Disela-sela perpisahan kecil Retania dan Jaka, tiba-tiba Cipto menghampiri mereka berdua dan ikut bergabung sambil mengusap bahu kedua anak itu sayang.
"Jaka, mau dibawakan apa dari Surakarta?" Tanya Cipto yang sudah rapi sambil menenteng koper kulit miliknya.
Jaka tersenyum tipis. "Tidak usah. Mamang dan yang lainnya pulang dengan selamat saja, sudah buat Jaka senang"
Cipto menepuk puncak kepala Jaka. Ia sudah menganggap sahabat Retania ini sebagai anaknya sendiri. Ia juga sangat berterimakasih karena Jaka sudah mau menemani dan menjaga anaknya selama ini.
"Ya sudah kalau ada yang menarik disana, nanti Mamang belikan untuk kamu" Ucapnya membuat Jaka tersenyum lebar dan mengangguk semangat.
"Bapak cepaaatt!! Ini kudanya sudah bosaaannn, kasihaann!!" Seru Aji yang sudah siap di dalam delman sana.
"Iya, Bapak kesana" Setelahnya Cipto menepuk bahu Jaka untuk berpamitan dan segera masuk ke dalam delman.
"Kalau begitu aku berangkat dulu"
Jaka mengangguk dan memeluk singkat tubuh gadis mungil yang sangat ia sayangi. Setelah pelukan terurai, Retania segera menghampiri dan naik ke dalam delman.
Kini Jaka hanya bisa melambaikan tangan pada isi dua delman yang sudah mulai menjauh dari pekarangan rumah tersebut. Dan Jaka hanya bisa berdoa agar sahabatnya itu bisa menemukan kebahagian dengan caranya sendiri.
*****
Sesampainya di stasiun kereta, Retania beserta keluarga segera memasuki gerbong dan duduk di kursi yang masih kosong. Mereka berenam duduk saling berhadapan. Menunggu keberangkatan setelah kereta penuh.
Retania hanya bisa mengamati orang-orang yang berlalu lalang dalam gerbong tersebut. Kemudian pandangannya ia alihkan pada peron tepat disampingnya, melalui kaca jendela. Sempat ia menerka-nerka, bagaimana akhir kisah hidupnya di zaman ini.
Retania bersumpah, jika ia dapat kembali pada kehidupannya yang normal. Kehidupannya yang hambar pada tahun 2021, ia akan sangat bersyukur dan berjanji akan memperbaiki hidupnya lebih baik lagi.
Tapi sudahlah, Retania tidak mau memikirkan hal yang belum pasti. Lebih baik memejamkan matanya, berharap saat terbuka nanti ia sudah sampai di Surakarta atau mungkin ia sudah kembali pada kehidupannya nanti. Entahlah.
Lebih dari seharian penuh sudah mesin besar berbahan bakar batu bara itu menyusuri jalanan Jawa, hingga akhirnya terhenti total di sebuah stasiun berikutnya.
"Teh bangun, kita sudah sampai. Tidur terus seperti kebo"
Retania membuka matanya dengan malas. Tidak bisakah Yana membangunkannya sedikit lebih lembut?
"Bawa ini" Yana memberikan satu tas jinjing pada Retania, kemudian turun lebih dulu bersama penumpang lainnya.
"Gila berat banget! Ini tas isinya apaan coba" Gerutu Retania saat mengangkat tas tersebut.
Dengan susah payah akhirnya Retania turun dari kereta dan menghampiri keluarganya yang sudah lebih dulu turun. Matahari cerah, kini berganti menjadi bulan benderang diatas sana.
Ah, rasanya punggung Retania remuk akibat hampir seharian lebih duduk di dalam kereta. Ia juga tidak bisa melihat pukul berapa sekarang, karena tak ada jam dinding disini. Bodohnya, ia meninggalkan arloji pemberian sang ayah di kamarnya.
"Mas Cipto!" Panggil seseorang membuat Retania dan sekeluarga menoleh ke sumber suara.
"Halo, Mas Sugeng" Sapa Cipto memeluk pria yang mengenakan pakaian adat khas Jawa yang memanggilnya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKHIR PERMULAAN [SELESAI]
Historical FictionIni hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbedaan budaya, kesetaraan, dan keyakinan tak membuat mereka menyerah pada perjuangan tersebut. Meskipu...