. "Hahaha, temanilah Defras selalu. Jadilah babu yang setia pada majikanmu. Mengerti kamu?"
"Saya tidak rela Paman memanggilnya seperti itu. Reta mijn geliefde" Balas Defras mulai menatap dingin Godewyn.
Mendengar itu, Godewyn mengangkat sebelah alisnya. "Kekasihmu? Ayolah Defras, jangan mengikuti jejak kakekmu. Buka matamu, apa dia mati meninggalkan sesuatu yang berharga setelah memihak para inlander kotor itu dibanding bangsanya sendiri?"
Kali ini Defras menggeram kesal. "Seorang Baron Van Hoevell tidak pernah mati sia-sia. Dia meninggalkan sesuatu yang paling berharga dibanding semua harta yang Paman punya. Yaitu hati nurani dan saya bangga punya kakek sepertinya dibanding seorang Paman yang mempunyai pangkat tinggi tapi seorang pembantai"
Selesai mengutarakan isi hatinya, Defras segera membawa Retania dari kediaman megah itu tanpa pamit. Mengabaikan Godewyn yang terus memanggil-manggilnya.
Setelah cukup jauh berjalan, mereka singgah ke sebuah tempat makan yang begitu sederhana. Mereka makan cukup lahap dengan lauk pauk yang terlihat lebih layak sekarang.
Disela-sela aktivitas makan, Defras sedikit bercerita kalau dirinya cukup banyak mengunjungi kota lain selepas meninggalkan Bandung. Diantaranya adalah, Buitenzorg, Batavia, Surabaya, dan yang terakhir adalah Surakarta.
Tak lain tak bukan, kunjungannya itu bertujuan untuk memantau hasil panen dari beberapa kebun dan sawah milik ayahnya. Jose Van Hoevell.
Hasil panen itu akan dijual dan diberikan pada tentara Nederland yang bertugas. Hingga saat di Surakarta, Defras mendengar akan ada sebuah pesta rakyat yang diadakan di keraton.
Ia tahu, tujuan diadakannya pesta itu. Apalagi kalau bukan untuk memperkenalkan calon istri sang Pangeran pada seluruh rakyat. Awalnya ia kesana berniat hanya untuk melihat gadis itu terakhir kali sebelum dipinang lelaki lain.
Namun takdir berkata lain, sepasang mata yang saling merindukan itu malah bertemu dan membawa mereka sampai seperti sekarang ini. Ya disini, dipertemukan kembali. Dan mereka berharap tak ada yang bisa memisahkan lagi. Baik manusia, waktu, atau bahkan maut sekalipun.
Setelah mengisi perut sampai kenyang dan berjalan-jalan melihat suasana sore Batavia. Tiba-tiba hujan deras turun tanpa aba-aba. Namun sialnya hampir semua yang terlihat sejauh mata memandang hanyalah pesawahan dan pepohonan, kecuali dibalik pohon besar sana. Ada sebuah bangunan.
Defras segera membawa Retania menuju bangunan tua cukup besar itu. Ia sedikit bingung harus berteduh dimana, karena waktu sudah tak memungkinkan jika harus pergi ke Buitenzorg sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Historical FictionIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...