Pagi menjelang siang yang dilakukan Retania dan Yana, yaitu duduk santai di halaman belakang. Di teras terlihat beberapa lembar kertas yang berceceran, juga sekotak tinta hitam dan pena. Yana begitu serius berkutat dengan kertas kosong yang baru ditorehkan tinta diatasnya.
Begitu juga Retania, ia sama sibuknya seperti Yana. Menuliskan beberapa kalimat dengan susah payah menggunakan pena kosong, seperti pelajaran melukis saja. Ternyata sulit juga.
"Selesai!" Ucap Retania dan Yana bersamaan.
Bedanya Yana mengucapkan itu dengan intonasi kalem. Sedangkan Retania sangat antusias sambil memegang kertas itu tinggi-tinggi.
"Eitss, tidak bisaaa!!" Elak Retania ketika Yana mengintip, hendak membaca tulisan tangannya.
Yana mendengus pelan menaggapinya. "Teh Reta bilang mau mengajarkan Yana perumpaan yang gokil"
Retania tertawa pelan, ini baru pertama kalinya ia melihat ekspresi Yana kecewa. Biasanya yang ia lihat hanyalah sewot, sewot, dan sewot pada wajah anak ini. Ah, jadi ingat Ari kalau begini.
"Sini. Teh Reta baca yang Yana dan Yana baca tulisan Teh Reta" Retania memberikan penawaran dan langsung dibalas anggukan santai sang adik. Setelahnya mereka saling menukar kertas hasil tulisan masing-masing.
Dari djaoeh koedengar soeara langkah berderoe.
Ketika berbalik koemelihat banjak doeri dan ranting silih bertebaran.
Namoen dari banjaknja benda kasar itu ada setangkai boenga toelip indah berwarna poetih.
Sangat indah sampai tak sadar jarikoe tergores ketika hendak memetiknja.
-Yana
Kedua alis Retania sukses menyatu setelah selesai membaca tulisan tangan Yana. Tulisan yang rumit sampai-sampai ia bingung ketika membacanya. Kenapa berbeda dengan tulisan yang ia buat?
Sedetik kemudian kabel-kabel pada otak Retania tersambung dengan cepat. Setelah menyadari sesuatu, ia segera merebut kertas miliknya yang baru saja akan Yana baca.
"Kenapa?" Tanya Yana heran bercampur sinis. Baru saja mau dibaca tapi sudah direbut Retania.
Saat ini Retania sedang memaki dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana bisa ia lupa kalau zaman ini masih menggunakan ejaan tempo dulu? Bodoh memang. Kalau Yana sampai melihat alfabet yang dipakai Retania, kan bisa gawat.
"Ah i-ini belum selesai. A-aneh tulisannya, iya aneh" Tukas Retania cepat tetgagap sambil melipat asal kertas miliknya. "Tapi tenang saja. Nanti kalau sudah selesai, Yana boleh melihatnya" Kekehnya kemudian.
Yana hanya mengangguk singkat menimpali kegugupan Retania yang samar.
Namun sedetik kemudian, ia mendelik pada Retania. "Apa?!" Pekik Yana ketika sang kakak memperhatikannya intens sambil tersenyum mistis.
Retania menjulurkan telunjuk tepat pada hidung Yana. "Ngaku loh, lagi suka sama siapa?" Rayunya mengejek Yana. "Ini puisi cinta kan? Bilang sama Teh Reta siapa tulip putih itu, hm?"
Mendengar itu, kedua telinga Yana terlihat memerah. Sang adik yang hanya terpaut umur tiga tahun lebih muda dari Retania ini segera memalingkan wajahnya yang sudah memanas.
"B-bukan siapa-siapa" Tukas Yana lalu merebut paksa kertas tersebut dari tangan sang kakak.
Retania tertawa kencang saat melihat wajah kikuk Yana, cukup mengasyikan ternyata mengusili anak kaku sepertinya. Ia terus membujuk Yana untuk memberitahukan siapa gadis yang tengah disukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Historical FictionIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...